Minggu, 13 Januari 2013
HADIST-HADIST EKONOMI TENTANG NILAI DASAR EKONOMI
HADIST TENTANG NILAI DASAR EKONOMI
1. Hadist tentang kepemilikan
Kepemilikan (ownership) dalam ekonomi Islam adalah :
a. Kepemilikan terletak pada manfaatnya bukan penguasaan secara mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi.
b. Kepemilikan terbatas sepanjang usia hidup manusia di dunia, dan bila kita meninggal dunia, harus didistribusikan kepada ahli waris menurut ketentuan Islam.
c. Kepemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
2472- حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ خِرَاشِ بْنِ حَوْشَبٍ الشَّيْبَانِيُّ، عَنِ الْعَوَّامِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ: فِي الْمَاءِ، وَالْكَلَإِ، وَالنَّارِ، وَثَمَنُهُ حَرَامٌ " قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: «يَعْنِي الْمَاءَ الْجَارِيَ»
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Sa'id berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Khirasy bin Hausyab Asy Syaibani dari Al Awwam bin Hausyab dari Mujahid dari Ibnu Abbas ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput dan api. Dan harganya adalah haram." Abu Sa'id berkata, "Yang dimaksud adalah air yang mengalir." (HR. Ibnu Majah)
3477 - حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِ اللُّؤْلُؤِيُّ، أَخْبَرَنَا حَرِيزُ بْنُ عُثْمَانَ، عَنْ حِبَّانَ بْنِ زَيْدٍ الشَّرْعَبِيِّ، عَنْ رَجُلٍ، مِنْ قَرْنٍ ح وحَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا حَرِيزُ بْنُ عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا أَبُو خِدَاشٍ، وَهَذَا لَفْظُ عَلِيٍّ، عَنْ رَجُلٍ، مِنَ الْمُهَاجِرِينَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: غَزَوْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثًا أَسْمَعُهُ، يَقُولُ: " الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ: فِي الْكَلَإِ، وَالْمَاءِ، وَالنَّارِ "
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Al Ja'dan Al Lu`lui telah mengabarkan kepada kami Hariz bin Utsman dari Hibban bin Zaid Asy Syar'i dari seorang laki-laki Qarn. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami Hariz bin Utsman telah menceritakan kepada kami Abu Khidasy dan ini adalah lafazh Ali, dari seorang laki-laki Muhajirin sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia berkata, "Aku pernah berperang bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiga kali, aku mendengar beliau bersabda: "Orang-orang Muslim bersekutu dalam hal rumput, air dan api." (HR. Abu Daud)
Penjelasan:
Kepemilikan bukanlah penguasaan mutlak atas sumber-sumber ekonomi, tetapi setiap orang atau badan dituntut kemampuannya untuk memanfaatkan sumber-sumber ekonomi tersebut. Lama kepemilikan manusia atas sesuatu benda terbatas pada lamanya manusia tersebut hidup di dunia. Sumber daya yang menyangkut kepentingan umum atau yang menjadi hajat hidup orang banyak harus menjadi milik umum. Hal ini berdasarkan Hadist Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Ahmad & Abu daud yang mengatakan : “Semua orang berserikat mengenai tiga hal yaitu air (termasuk garam), rumput dan api” Sumber alam ini dapat dikiaskan (sekarang) dengan minyak dan gas bumi, barang tambang dan kebutuhan pokok manusia lainnya.
2. Hadits Tentang Keseimbangan
Keseimbangan yang terwujud dalam kesederhanaan, hemat dan menjauhi sikap pemborosan. Keseimbangan (equilibrium) terlihat pengaruhnya pada tingkah laku ekonomi muslim, misalnya kesederhanaan (moderation), berhemat (parsimony), dan menjauhi pemborosan (extravagance). Konsep keseimbangan ini tidak semata diarahkan pada timbangan kebaikan dunia akhirat saja tapi juga berkaitan dengan keseimbangan atas kepentingan perorangan dan kepentingan umum. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Bab 56: Keutamaan Lapar dan Kesederhanaan dalam Hidup, Baik Berupa Makanan, Minuman, Pakaian, Maupun Hal yang Lain.
(14/524). Asma’ binti Yazid RA berkata:
كَانَ كُمُّ قَمِيصِ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – إِلَى الرُّصْغِ . رواه أَبو داود والترمذي ، وقال : حديث حسن
Artinya: “Lengan baju Rasulullah SAW panjangnya sampai pergelangan tangan”. (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, ia berkata, “Hadits ini hasan).
Penjelasan: Hadist di atas menjelaskan bahwasanya bentuk kesederhanaan yang di terapkan oleh Rasulullah adalah dicontohkan dari segi pakaian. Dalam berpakaian , lengan baju rasulullah sampai dpergelangan tangan tidak lebih dari itu. Jikalau kita membuatnya lebih dari itu, maka bisa di anggap berlebihan, karena nanti akan menyebabkan ketidak nyamanan bagi kita yang memakainya.
Keterangan: Hadist Ini di sebut dengan Hadits dha’if , karena ada perawi yang bemama Syahar bin Husyaib. Al Hafizh berkata (dalam kitab At-Taqrib), “la orang yang jujur (Shaduq), tetapi banyak meriwayatkan hadits secara mursal(periwayatan yang disandarkan langsung kepada Nabi SAW). la juga banyak meriwayatkan dengan periwayatan yang meragukan”. Aku katakan (Al Albani), “Syahar adalah orang yang lemah riwayatnya dan buruk hafalannya.”
68. Bab: Wara’ (kesederhanaan) dan Menjauhi Syubhat
17/601. Athiyah bin Urwah Assa’di RA berkata, Rasullullah SAW bersabda,
لاَ يَبْلُغُ الْعَبدُ أنْ يَكُونَ منَ المُتَّقِينَ حَتَّى يَدَعَ مَا لاَ بَأسَ بِهِ ، حَذَراً مِمَّا بِهِ بَأس
رواه الترمذي ، وقال : حديث حسن .
Artinya: “‘Seorang hamba tidak dapat mencapai tingkat taqwa yang sempurna, hingga ia meninggalkan apa-apa yang tidak dilarang karena khawatir terjerumus ke dalam hal yang dilarang (diharamkan)’‘ (Riwayat At-Tirmidzi, ia berkata, “Hadits hasan”).
Penjelasan: ‘‘Sesungguhnya yang halal telah jelas dan yang haram juga telah jelas, dan diantara keduanya ada hal-hal yang menyerupai (meragukan), tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Jadi siapa yang berhati-hati dari syubhat maka akan terjaga agama dan kehormatannya, dan siapa yang terjerumus ke dalam syubhat maka akan terjerumus ke dalam yang haram“.
Keterangan: Hadits ini dha’if, karena ada perawi yang bemama Abdullah bin Yazid, ia di-dha’if-kan oleh jumhur ulama hadits. Al Hafizh berkata (di dalam At-Taqrib) “la adalah orang yang lemah dalam periwayatan hadits”. Meskipun hadits ini dha’if tetapi maknanya mempunyai dasar yang menjiwai tentang wara’ (kesederhanaan) dan menjauhi syubhat, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih:
(1846) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، قَالَا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ، عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَائِلٍ الْحَضْرَمِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَأَلَ سَلَمَةُ بْنُ يَزِيدَ الْجُعْفِيُّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ قَامَتْ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ يَسْأَلُونَا حَقَّهُمْ وَيَمْنَعُونَا حَقَّنَا، فَمَا تَأْمُرُنَا؟ فَأَعْرَضَ عَنْهُ، ثُمَّ سَأَلَهُ، فَأَعْرَضَ عَنْهُ، ثُمَّ سَأَلَهُ فِي الثَّانِيَةِ أَوْ فِي الثَّالِثَةِ، فَجَذَبَهُ الْأَشْعَثُ بْنُ قَيْسٍ، وَقَالَ: «اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا، فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا، وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ»،
Artinya: Abu hunaidah (wa’il) bin hadjur r.a. Berkata : salamah bin jazid aldju’fy bertanya kepada rasulullah saw : ya rasulullah, bagaimana jika terangkat diatas kami kepala-kepala yang hanya pandai menuntut haknya dan menahan hak kami, maka bagaimanakah kau menyuruh kami berbuat? Pada mulanya rasulullah mengabaikan pertanyaan itu, hingga ditanya kedua kalinya, maka rasulullah saw bersabda : dengarlah dan ta’atlah maka sungguh bagi masing-masing kewajiban sendiri-sendiri atas mereka ada tanggung jawab dan atas kamu tanggung jawabmu. (HR. muslim)
Penjelasan: Rakyat memiliki hak dan pemimpin memiliki tanggung jawab. Begitu pula sebaliknya, rakyat memiliki tanggung jawab dan pemimpin juga memiliki hak. Antara keduanya harus ada keseimbangan dan kesetaraan. Yang satu tidak boleh mendominasi yang lain. Akan tetapi kekuasaan sepenuhnya adalah tetap berada di tangan rakyat. Karena hakekat kepemimpinan hanyalah amanat yang harus diemban oleh seorang pemimpin. Bila sang pemimpin tidak bisa menjaga amanat itu dengan baik, maka kekuasaan kembali berada di tangan rakyat.
Oleh sebab itu, mengingat kesetaraan posisi rakyat dan pemimpin ini, maka masing-masing memilki hak dan tanggung jawabnya. Hadis di atas menjelaskan bahwa seorang pemimpin jangan hanya bisa memenuhi haknya, akan tetapi seorang pemimpin harus mengakui dan menjamin hak-hak rakyatnya secara bebas.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, mungkin kita sudah mengenal konsep hak azazi manusia (ham). Oleh sebab itu, bila kita tarik hadis di atas dalam kontek saat ini, maka sebenarnya nabi muhammad s.a.w jauh sebelumnya sudah mengajarkan prinsip-prinsip ham dalam kehidupan politik rakyatnya. Betapa tidak, dari hadis di atas dapat kita gali sebuah pesan bahwa islam menjamin ham termasuk di dalamnya hak-hak sipil dan politik (isipol) dan hak-hak ekonomi sosial dan budaya (ekosob). Karena itu, bila seorang peimimpin tidak menjamin hak-hak azasi manusia (ham) warganya, maka pemimpin itu telah keluar dari sunnah rasul s.a.w.
892. Bersikap ekonomis membawa berkah
كيلواطعامكم يبارك لكم فيه (رواه مسلم)
Artinya: Takarlah makanan kalian (berhematlah kalian), niscaya makanan kalian akan di berkahi. (HR.MUSLIM)
Penjelasan: Hadist ini menganjurkan kepada kita agar menakar makanan pokok menurut perhitungan yang berlaku karena sesungguhnya bersikap ekonomis itu merupakan sebagian dari kehidupan,dan akan membawa kepada keberkahan.
423. Berlebihan dalam makan dan minum
اياكم ولبطنةفي طعا م والشراب فئنها مفسدةللجسم تورث السقم عن الصلاة وعليىكم بلقصد فئهما فاءنه اصله للجسد وابعد من السرف (رواه البخا ري)
Artinya: Janganlah sekali-kali kalian makan dan minum terlalu kenyang, karena sesungguhnya hal tersebut merusak tubuh, dan dapat menyebabkan malas mengerjakan shalat, dan pertengahanlah kalian dalam kedua hal tersebut, karena sesungguhnya hal ini lebih baik bagi tubuh, dan jauhkan diri dari berlebih-lebihan (israf). (HR. BUKHARI)
Penjelasan: Al-Bithnah, diartikan makan dan minum melebihi sekenyang perut. As Saqam makna asalnya ialah sakit, tetapi makna yang di maksud dalam hadist ini ialah malas mengerjakan shalat. Makan melebihi sekenyang perut dilarang oleh agama karena dapat mengakibatkan tubuh orang yang bersangkutan menjadi rusak dan malas untuk mengerjakan shalat.
3. Hadist tentang keadilan
Keadilan di dalam Al Qur’an, disebutkan lebih dari seribu kali, setelah perkataan Allah dan Ilmu pengetahuan. Nilai keadilan sangat penting dalam ajaran Islam, terutama dalam kehidupan hukum Sosial, Politik dan Ekonomi. Untuk itu keadilan harus di terapkan dalam kehidupan Ekonomi seperti : proses distribusi, produksi, konsumsi dan lain sebagainya. Keadilan juga harus diwujudkan dalam mengalokasikan sejumlah hasil kegiatan ekonomi tertentu bagi orang yang tidak mampu memasuki pasar, melalui zakat, infaq dan hibah. Keadilan (justice) berkaitan dengan perilaku ekonomi umat manusia mengandung pengertian sebagai berikut :
a) Keadilan berarti kebebasan yang bersyarat akhlak Islam.
b) Keadilan harus ditetapkan disemua fase kegiatan ekonomi.
55 - (2577) حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ بَهْرَامَ الدَّارِمِيُّ، حَدَّثَنَا مَرْوَانُ يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ الدِّمَشْقِيَّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فِيمَا رَوَى عَنِ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ: «يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي، وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا، فَلَا تَظَالَمُوا، (رواه مسلم)
Artinya: Menceritakan Abdullah ibnu abdi rahman ibnu bahrama dharami,menceritakan marwan ya’ni ibnu muhammad damasqi,menceritakan said bin abdul aziz dari Rabi’a ibnu yazid,dari abi idris haulani, dari Rasulullah SAW yang meriwayatkan dari Allah tabaaraka ta’ala , Ia berkata: “ Wahai hambaku ,sesungguhnya saya mengharamkan dzalim kepada diri saya sendiri dan saya menjadikan di antara kalian keharaman,maka janganlah kalian saling mendzalimi”.(HR.MUSLIM)
Penjelasan: Hadist di atas menyuruh kita untuk tidak saling mendzalimi antara yang satu dengan yang lainnya,karena haram merupakan perbuata yang sangat di haramkan oleh Allah SWT.
Keterangan:
Hadist ini termasuk hadist shahih karena perawinya marfu’ kepada Nabi mulai rawi pertama hingga perawi terakhir.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar