TENTANGMU
oleh Faiezah El-Qieéy pada 23 Januari 2011 jam 14:02
Air matamu mengiris hatiku halus
kuusapkan telapak tanganku ke wajahmu yang pucat
terlihat ketakutan kehilangan akan nafasmu
nafasmu yang mengalir dalam nafasku
Kubelai rambutmu dengan kelembutan angin malam
terasa getaran menyatu diujung jari-jari
tak kuasa menahan gejolak kasih
limpahan nuansa kejora malam yang tak bertepi
Tak akan kutinggalkan hatimu yang manangis pilu
telah terpatri janji pada kedalaman nurani
akan ikut menyatu kegalauan kasih dalam derita
meski kekuatan malam hendak meragas
Minggu, 27 Februari 2011
puisi sajak sunyi
SAJAK SUNYI
Oleh Faiezah El-Qieéy · 23 Januari 2011
Lafal cinta terlipat rapi
Dalam sunyi yg memelukku erat
Aku ingin memaknai air mata
Tapi dinding rasaku telah beku
Muara hatiku telah gersang
Aku lelah mencerna kata
Serpih2 tetap saja terurai bisu
Ada luka yg bertahta disana
Tersudut brsama sketsa senyum rindu
Yg kusebut itu cinta..
Oleh Faiezah El-Qieéy · 23 Januari 2011
Lafal cinta terlipat rapi
Dalam sunyi yg memelukku erat
Aku ingin memaknai air mata
Tapi dinding rasaku telah beku
Muara hatiku telah gersang
Aku lelah mencerna kata
Serpih2 tetap saja terurai bisu
Ada luka yg bertahta disana
Tersudut brsama sketsa senyum rindu
Yg kusebut itu cinta..
Kamis, 24 Februari 2011
puisi kebangsaan
TKI, WAJAH BURAM BANGSA
Oleh : FAIZATUL FITRIYAH ***
Hiruk pikuk kehidupan tanah air
Memaksamu inklud pada kehidupan rakyat seberang
Yakin kebahagiaan akan kau dapatkan
Bumi,langit menyaksikan langkahmu
Tersenyum di balik belaian tanganmu
Melangkah kenegeri orang
“PAHLAWAN DEVISA” kau sandang
Gelar dari negerimu bak kata sanjungan
Berkat profit yang kau limpahkan
Padahal apa yang ia lakukan
Ia kaku tak bergerak
Seperti tumpukan salju di gurun es
DIAM…….
Kadang meleleh ,tak ada perubahan
Kau teriak ….!
Menahan kesakitan
Mati,.ataukah setengah mati ???
Hanya kolong jembatan jadi tempat berteduh
Tak peduli apa yang terjadi
Kericuhan kerap kali ramai
Pemerkosaan berulang kali terjadi
Kemanakah Negerimu ?
Mana janji negerimu ?
Melindungi semua rakyatnya
Ataukah masih sibuk memilih?
Rakyat yang mana yang patut diindungi.
*** Penulis adalah Alumni PP.At-Taufiqiyah Sumenep sekaligus Mahasiswa Fakultas syari’ah Jurusan Ekonomi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya.
No hp:087850138164
KETIKA BHINNEKA TUNGGAL IKA KONFLIK SARA
Oleh : FAIZATUL FITRIYAH ***
Satu demi satu urat nadi bangsa ini berkurang
Oleh keangkuhan dan keserakahan
Semakin aku tak bisa menemukan
Sinar kedamaian kuharapkan
Korupsi,kolusi,nepotisme,hukum,politik,sampai pendustaan agama
Semakin tak bias dikendalikan
Satu demi satu semuanya hilang…
Masikah harus terbang,sakti seperti dlu
Padahal sayapmu semakin rapuh oleh usia
Peralatan senjata tak dapat membentengimu
Hanya kesadaran dari rakyat dan musnahnya penguasa yang bejat
Satu demi satu semuanya telah hilang
Bhinneka tunggal ika tak lagi jadi pedoman
Persatuan Indonesia tak lagi di suarakan
Apakah yang akan terjadi 10 Tahun yang akan datang ?
Satu demi satu semuanya hilang…
*** Penulis adalah Alumni PP.At-Taufiqiyah sumenep sekaligus Mahasiswa Fakultas syari’ah Jurusan Ekonomi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya.
No hp:087850138164
Oleh : FAIZATUL FITRIYAH ***
Hiruk pikuk kehidupan tanah air
Memaksamu inklud pada kehidupan rakyat seberang
Yakin kebahagiaan akan kau dapatkan
Bumi,langit menyaksikan langkahmu
Tersenyum di balik belaian tanganmu
Melangkah kenegeri orang
“PAHLAWAN DEVISA” kau sandang
Gelar dari negerimu bak kata sanjungan
Berkat profit yang kau limpahkan
Padahal apa yang ia lakukan
Ia kaku tak bergerak
Seperti tumpukan salju di gurun es
DIAM…….
Kadang meleleh ,tak ada perubahan
Kau teriak ….!
Menahan kesakitan
Mati,.ataukah setengah mati ???
Hanya kolong jembatan jadi tempat berteduh
Tak peduli apa yang terjadi
Kericuhan kerap kali ramai
Pemerkosaan berulang kali terjadi
Kemanakah Negerimu ?
Mana janji negerimu ?
Melindungi semua rakyatnya
Ataukah masih sibuk memilih?
Rakyat yang mana yang patut diindungi.
*** Penulis adalah Alumni PP.At-Taufiqiyah Sumenep sekaligus Mahasiswa Fakultas syari’ah Jurusan Ekonomi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya.
No hp:087850138164
KETIKA BHINNEKA TUNGGAL IKA KONFLIK SARA
Oleh : FAIZATUL FITRIYAH ***
Satu demi satu urat nadi bangsa ini berkurang
Oleh keangkuhan dan keserakahan
Semakin aku tak bisa menemukan
Sinar kedamaian kuharapkan
Korupsi,kolusi,nepotisme,hukum,politik,sampai pendustaan agama
Semakin tak bias dikendalikan
Satu demi satu semuanya hilang…
Masikah harus terbang,sakti seperti dlu
Padahal sayapmu semakin rapuh oleh usia
Peralatan senjata tak dapat membentengimu
Hanya kesadaran dari rakyat dan musnahnya penguasa yang bejat
Satu demi satu semuanya telah hilang
Bhinneka tunggal ika tak lagi jadi pedoman
Persatuan Indonesia tak lagi di suarakan
Apakah yang akan terjadi 10 Tahun yang akan datang ?
Satu demi satu semuanya hilang…
*** Penulis adalah Alumni PP.At-Taufiqiyah sumenep sekaligus Mahasiswa Fakultas syari’ah Jurusan Ekonomi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya.
No hp:087850138164
Senin, 07 Februari 2011
ayat-ayat ekonomi (uas)
ayat-ayat ekonomi
1.Pengertian Bank dan Rente
Bank menurut Undang-undarig Pokok Perbankan tahun 1967 adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang. Dari batasan tersebut jelas, bahwa usaha bank akan selalu
dikaitkan dengan masalah uang.
Di dalam Ensikiopedi Indonesia disebutkan bahwa Bank (perbankan) ialah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang, dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain. Selain dari itu juga mengedarkan alat tukar baru dalam bentuk uang bank atau giral. Jadi kegiatannya bergerak dalam bidang keuangan serta kredit dan meliputi dua fungsi penting, yaitu sebagai perantara pemberi kredit dan menciptakan uang.
Rente adalah istilah yang berasal dari bahasa Belanda yang lebih dikenal dengan istilah bunga. Oleh Fuad Muhammad Fachruddin disebutkan bahwa rente ialah keuntungan yang diperoleh perusahaan bank, karena jasanya meminjarnkan uang untuk melancarkan perusahaan orang yang
meminjam. Berkat bantuan bank yang meminjarnkan uang kepadanya, perusahaannya bertambah maju dan keuntungan yang diperolehnya juga bertambah banyak.
Menurut Fuad Fachruddin, bahwa rente yang dipungut oleh bank itu haram hukumnya. Sebab, pembayarannya lebih dari uang yang dipinjarnkannya. Sedang uang yang lebih dari itu adalah riba, dan riba itu haram hukumnya. Kemudian dilihat dari segi lain, bahwa bank itu hanya tahu menerima untung, tanpa risiko apa-apa. Bank meminjarnkan uang, kemudian rentenya dipungut, sedang rente itu semata-mata menjadi keuntungan bank yang
sudah ditetapkan keuntungannya. Pihak bank tidak mau tahu apakah orang yang meminjam uang itu rugi atau untung.
Di dalam Islam dikenal ada doktrin tentang riba dan mengharamkannya. Islam tidak mengenal sistem perbankan modern dalam arti praktis, sehingga terjadi perbedaan pendapat. Beda pandangan dalam menilai persoalan ini akan berakibat timbul kesimpulan-kesimpulan hukum yang berbeda pula, dalam hal boleh tidaknya serta halal haramnya.
2. Oleh sementara fuqaha (ahli fiqih Islam), hadits tersebut ditafsirkan secara saklek. Pokoknya, setiap praktik jual beli yang tidak ada barangnya pada waktu akad, haram. Penafsiran secara demikian itu, tak pelak lagi, membuat fiqih Islam sulit untuk memenuhi tuntutan jaman yang terus berkembang dengan perubahan-perubahannya.
Karena itu, sejumlah ulama klasik yang terkenal dengan pemikiran cemerlangnya, menentang cara penafsiran yang terkesan sempit tersebut. Misalnya, Ibn al-Qayyim. Ulama bermazhab Hambali ini berpendapat, bahwa tidak benar jual-beli barang yang tidak ada dilarang. Baik dalam Al Qur’an,sunnah maupun fatwa para sahabat, larangan itu tidak ada.
SEBAHAGIAN ulama fiqh berpendapat bahwa dasar hukum dibenarkannya transaksi money changer atau penjualan mata uang adalah; berdasar pada hadits Nabi saw : “(Jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, anggur dengan anggur, (apabila) satu jenis (harus) sama (kualitas dan kuantitasnya) dan (dilakukan) secara tunai. Apabila jenisnya berbeda, maka juallah sesuai dengan kehendakmu dengan syarat secara tunai”. (H.R. Jama`ah ahli hadits kecuali Bukhari, dari Ubadah bin Samit). Sedangkan dalam hadits riwayat Ibnu Umar : “Jangan kamu memperjualbelikan emas dengan emas dan perak dengan perak, kecuali sejenis, dan jangan pula kamu memperjual belikan perak dengan emas yang salah satunya gaib (tidak ada di tempat) dan yang lainnya ada”. (H.R. Jama`ah).
Hadits yang pertama menekankan bahwa syarat pertukaran mata uang yang jenisnya sama adalah kualitas dan kuantitasnya sama serta dilakukan secara tunai. Sedangkan hadits yang kedua juga demikian, bahkan di dalamnya terdapat keterangan tambahan, bahwa pertukaran mata uang harus dilakukan secara tunai (objek yang dipertukarkan atau yang diperjual belikan harus ada di tempat jual beli). Kemudian dalam riwayat Abu Sa’id al Khudri lebih ditekankan bahwa apabila nilai tukar yang diperjual belikan itu dalam jenis yang sama, maka tidak boleh ada penambahan pada salah satu jenisnya. (H.R. Bukhari, Muslim, dan Ahmad bin Hanbal). Dalam hubungan ini, semua mata uang di setiap negara adalah jenis mata uang tersendiri maka money changer rentan terhadap transaksi riba fadhal. Oleh sebab itu para ulama fiqh memberikan persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
Pertama, nilai tukar yang diperjual belikan harus dapat dikuasai langsung, baik oleh pembeli maupun oleh penjual, sebelum keduanya berpisah badan. Penguasaan ini bisa berbentuk penguasaan secara material dan hukum. Penguasaan secara material, misalnya pembeli langsung menerima dolar AS yang dibeli dan penjual langsung menerima uang rupiah. Penguasaan secara hukum, misalnya pembayaran melalui cek. Menurut ulama fiqh, syarat ini diperlukan untuk menghindari terjadinya riba an nasi’ah (penambahan pada salah satu alat tukar). Apabila keduanya berpisah sebelum menguasai masing-masing nilai tukar yang diperjual belikan, maka menurut ulama fiqh aqadnya menjadi batal karena syarat penguasaan terhadap nilai tukar tidak terpenuhi. Berpisah badan dalam hal ini harus benar-benar berpisah sebagaimana layaknya perpisahan antara seorang yang pergi dan yang tinggal. Apabila perpisahan itu dilakukan dengan pulang bersama, menurut ulama fiqh, perpisahan itu belum dianggap sempurna karena masih memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan serah terima langsung dalam kasus ini adalah perpindahan dari tangan ke tangan, dan sifatnya masih mutlak menurut syariat. Bagaimanapun yang diistilahkan oleh masyarakat sebagai serah terima langsung, maka itu dapat dijadikan acuan dan sahnya perjanjian didasari oleh serah terima tersebut. Transfer dalam rekening bank bisa dikategorikan sebagai serah terima langsung. Seorang nasabah datang ke bank dan memberikan kepadanya mata uang asing untuk ditransfer, kemudian pihak bank memulai proses pengiriman dan memasukan ke dalam rekeningnya, sistem kerja ini diangap sah. Tidak disyaratkan pihak nasabah harus memegang dengan tangannya sendiri terlebih dahulu, baru dimasukan ke dalam rekeningnya. Memegang cek yang bisa dicairkan secara langsung, dikategorikan juga sebagai serah terima langsung, bisa diposisikan seperti serah terima uang kontan yang diwakilkan olek cek tersebut. Atas dasar inilah para ulama ahli fatwa mensahkan transfer ke negeri asing (dalam bentuk cek), dan itu tidak digolongkan sebagai penukaran mata uang dengan penangguhan serah terima.
Kedua, apabila mata uang yang diperjual belikan itu dari jenis yang sama, maka harus dalam kualitas yang sama, sekalipun modelnya berbeda. Mata uang yang ditukar jenisnya sama, maka harus sama nilainya (tidak boleh ada perbedaan nilai) dan harus diserah terimakan secara langsung (tidak boleh ditangguhkan serah terimanya). Pada kaitan ini, jika mata uang yang diperjual belikan jenisnya berbeda, maka harus diserah terimakan secara langsung. Dan diharamkan menangguhkan penyerahan salah satu dari uang yang ditukar, namun tidak diharamkan bila dilebihkan nilainya Misalnya 1 dolar ditukar dengan Rp. 9000,- lebih atau kurang dari itu selama dilakukan dalam satu tempat transaksi.
Ketiga, tidak berlaku hak khiar syarat, yakni hak pilih bagi pembeli apakah akan melanjutkan jual beli atau tidak, yang di syaratkan ketika berlangsungnya transaksi. Alasannya, selain untuk menghindari riba, adalah karena hak khiar membuat hukum aqad jual beli belum tuntas, sedangkan salah satu syarat jual beli dalam sharf adalah penguasaan langsung nilai tukar oleh masing-masing pihak. Oleh sebab itu, apabila salah satu pihak mengajukan syarat, maka syarat tersebut tidak sah. Berbeda halnya dengan khiar ru’yah (hak pilih bagi pembeli untuk membatalkan jual beli ketika pembeli telah melihat barang yang akan dibeli, sedangkan ketika akad berlangsung ia belum melihat barang tersebut sama sekali) dan khiar ‘aib (hak pilih bagi pembeli untuk membatalkan akad jual beli karena adanya cacat tersembunyi pada barang yang dibeli). Kedua bentuk khiar yang disebut terakhir ini tidak menimbulkan hal-hal yang dilarang syarak karena tidak menghambat pemilikan dan penguasaan terhadap objek jual beli. Oleh sebab itu, apabila salah satu pihak menggunakannya, maka akad sharf tersebut tetap sah.
Keempat, tidak terdapat tenggang waktu dalam akad, karena penguasaan objek akad harus dilakukan secara tunai sebelum keduanya berpisah badan. Oleh karena itu, apabila salah satu pihak mensyaratkan tenggang waktu, maka akad ini tidak sah, hal ini berarti terjadi penangguhan pemilikan dan penguasaan objek akad sharf.
Kelima, dibolehkannya money changer hanya sebatas untuk memperlancar kegiatan transaksi barang dan jasa saja, tidak dibenarkan jual beli valuta asing (money changer) untuk kegiatan bisnis murni uang. Sebab Islam tidak mengenal jual beli uang untuk tujuan mencari keuntungan akibat perbedaan kurs antar mata uang. Jika hal tersebut terjadi maka fungsi uang bukan lagi sebagai medium of exchange for transaction dan unit of account, tetapi uang sudah menjadi capital. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kegiatan bisnis murni uang bertentangan dengan konsep uang menurut ekonomi Islam. Menurut Mustafa Ahmad az Zarqa syarat ketiga dan keempat terkait erat dengan syarat pertama. Oleh sebab itu ada beberapa akibat hukum yang ditimbulkan oleh syarat penguasaan objek akad secara tunai tersebut, yaitu :
1) Ibra (pengguguran hak) dan hibah. Apabila seseorang menjual dolarnya dengan rupiah, kemudian setelah pembeli menerima dolarnya, penjual menyatakan ibra atau menghibahkan haknya (rupiah dari pembeli), maka dalam hal ini terdapat dua kemungkinan. (a) Apabila pembeli menerima ibra (pengguguran hak) atau hibah tersebut, maka gugurlah kewajibannya untuk menyerahkan rupiah sebagai alat untuk membeli dolar tersebut dan akad sharf pun menjadi batal. Karena salah satu objek sharf tidak bisa dikuasai, sehingga syarat akad sharf tidak terpenuhi. (b) Apabila pembeli tidak mau menerima ibra atau hibah tersebut, maka ibra atau hibahnya tidak sah, sedangkan hukum sharfnya tetap berlaku. Artinya, pihak pembeli wajib menyerahkan uang rupiahnya untuk membayar dolar tersebut. Namun bila penjual enggan untuk menerima haknya tersebut, ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa ia harus dipaksa menerimanya.
Apabila salah satu pihak memberikan sesuatu yang melebihi kewajibannya dalam pertukaran objek sharf, maka hal itu menurut ulama fiqh tidak boleh karena merupakan riba.
3) Apabila terjadi pengalihan utang kepada orang lain, misalnya salah satu pihak menunjuk orang lain untuk menerima dan menguasai objek sharf secara langsung di majelis akad, maka menurut ulama fiqh hukumnya boleh karena penguasaan terhadap objek sharf tersebut memenuhi syarat secara sempurna.
Dalam hubungan ini, akan terjadi saling pengguguran hak atau utang (al muqasah), misalnya; seseorang menjual US $ 100 kepada pembeli dengan Rp. 220.000,-. Tetapi penjual tidak menerima uang sebesar jumlah tersebut karena ia berutang kepada pembeli dalam jumlah yang sama. Dalam kasus seperti ini, apabila keberadaan utang penjual itu terjadi sebelum akad sharf, maka menurut jumhur ulama hukumnya boleh bila disetujui oleh kedua belah pihak. Akan tetapi, Zufar bin Hudail bin Qais dari golongan ulama mazhab Hanafi menyatakan tidak sah karena unsur penguasaan terhadap objek sharf tidak nyata dan tidak terpenuhi. Apabila utang terjadi setelah akad sharf, misalnya penjual menarik kembali uangnya secara paksa dan mengklaimnya sebagai utang kepada pembeli, maka menurut ulama fiqh mazhab Hanafi, seperti Imam Sarakhsi, akad sharf menjadi tidak sah karena pengguguran hak atau utang hanya berlaku bagi hak atau utang yang telah ada, bukan terhadap utang yang akan ada. Akan tetapi kebanyakan ulama fiqh membolehkan pengguguran hak atau utang dalam akad sharf seperti ini dengan cara memperbarui akad sharf, karena pada dasarnya akad sharf telah batal akibat tidak terpenuhinya objek sharf, dan pembayaran dilakukan dengan cara saling menggugurkan hak atau utang sesuai dengan kesepakatan yang telah diambil kedua belah pihak. +++
3. pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang “dibisniskan” (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat. Stetemen ini secara tegas di sebut dalam salah satu ayat Al-Qur’an.
Wahai Orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan pada suatu perniagaan (bisnis) yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab pedih ? yaitu beriman kepada allah & Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui
1. Kesatuan (Unity)adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen,serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama,ekonomi,dan sosial demi membentuk kesatuan.Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal,membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2.Keseimbangan (Equilibrium)
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis,Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai.Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah : 8 yang artinya : “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil.Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”.
3.Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam,tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif.Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat.infak dan sedekah.
4.Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabiliats.untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan,manusia perlu mempertnaggungjawabkan tindakanya.secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas.Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5.Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan,mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran.Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat,sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi ,kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
1.Pengertian Bank dan Rente
Bank menurut Undang-undarig Pokok Perbankan tahun 1967 adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang. Dari batasan tersebut jelas, bahwa usaha bank akan selalu
dikaitkan dengan masalah uang.
Di dalam Ensikiopedi Indonesia disebutkan bahwa Bank (perbankan) ialah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang, dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain. Selain dari itu juga mengedarkan alat tukar baru dalam bentuk uang bank atau giral. Jadi kegiatannya bergerak dalam bidang keuangan serta kredit dan meliputi dua fungsi penting, yaitu sebagai perantara pemberi kredit dan menciptakan uang.
Rente adalah istilah yang berasal dari bahasa Belanda yang lebih dikenal dengan istilah bunga. Oleh Fuad Muhammad Fachruddin disebutkan bahwa rente ialah keuntungan yang diperoleh perusahaan bank, karena jasanya meminjarnkan uang untuk melancarkan perusahaan orang yang
meminjam. Berkat bantuan bank yang meminjarnkan uang kepadanya, perusahaannya bertambah maju dan keuntungan yang diperolehnya juga bertambah banyak.
Menurut Fuad Fachruddin, bahwa rente yang dipungut oleh bank itu haram hukumnya. Sebab, pembayarannya lebih dari uang yang dipinjarnkannya. Sedang uang yang lebih dari itu adalah riba, dan riba itu haram hukumnya. Kemudian dilihat dari segi lain, bahwa bank itu hanya tahu menerima untung, tanpa risiko apa-apa. Bank meminjarnkan uang, kemudian rentenya dipungut, sedang rente itu semata-mata menjadi keuntungan bank yang
sudah ditetapkan keuntungannya. Pihak bank tidak mau tahu apakah orang yang meminjam uang itu rugi atau untung.
Di dalam Islam dikenal ada doktrin tentang riba dan mengharamkannya. Islam tidak mengenal sistem perbankan modern dalam arti praktis, sehingga terjadi perbedaan pendapat. Beda pandangan dalam menilai persoalan ini akan berakibat timbul kesimpulan-kesimpulan hukum yang berbeda pula, dalam hal boleh tidaknya serta halal haramnya.
2. Oleh sementara fuqaha (ahli fiqih Islam), hadits tersebut ditafsirkan secara saklek. Pokoknya, setiap praktik jual beli yang tidak ada barangnya pada waktu akad, haram. Penafsiran secara demikian itu, tak pelak lagi, membuat fiqih Islam sulit untuk memenuhi tuntutan jaman yang terus berkembang dengan perubahan-perubahannya.
Karena itu, sejumlah ulama klasik yang terkenal dengan pemikiran cemerlangnya, menentang cara penafsiran yang terkesan sempit tersebut. Misalnya, Ibn al-Qayyim. Ulama bermazhab Hambali ini berpendapat, bahwa tidak benar jual-beli barang yang tidak ada dilarang. Baik dalam Al Qur’an,sunnah maupun fatwa para sahabat, larangan itu tidak ada.
SEBAHAGIAN ulama fiqh berpendapat bahwa dasar hukum dibenarkannya transaksi money changer atau penjualan mata uang adalah; berdasar pada hadits Nabi saw : “(Jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, anggur dengan anggur, (apabila) satu jenis (harus) sama (kualitas dan kuantitasnya) dan (dilakukan) secara tunai. Apabila jenisnya berbeda, maka juallah sesuai dengan kehendakmu dengan syarat secara tunai”. (H.R. Jama`ah ahli hadits kecuali Bukhari, dari Ubadah bin Samit). Sedangkan dalam hadits riwayat Ibnu Umar : “Jangan kamu memperjualbelikan emas dengan emas dan perak dengan perak, kecuali sejenis, dan jangan pula kamu memperjual belikan perak dengan emas yang salah satunya gaib (tidak ada di tempat) dan yang lainnya ada”. (H.R. Jama`ah).
Hadits yang pertama menekankan bahwa syarat pertukaran mata uang yang jenisnya sama adalah kualitas dan kuantitasnya sama serta dilakukan secara tunai. Sedangkan hadits yang kedua juga demikian, bahkan di dalamnya terdapat keterangan tambahan, bahwa pertukaran mata uang harus dilakukan secara tunai (objek yang dipertukarkan atau yang diperjual belikan harus ada di tempat jual beli). Kemudian dalam riwayat Abu Sa’id al Khudri lebih ditekankan bahwa apabila nilai tukar yang diperjual belikan itu dalam jenis yang sama, maka tidak boleh ada penambahan pada salah satu jenisnya. (H.R. Bukhari, Muslim, dan Ahmad bin Hanbal). Dalam hubungan ini, semua mata uang di setiap negara adalah jenis mata uang tersendiri maka money changer rentan terhadap transaksi riba fadhal. Oleh sebab itu para ulama fiqh memberikan persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
Pertama, nilai tukar yang diperjual belikan harus dapat dikuasai langsung, baik oleh pembeli maupun oleh penjual, sebelum keduanya berpisah badan. Penguasaan ini bisa berbentuk penguasaan secara material dan hukum. Penguasaan secara material, misalnya pembeli langsung menerima dolar AS yang dibeli dan penjual langsung menerima uang rupiah. Penguasaan secara hukum, misalnya pembayaran melalui cek. Menurut ulama fiqh, syarat ini diperlukan untuk menghindari terjadinya riba an nasi’ah (penambahan pada salah satu alat tukar). Apabila keduanya berpisah sebelum menguasai masing-masing nilai tukar yang diperjual belikan, maka menurut ulama fiqh aqadnya menjadi batal karena syarat penguasaan terhadap nilai tukar tidak terpenuhi. Berpisah badan dalam hal ini harus benar-benar berpisah sebagaimana layaknya perpisahan antara seorang yang pergi dan yang tinggal. Apabila perpisahan itu dilakukan dengan pulang bersama, menurut ulama fiqh, perpisahan itu belum dianggap sempurna karena masih memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan serah terima langsung dalam kasus ini adalah perpindahan dari tangan ke tangan, dan sifatnya masih mutlak menurut syariat. Bagaimanapun yang diistilahkan oleh masyarakat sebagai serah terima langsung, maka itu dapat dijadikan acuan dan sahnya perjanjian didasari oleh serah terima tersebut. Transfer dalam rekening bank bisa dikategorikan sebagai serah terima langsung. Seorang nasabah datang ke bank dan memberikan kepadanya mata uang asing untuk ditransfer, kemudian pihak bank memulai proses pengiriman dan memasukan ke dalam rekeningnya, sistem kerja ini diangap sah. Tidak disyaratkan pihak nasabah harus memegang dengan tangannya sendiri terlebih dahulu, baru dimasukan ke dalam rekeningnya. Memegang cek yang bisa dicairkan secara langsung, dikategorikan juga sebagai serah terima langsung, bisa diposisikan seperti serah terima uang kontan yang diwakilkan olek cek tersebut. Atas dasar inilah para ulama ahli fatwa mensahkan transfer ke negeri asing (dalam bentuk cek), dan itu tidak digolongkan sebagai penukaran mata uang dengan penangguhan serah terima.
Kedua, apabila mata uang yang diperjual belikan itu dari jenis yang sama, maka harus dalam kualitas yang sama, sekalipun modelnya berbeda. Mata uang yang ditukar jenisnya sama, maka harus sama nilainya (tidak boleh ada perbedaan nilai) dan harus diserah terimakan secara langsung (tidak boleh ditangguhkan serah terimanya). Pada kaitan ini, jika mata uang yang diperjual belikan jenisnya berbeda, maka harus diserah terimakan secara langsung. Dan diharamkan menangguhkan penyerahan salah satu dari uang yang ditukar, namun tidak diharamkan bila dilebihkan nilainya Misalnya 1 dolar ditukar dengan Rp. 9000,- lebih atau kurang dari itu selama dilakukan dalam satu tempat transaksi.
Ketiga, tidak berlaku hak khiar syarat, yakni hak pilih bagi pembeli apakah akan melanjutkan jual beli atau tidak, yang di syaratkan ketika berlangsungnya transaksi. Alasannya, selain untuk menghindari riba, adalah karena hak khiar membuat hukum aqad jual beli belum tuntas, sedangkan salah satu syarat jual beli dalam sharf adalah penguasaan langsung nilai tukar oleh masing-masing pihak. Oleh sebab itu, apabila salah satu pihak mengajukan syarat, maka syarat tersebut tidak sah. Berbeda halnya dengan khiar ru’yah (hak pilih bagi pembeli untuk membatalkan jual beli ketika pembeli telah melihat barang yang akan dibeli, sedangkan ketika akad berlangsung ia belum melihat barang tersebut sama sekali) dan khiar ‘aib (hak pilih bagi pembeli untuk membatalkan akad jual beli karena adanya cacat tersembunyi pada barang yang dibeli). Kedua bentuk khiar yang disebut terakhir ini tidak menimbulkan hal-hal yang dilarang syarak karena tidak menghambat pemilikan dan penguasaan terhadap objek jual beli. Oleh sebab itu, apabila salah satu pihak menggunakannya, maka akad sharf tersebut tetap sah.
Keempat, tidak terdapat tenggang waktu dalam akad, karena penguasaan objek akad harus dilakukan secara tunai sebelum keduanya berpisah badan. Oleh karena itu, apabila salah satu pihak mensyaratkan tenggang waktu, maka akad ini tidak sah, hal ini berarti terjadi penangguhan pemilikan dan penguasaan objek akad sharf.
Kelima, dibolehkannya money changer hanya sebatas untuk memperlancar kegiatan transaksi barang dan jasa saja, tidak dibenarkan jual beli valuta asing (money changer) untuk kegiatan bisnis murni uang. Sebab Islam tidak mengenal jual beli uang untuk tujuan mencari keuntungan akibat perbedaan kurs antar mata uang. Jika hal tersebut terjadi maka fungsi uang bukan lagi sebagai medium of exchange for transaction dan unit of account, tetapi uang sudah menjadi capital. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kegiatan bisnis murni uang bertentangan dengan konsep uang menurut ekonomi Islam. Menurut Mustafa Ahmad az Zarqa syarat ketiga dan keempat terkait erat dengan syarat pertama. Oleh sebab itu ada beberapa akibat hukum yang ditimbulkan oleh syarat penguasaan objek akad secara tunai tersebut, yaitu :
1) Ibra (pengguguran hak) dan hibah. Apabila seseorang menjual dolarnya dengan rupiah, kemudian setelah pembeli menerima dolarnya, penjual menyatakan ibra atau menghibahkan haknya (rupiah dari pembeli), maka dalam hal ini terdapat dua kemungkinan. (a) Apabila pembeli menerima ibra (pengguguran hak) atau hibah tersebut, maka gugurlah kewajibannya untuk menyerahkan rupiah sebagai alat untuk membeli dolar tersebut dan akad sharf pun menjadi batal. Karena salah satu objek sharf tidak bisa dikuasai, sehingga syarat akad sharf tidak terpenuhi. (b) Apabila pembeli tidak mau menerima ibra atau hibah tersebut, maka ibra atau hibahnya tidak sah, sedangkan hukum sharfnya tetap berlaku. Artinya, pihak pembeli wajib menyerahkan uang rupiahnya untuk membayar dolar tersebut. Namun bila penjual enggan untuk menerima haknya tersebut, ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa ia harus dipaksa menerimanya.
Apabila salah satu pihak memberikan sesuatu yang melebihi kewajibannya dalam pertukaran objek sharf, maka hal itu menurut ulama fiqh tidak boleh karena merupakan riba.
3) Apabila terjadi pengalihan utang kepada orang lain, misalnya salah satu pihak menunjuk orang lain untuk menerima dan menguasai objek sharf secara langsung di majelis akad, maka menurut ulama fiqh hukumnya boleh karena penguasaan terhadap objek sharf tersebut memenuhi syarat secara sempurna.
Dalam hubungan ini, akan terjadi saling pengguguran hak atau utang (al muqasah), misalnya; seseorang menjual US $ 100 kepada pembeli dengan Rp. 220.000,-. Tetapi penjual tidak menerima uang sebesar jumlah tersebut karena ia berutang kepada pembeli dalam jumlah yang sama. Dalam kasus seperti ini, apabila keberadaan utang penjual itu terjadi sebelum akad sharf, maka menurut jumhur ulama hukumnya boleh bila disetujui oleh kedua belah pihak. Akan tetapi, Zufar bin Hudail bin Qais dari golongan ulama mazhab Hanafi menyatakan tidak sah karena unsur penguasaan terhadap objek sharf tidak nyata dan tidak terpenuhi. Apabila utang terjadi setelah akad sharf, misalnya penjual menarik kembali uangnya secara paksa dan mengklaimnya sebagai utang kepada pembeli, maka menurut ulama fiqh mazhab Hanafi, seperti Imam Sarakhsi, akad sharf menjadi tidak sah karena pengguguran hak atau utang hanya berlaku bagi hak atau utang yang telah ada, bukan terhadap utang yang akan ada. Akan tetapi kebanyakan ulama fiqh membolehkan pengguguran hak atau utang dalam akad sharf seperti ini dengan cara memperbarui akad sharf, karena pada dasarnya akad sharf telah batal akibat tidak terpenuhinya objek sharf, dan pembayaran dilakukan dengan cara saling menggugurkan hak atau utang sesuai dengan kesepakatan yang telah diambil kedua belah pihak. +++
3. pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang “dibisniskan” (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat. Stetemen ini secara tegas di sebut dalam salah satu ayat Al-Qur’an.
Wahai Orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan pada suatu perniagaan (bisnis) yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab pedih ? yaitu beriman kepada allah & Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui
1. Kesatuan (Unity)adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen,serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama,ekonomi,dan sosial demi membentuk kesatuan.Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal,membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2.Keseimbangan (Equilibrium)
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis,Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai.Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah : 8 yang artinya : “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil.Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”.
3.Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam,tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif.Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat.infak dan sedekah.
4.Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabiliats.untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan,manusia perlu mempertnaggungjawabkan tindakanya.secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas.Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5.Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan,mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran.Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat,sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi ,kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
seminar ekonomi bata-bata
Pesantren Pegang Peran Sentral Pemberdayaan Ekonomi Pedesaan
Selasa, 9 November 2010 06:17
Surabaya, NU Online
Pondok pesantren yang mayoritas berada di pedesaan memiliki peran yang cukup sentral sebagai motor pembangunan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Demikian disampaikan Ketua PBNU, H Syafullah Yusuf saat mengisi Seminar Regional “Membangun Ekonomi Masyarakat Islam berbasis Kemandirian Lokal” yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Bata-Bata Pamekasan (Imaba) Wilayah Surabaya, di IAIN Sunan Ampel, Senin (8/11) kemarin.
“Jumlah pesantren di Indonesia itu lebih dari 17 ribu, dan 7 ribunya ada di Jawa Timur. Dari 7 ribu itu, 5 ribunya berada di wilayah pantura termasuk Madura,” kata Gus Ipul.
Wakil Gubernur Jatim ini menambahkan, dibanding propinsi lain, jumlah TKI/TKW di Jawa Timur masih cukup tinggi. Meski secara devisa Jawa Timur termasuk penyumbang terbesar, namun kondisi ini perlu mendapat perhatian banyak pihak, terutama dari kalangan pesantren.
Menurut Gus Ipul, tingginya angka TKI ini disamping karena tidak adanya pemerataan pembangunan ekonomi di pedesaan, juga karena kesempatan kerja juga sangat sempit. “Di sini pesantren melalui para alumninya harus mengambil peran,” ujarnya.
Ditambahkan Gus Ipul, dalam sejarahnya, pesantren terbukti telah memberikan kontribusi yang kecil bagi bangsa ini, terutama terhadap pengentasan kemiskinan. Gus Ipul yakin bahwa keberadaan pesantren telah ikut menekan angka putus sekolah di Jawa Timur.
Hadir juga sebagai narasumber pada kegiatan yang dihadiri oleh sekitar 600 peserta ini Drs Agus Afandi Ketua LPM IAIN Sunan Ampel, dan Endang Woro dari Dinas Pemuda dan Olahraga Jatim.
Endang Woro dalam kesempatan itu menyoroti peran pemuda di Jawa Timur dalam ikut menyokong pembangunan ekonomi masyarakat kecil, terutama dalam hubungannya dengan angkatan kerja dan tumbuhnya para prilaku ekonomi golongan muda.
Sedangkan, Agus Afandi lebih banyak menyoroti pola karakter prilaku ekonomi masyarakat pedesaan mulai dari sistem komunal yang menjadi ciri khas masyarakat Jawa Timur yang mayoritas masyarakat tradisional. Menurut dosen fakultas dakwah ini, ciri ekonomi masyarakat Jawa Timur selayaknya dijalankan dengan basis komunal, sehingga kemandirian ekonomi masyarakat akan dapat tercipta.
Panitia seminar Ihsan Maulana mengungkapkan, kegiatan ini diadakan sebagai wujud kepedulian alumni pesantren untuk ikut terlibat memecahkan berbagai problematika pembangunan ekonomi masyarakat di Jawa Timur.
“Harapan kami, dari seminar ini akan muncul pemikiran inovatif dan tawaran solusi pemecahan,” terang Ihsan. Alumnus program Master IAIN Sunan Ampel ini, diharapkan dapat ditindak lanjuti dengan pembuatan mapping permasalahan pembangunan ekonomi di Jawa Timur untuk kemudian melakukan pendampingan pemberdayaan untuk menuju masyarakat Jawa Timur yang sejahtera dan man
Selasa, 9 November 2010 06:17
Surabaya, NU Online
Pondok pesantren yang mayoritas berada di pedesaan memiliki peran yang cukup sentral sebagai motor pembangunan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Demikian disampaikan Ketua PBNU, H Syafullah Yusuf saat mengisi Seminar Regional “Membangun Ekonomi Masyarakat Islam berbasis Kemandirian Lokal” yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Bata-Bata Pamekasan (Imaba) Wilayah Surabaya, di IAIN Sunan Ampel, Senin (8/11) kemarin.
“Jumlah pesantren di Indonesia itu lebih dari 17 ribu, dan 7 ribunya ada di Jawa Timur. Dari 7 ribu itu, 5 ribunya berada di wilayah pantura termasuk Madura,” kata Gus Ipul.
Wakil Gubernur Jatim ini menambahkan, dibanding propinsi lain, jumlah TKI/TKW di Jawa Timur masih cukup tinggi. Meski secara devisa Jawa Timur termasuk penyumbang terbesar, namun kondisi ini perlu mendapat perhatian banyak pihak, terutama dari kalangan pesantren.
Menurut Gus Ipul, tingginya angka TKI ini disamping karena tidak adanya pemerataan pembangunan ekonomi di pedesaan, juga karena kesempatan kerja juga sangat sempit. “Di sini pesantren melalui para alumninya harus mengambil peran,” ujarnya.
Ditambahkan Gus Ipul, dalam sejarahnya, pesantren terbukti telah memberikan kontribusi yang kecil bagi bangsa ini, terutama terhadap pengentasan kemiskinan. Gus Ipul yakin bahwa keberadaan pesantren telah ikut menekan angka putus sekolah di Jawa Timur.
Hadir juga sebagai narasumber pada kegiatan yang dihadiri oleh sekitar 600 peserta ini Drs Agus Afandi Ketua LPM IAIN Sunan Ampel, dan Endang Woro dari Dinas Pemuda dan Olahraga Jatim.
Endang Woro dalam kesempatan itu menyoroti peran pemuda di Jawa Timur dalam ikut menyokong pembangunan ekonomi masyarakat kecil, terutama dalam hubungannya dengan angkatan kerja dan tumbuhnya para prilaku ekonomi golongan muda.
Sedangkan, Agus Afandi lebih banyak menyoroti pola karakter prilaku ekonomi masyarakat pedesaan mulai dari sistem komunal yang menjadi ciri khas masyarakat Jawa Timur yang mayoritas masyarakat tradisional. Menurut dosen fakultas dakwah ini, ciri ekonomi masyarakat Jawa Timur selayaknya dijalankan dengan basis komunal, sehingga kemandirian ekonomi masyarakat akan dapat tercipta.
Panitia seminar Ihsan Maulana mengungkapkan, kegiatan ini diadakan sebagai wujud kepedulian alumni pesantren untuk ikut terlibat memecahkan berbagai problematika pembangunan ekonomi masyarakat di Jawa Timur.
“Harapan kami, dari seminar ini akan muncul pemikiran inovatif dan tawaran solusi pemecahan,” terang Ihsan. Alumnus program Master IAIN Sunan Ampel ini, diharapkan dapat ditindak lanjuti dengan pembuatan mapping permasalahan pembangunan ekonomi di Jawa Timur untuk kemudian melakukan pendampingan pemberdayaan untuk menuju masyarakat Jawa Timur yang sejahtera dan man
soal dan jawaban uts fiqih muamalah tentang perbankan syari'ah
SOAL DAN JAWABAN UTS
Jawablah diantara pilihan sosl-soal berikut dengan baik dan benar
1. Sebutkan macam-macam bai’ dan berikan uraian masing-masing (20)
2. Ada statemen yang mengatakan bahwa khiyar adalah bentuk perlindungan Islam terhadap konsumen agar tidak terjadi gharar dalam transaksi muamalah. Bagaimana dalam perspektif anda. Jelaskan dengan nalar yang baik dan benar (20)
3. Berikan penjelasan pendapat salah satu ulama berkaitan dengan adanya ujrah terhadap tugas sebagai imam, khatib, da’i, guru ngaji al-Qur’an. Bagaimana pandangan anda (40)
4. Konsep al-Ariyah dan al-Qardl adalah bentuk-bentuk transaksi muamalah yang berorientasi ta’awuniyah. Buatlah dikotomi yang jelas diantara keduanya (10)
5. Salam dan istishna’ adalah akad yang digunakan dalam transaaksi jual beli pesanan. Bagaimana operasionalnya dalam perbankan syaria dan berikan contoh (30)
6. Jelaskan aplikasi produk tabungan dengan akad wadi’ah diperbankan syariah. Lengkapi dengan contoh (20)
JAWABAN
1.MACAM-MACAM BAI’ ANTARA LAIN :
1) Bai' al muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar. Jual-beli semacam ini menjiwai semua produk-produk lembaga keuangan yang didasar-kan atas prinsip jual-beli.
2) Bai' al muqayyadah, yaitu jual-beli di mana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter). Aplikasi jual-beli semacam ini dapat dilakukan sebagai jalan keluar bagi transaksi ekspor yang tidak dapat menghasilkan valuta asing (devisa). Karena itu dilaku¬kan pertukaran barang dangan barang yang dinilai dalam valuta asing. Transaksi semacam ini lazim disebut counter trade.
3) Bai' al sharf, yaitu jual-beli atau pertukaran antara satu mata uang asing dengan mata uang asing lain, seperti antara rupiah dengan dolar, dolar dengan yen dan sebagainya. Mata uang asing yang diperjualbelikan itu dapat berupa uang kartal (bank notes) ataupun dalam bentuk uang giral (telegrafic transfer atau mail transfer).
4) Bai' as salam adalah akad jual-beli di mana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati. Bai' as salam biasanya dilakukan untuk produk-produk pertanian jangka pendek.
Sedangkan pembagian jual beli berdasarkan harganya terbagi empat macam;
1) Bai’ al murabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
2) Bai’ al musawamah adalah jual-beli biasa, di mana penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
3) Bai' al muwadha'ah yaitu jual-beli di mana penjual melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau dengan potongan (discount). Penjualan semacam ini biasanya hanya dilakukan untuk barang-barang atau aktiva tetap yang nilai bukunya sudah sangat rendah.
4) Bai’ al-tauliyah, yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan dengan harga yang sama dengan harga pokok barang.
2. Saya sangat setuju sekali atas adanya khiyar ,karena dari sanalah kita bias mengetahui aib yang dimiliki suatu barang agar nantinya penjual dan pembeli tidak ada yang saling dirugikan.
4. ‘Konsepsi keduanya saling ta’awun karena dapat membantu orang lain dan pemilik juga akan dapat manfaat dan keuntungannya sebagaimana pengertiannya;
Ariyah (Pinjaman) yaitu meminjamkan suatu barang dari seseorang kepada orang lain secara cuma-cuma. Para fuqaha’ mendefinisikan ‘ariyah sebagai “pembolehan oleh pemilik akan miliknya untuk dimanfaatkan oleh orang lain dengan tanpa ganti (imbalan)”.begitu pula dengan al qardu
5. OPERASIONAL ISTISHNA’ DI PERBANKAN SYARI’AH
jual beli dimana seorang produsen ditugaskan untuk membuat suatu barang pesanan dari pemesan.
Istishna' sama dengan Salam, yaitu dari segi objek pesanannya yang harus dibuat atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus. Perbedaannya hanya pada system pembayarannya, yaitu Istishna' pembayaran dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir pesanan.
Biasanya digunakan untuk pembiayaan pembangunan gedung ( penyediaan barang yang baru memiliki kriteria-kriteria).
CONTOH :
Seseorang yang ingin membangun atau merenovasi rumah dapat mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu dengan cara bai' istishna'. Dalam akad bai' istishna', bank berlaku sebagai penjual yang menawarkan pembangunan / renovasi rumah. Bank lalu membeli / memberikan dana, misalkan Rp30.000.000,00 secara bertahap. Setelah rumah itu jadi, secara hukum Islam, rumah / atau hasil renovasi rumah itu masih menjadi milik bank dan sampai tahap ini akad istishna' sebenarnya telah selesai. Karena bank tidak ingin memiliki rumah tersebut, bank menjualnya kepada nasabah dengan harga dan eaktu yang disepakati, misalnya Rp39.000.000,00 dengan jangka waktu pembayaran 3 tahun. Dengan demikian bank mendapat keuntungan Rp9.000.000,00.
6.APLIKASI WADI’AH
"Giro WADIAH Bank Muamalat dalam mata uang rupiah maupun valas, pribadi ataupun perusahaan, ditujukan untuk mendukung aktivitas usaha Anda."Dengan sistem WADIAH Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasaba
CONTOH:
Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.
Keuntungan dan Fasilitas :
• Online real time di seluruh kantor Muamalat.
• Penarikan dengan cek dan Bilyet Giro Muamalat
Persyaratan :
• Setoran awal minimal Rp. 500.000,- atau USD 500
• mengisi formulir pembukaan
• melampirkan copy identitas diri dan NPWP.
AKAD TALANGAN HAJI
Pembiayaan talangan haji adalah pinjaman (qardh) dari bank syariah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana guna memperoleh kursi (seat) haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji). Dana talangan ini dijamin dengan deposit yang dimiliki nasabah.
Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Atas jasa peminjaman dana talangan ini, bank syariah memperoleh imbalan (fee/ujrah) yang besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan.
Dasar fikihnya adalah akad qardh wa ijarah, sesuai Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 tanggal 26 Juni 2002 tentang biaya pengurusan haji oleh LKS (lembaga keuangan syariah). Jadi akad qardh wa ijarah adalah gabungan dua akad, yaitu akadqardh (pinjaman) dengan akad ijarah (jasa).
Menurut kami, akad qardh wa ijarah tidak sah menjadi dasar pembiayaan talangan haji, karena dalil yang digunakan tak sesuai untuk membolehkan akad qardh wa ijarah. Sebab dalil yang ada hanya membolehkan qardh dan ijarah secara terpisah. Tak ada satupun dalil yang membolehkan qardh dan ijarah secara bersamaan dalam satu akad.
Dalam akad qardh wa ijarah, obyek akadnya adalah jasa qardh dengan mensyaratkan tambahan imbalan. Ini tidak boleh, sebab setiap qardh (pinjaman) yang mensyaratkan tambahan adalah riba, meski besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan. Kaidah fikih menyebutkan : Kullu qardhin syaratha fiihi an yazidahu fahuwa haram bighairi khilaf.(Setiap pinjaman yang mensyaratkan tambahan hukumnya haram tanpa ada perbedaan pendapat). (M. Sa’id Burnu, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyah, 8/484).
Jadi, pembiayaan talangan haji hukumnya haram. Sebab fatwa DSN tentang akad qardh wa ijarah yang mendasarinya tidak sah secara syar’i. Dengan kata lain, fatwa DSN mengenai qardh wa ijarah menurut kami keliru dan tidak halal diamalkan.
Jawablah diantara pilihan sosl-soal berikut dengan baik dan benar
1. Sebutkan macam-macam bai’ dan berikan uraian masing-masing (20)
2. Ada statemen yang mengatakan bahwa khiyar adalah bentuk perlindungan Islam terhadap konsumen agar tidak terjadi gharar dalam transaksi muamalah. Bagaimana dalam perspektif anda. Jelaskan dengan nalar yang baik dan benar (20)
3. Berikan penjelasan pendapat salah satu ulama berkaitan dengan adanya ujrah terhadap tugas sebagai imam, khatib, da’i, guru ngaji al-Qur’an. Bagaimana pandangan anda (40)
4. Konsep al-Ariyah dan al-Qardl adalah bentuk-bentuk transaksi muamalah yang berorientasi ta’awuniyah. Buatlah dikotomi yang jelas diantara keduanya (10)
5. Salam dan istishna’ adalah akad yang digunakan dalam transaaksi jual beli pesanan. Bagaimana operasionalnya dalam perbankan syaria dan berikan contoh (30)
6. Jelaskan aplikasi produk tabungan dengan akad wadi’ah diperbankan syariah. Lengkapi dengan contoh (20)
JAWABAN
1.MACAM-MACAM BAI’ ANTARA LAIN :
1) Bai' al muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar. Jual-beli semacam ini menjiwai semua produk-produk lembaga keuangan yang didasar-kan atas prinsip jual-beli.
2) Bai' al muqayyadah, yaitu jual-beli di mana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter). Aplikasi jual-beli semacam ini dapat dilakukan sebagai jalan keluar bagi transaksi ekspor yang tidak dapat menghasilkan valuta asing (devisa). Karena itu dilaku¬kan pertukaran barang dangan barang yang dinilai dalam valuta asing. Transaksi semacam ini lazim disebut counter trade.
3) Bai' al sharf, yaitu jual-beli atau pertukaran antara satu mata uang asing dengan mata uang asing lain, seperti antara rupiah dengan dolar, dolar dengan yen dan sebagainya. Mata uang asing yang diperjualbelikan itu dapat berupa uang kartal (bank notes) ataupun dalam bentuk uang giral (telegrafic transfer atau mail transfer).
4) Bai' as salam adalah akad jual-beli di mana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati. Bai' as salam biasanya dilakukan untuk produk-produk pertanian jangka pendek.
Sedangkan pembagian jual beli berdasarkan harganya terbagi empat macam;
1) Bai’ al murabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
2) Bai’ al musawamah adalah jual-beli biasa, di mana penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
3) Bai' al muwadha'ah yaitu jual-beli di mana penjual melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau dengan potongan (discount). Penjualan semacam ini biasanya hanya dilakukan untuk barang-barang atau aktiva tetap yang nilai bukunya sudah sangat rendah.
4) Bai’ al-tauliyah, yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan dengan harga yang sama dengan harga pokok barang.
2. Saya sangat setuju sekali atas adanya khiyar ,karena dari sanalah kita bias mengetahui aib yang dimiliki suatu barang agar nantinya penjual dan pembeli tidak ada yang saling dirugikan.
4. ‘Konsepsi keduanya saling ta’awun karena dapat membantu orang lain dan pemilik juga akan dapat manfaat dan keuntungannya sebagaimana pengertiannya;
Ariyah (Pinjaman) yaitu meminjamkan suatu barang dari seseorang kepada orang lain secara cuma-cuma. Para fuqaha’ mendefinisikan ‘ariyah sebagai “pembolehan oleh pemilik akan miliknya untuk dimanfaatkan oleh orang lain dengan tanpa ganti (imbalan)”.begitu pula dengan al qardu
5. OPERASIONAL ISTISHNA’ DI PERBANKAN SYARI’AH
jual beli dimana seorang produsen ditugaskan untuk membuat suatu barang pesanan dari pemesan.
Istishna' sama dengan Salam, yaitu dari segi objek pesanannya yang harus dibuat atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus. Perbedaannya hanya pada system pembayarannya, yaitu Istishna' pembayaran dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir pesanan.
Biasanya digunakan untuk pembiayaan pembangunan gedung ( penyediaan barang yang baru memiliki kriteria-kriteria).
CONTOH :
Seseorang yang ingin membangun atau merenovasi rumah dapat mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu dengan cara bai' istishna'. Dalam akad bai' istishna', bank berlaku sebagai penjual yang menawarkan pembangunan / renovasi rumah. Bank lalu membeli / memberikan dana, misalkan Rp30.000.000,00 secara bertahap. Setelah rumah itu jadi, secara hukum Islam, rumah / atau hasil renovasi rumah itu masih menjadi milik bank dan sampai tahap ini akad istishna' sebenarnya telah selesai. Karena bank tidak ingin memiliki rumah tersebut, bank menjualnya kepada nasabah dengan harga dan eaktu yang disepakati, misalnya Rp39.000.000,00 dengan jangka waktu pembayaran 3 tahun. Dengan demikian bank mendapat keuntungan Rp9.000.000,00.
6.APLIKASI WADI’AH
"Giro WADIAH Bank Muamalat dalam mata uang rupiah maupun valas, pribadi ataupun perusahaan, ditujukan untuk mendukung aktivitas usaha Anda."Dengan sistem WADIAH Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasaba
CONTOH:
Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.
Keuntungan dan Fasilitas :
• Online real time di seluruh kantor Muamalat.
• Penarikan dengan cek dan Bilyet Giro Muamalat
Persyaratan :
• Setoran awal minimal Rp. 500.000,- atau USD 500
• mengisi formulir pembukaan
• melampirkan copy identitas diri dan NPWP.
AKAD TALANGAN HAJI
Pembiayaan talangan haji adalah pinjaman (qardh) dari bank syariah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana guna memperoleh kursi (seat) haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji). Dana talangan ini dijamin dengan deposit yang dimiliki nasabah.
Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Atas jasa peminjaman dana talangan ini, bank syariah memperoleh imbalan (fee/ujrah) yang besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan.
Dasar fikihnya adalah akad qardh wa ijarah, sesuai Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 tanggal 26 Juni 2002 tentang biaya pengurusan haji oleh LKS (lembaga keuangan syariah). Jadi akad qardh wa ijarah adalah gabungan dua akad, yaitu akadqardh (pinjaman) dengan akad ijarah (jasa).
Menurut kami, akad qardh wa ijarah tidak sah menjadi dasar pembiayaan talangan haji, karena dalil yang digunakan tak sesuai untuk membolehkan akad qardh wa ijarah. Sebab dalil yang ada hanya membolehkan qardh dan ijarah secara terpisah. Tak ada satupun dalil yang membolehkan qardh dan ijarah secara bersamaan dalam satu akad.
Dalam akad qardh wa ijarah, obyek akadnya adalah jasa qardh dengan mensyaratkan tambahan imbalan. Ini tidak boleh, sebab setiap qardh (pinjaman) yang mensyaratkan tambahan adalah riba, meski besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan. Kaidah fikih menyebutkan : Kullu qardhin syaratha fiihi an yazidahu fahuwa haram bighairi khilaf.(Setiap pinjaman yang mensyaratkan tambahan hukumnya haram tanpa ada perbedaan pendapat). (M. Sa’id Burnu, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyah, 8/484).
Jadi, pembiayaan talangan haji hukumnya haram. Sebab fatwa DSN tentang akad qardh wa ijarah yang mendasarinya tidak sah secara syar’i. Dengan kata lain, fatwa DSN mengenai qardh wa ijarah menurut kami keliru dan tidak halal diamalkan.
soal dan jawaban uts fiqih muamalah tentang perbankan syari'ah
SOAL DAN JAWABAN UTS
Jawablah diantara pilihan sosl-soal berikut dengan baik dan benar
1. Sebutkan macam-macam bai’ dan berikan uraian masing-masing (20)
2. Ada statemen yang mengatakan bahwa khiyar adalah bentuk perlindungan Islam terhadap konsumen agar tidak terjadi gharar dalam transaksi muamalah. Bagaimana dalam perspektif anda. Jelaskan dengan nalar yang baik dan benar (20)
3. Berikan penjelasan pendapat salah satu ulama berkaitan dengan adanya ujrah terhadap tugas sebagai imam, khatib, da’i, guru ngaji al-Qur’an. Bagaimana pandangan anda (40)
4. Konsep al-Ariyah dan al-Qardl adalah bentuk-bentuk transaksi muamalah yang berorientasi ta’awuniyah. Buatlah dikotomi yang jelas diantara keduanya (10)
5. Salam dan istishna’ adalah akad yang digunakan dalam transaaksi jual beli pesanan. Bagaimana operasionalnya dalam perbankan syaria dan berikan contoh (30)
6. Jelaskan aplikasi produk tabungan dengan akad wadi’ah diperbankan syariah. Lengkapi dengan contoh (20)
JAWABAN
1.MACAM-MACAM BAI’ ANTARA LAIN :
1) Bai' al muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar. Jual-beli semacam ini menjiwai semua produk-produk lembaga keuangan yang didasar-kan atas prinsip jual-beli.
2) Bai' al muqayyadah, yaitu jual-beli di mana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter). Aplikasi jual-beli semacam ini dapat dilakukan sebagai jalan keluar bagi transaksi ekspor yang tidak dapat menghasilkan valuta asing (devisa). Karena itu dilaku¬kan pertukaran barang dangan barang yang dinilai dalam valuta asing. Transaksi semacam ini lazim disebut counter trade.
3) Bai' al sharf, yaitu jual-beli atau pertukaran antara satu mata uang asing dengan mata uang asing lain, seperti antara rupiah dengan dolar, dolar dengan yen dan sebagainya. Mata uang asing yang diperjualbelikan itu dapat berupa uang kartal (bank notes) ataupun dalam bentuk uang giral (telegrafic transfer atau mail transfer).
4) Bai' as salam adalah akad jual-beli di mana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati. Bai' as salam biasanya dilakukan untuk produk-produk pertanian jangka pendek.
Sedangkan pembagian jual beli berdasarkan harganya terbagi empat macam;
1) Bai’ al murabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
2) Bai’ al musawamah adalah jual-beli biasa, di mana penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
3) Bai' al muwadha'ah yaitu jual-beli di mana penjual melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau dengan potongan (discount). Penjualan semacam ini biasanya hanya dilakukan untuk barang-barang atau aktiva tetap yang nilai bukunya sudah sangat rendah.
4) Bai’ al-tauliyah, yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan dengan harga yang sama dengan harga pokok barang.
2. Saya sangat setuju sekali atas adanya khiyar ,karena dari sanalah kita bias mengetahui aib yang dimiliki suatu barang agar nantinya penjual dan pembeli tidak ada yang saling dirugikan.
4. ‘Konsepsi keduanya saling ta’awun karena dapat membantu orang lain dan pemilik juga akan dapat manfaat dan keuntungannya sebagaimana pengertiannya;
Ariyah (Pinjaman) yaitu meminjamkan suatu barang dari seseorang kepada orang lain secara cuma-cuma. Para fuqaha’ mendefinisikan ‘ariyah sebagai “pembolehan oleh pemilik akan miliknya untuk dimanfaatkan oleh orang lain dengan tanpa ganti (imbalan)”.begitu pula dengan al qardu
5. OPERASIONAL ISTISHNA’ DI PERBANKAN SYARI’AH
jual beli dimana seorang produsen ditugaskan untuk membuat suatu barang pesanan dari pemesan.
Istishna' sama dengan Salam, yaitu dari segi objek pesanannya yang harus dibuat atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus. Perbedaannya hanya pada system pembayarannya, yaitu Istishna' pembayaran dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir pesanan.
Biasanya digunakan untuk pembiayaan pembangunan gedung ( penyediaan barang yang baru memiliki kriteria-kriteria).
CONTOH :
Seseorang yang ingin membangun atau merenovasi rumah dapat mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu dengan cara bai' istishna'. Dalam akad bai' istishna', bank berlaku sebagai penjual yang menawarkan pembangunan / renovasi rumah. Bank lalu membeli / memberikan dana, misalkan Rp30.000.000,00 secara bertahap. Setelah rumah itu jadi, secara hukum Islam, rumah / atau hasil renovasi rumah itu masih menjadi milik bank dan sampai tahap ini akad istishna' sebenarnya telah selesai. Karena bank tidak ingin memiliki rumah tersebut, bank menjualnya kepada nasabah dengan harga dan eaktu yang disepakati, misalnya Rp39.000.000,00 dengan jangka waktu pembayaran 3 tahun. Dengan demikian bank mendapat keuntungan Rp9.000.000,00.
6.APLIKASI WADI’AH
"Giro WADIAH Bank Muamalat dalam mata uang rupiah maupun valas, pribadi ataupun perusahaan, ditujukan untuk mendukung aktivitas usaha Anda."Dengan sistem WADIAH Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasaba
CONTOH:
Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.
Keuntungan dan Fasilitas :
• Online real time di seluruh kantor Muamalat.
• Penarikan dengan cek dan Bilyet Giro Muamalat
Persyaratan :
• Setoran awal minimal Rp. 500.000,- atau USD 500
• mengisi formulir pembukaan
• melampirkan copy identitas diri dan NPWP.
AKAD TALANGAN HAJI
Pembiayaan talangan haji adalah pinjaman (qardh) dari bank syariah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana guna memperoleh kursi (seat) haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji). Dana talangan ini dijamin dengan deposit yang dimiliki nasabah.
Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Atas jasa peminjaman dana talangan ini, bank syariah memperoleh imbalan (fee/ujrah) yang besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan.
Dasar fikihnya adalah akad qardh wa ijarah, sesuai Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 tanggal 26 Juni 2002 tentang biaya pengurusan haji oleh LKS (lembaga keuangan syariah). Jadi akad qardh wa ijarah adalah gabungan dua akad, yaitu akadqardh (pinjaman) dengan akad ijarah (jasa).
Menurut kami, akad qardh wa ijarah tidak sah menjadi dasar pembiayaan talangan haji, karena dalil yang digunakan tak sesuai untuk membolehkan akad qardh wa ijarah. Sebab dalil yang ada hanya membolehkan qardh dan ijarah secara terpisah. Tak ada satupun dalil yang membolehkan qardh dan ijarah secara bersamaan dalam satu akad.
Dalam akad qardh wa ijarah, obyek akadnya adalah jasa qardh dengan mensyaratkan tambahan imbalan. Ini tidak boleh, sebab setiap qardh (pinjaman) yang mensyaratkan tambahan adalah riba, meski besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan. Kaidah fikih menyebutkan : Kullu qardhin syaratha fiihi an yazidahu fahuwa haram bighairi khilaf.(Setiap pinjaman yang mensyaratkan tambahan hukumnya haram tanpa ada perbedaan pendapat). (M. Sa’id Burnu, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyah, 8/484).
Jadi, pembiayaan talangan haji hukumnya haram. Sebab fatwa DSN tentang akad qardh wa ijarah yang mendasarinya tidak sah secara syar’i. Dengan kata lain, fatwa DSN mengenai qardh wa ijarah menurut kami keliru dan tidak halal diamalkan.
Jawablah diantara pilihan sosl-soal berikut dengan baik dan benar
1. Sebutkan macam-macam bai’ dan berikan uraian masing-masing (20)
2. Ada statemen yang mengatakan bahwa khiyar adalah bentuk perlindungan Islam terhadap konsumen agar tidak terjadi gharar dalam transaksi muamalah. Bagaimana dalam perspektif anda. Jelaskan dengan nalar yang baik dan benar (20)
3. Berikan penjelasan pendapat salah satu ulama berkaitan dengan adanya ujrah terhadap tugas sebagai imam, khatib, da’i, guru ngaji al-Qur’an. Bagaimana pandangan anda (40)
4. Konsep al-Ariyah dan al-Qardl adalah bentuk-bentuk transaksi muamalah yang berorientasi ta’awuniyah. Buatlah dikotomi yang jelas diantara keduanya (10)
5. Salam dan istishna’ adalah akad yang digunakan dalam transaaksi jual beli pesanan. Bagaimana operasionalnya dalam perbankan syaria dan berikan contoh (30)
6. Jelaskan aplikasi produk tabungan dengan akad wadi’ah diperbankan syariah. Lengkapi dengan contoh (20)
JAWABAN
1.MACAM-MACAM BAI’ ANTARA LAIN :
1) Bai' al muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar. Jual-beli semacam ini menjiwai semua produk-produk lembaga keuangan yang didasar-kan atas prinsip jual-beli.
2) Bai' al muqayyadah, yaitu jual-beli di mana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter). Aplikasi jual-beli semacam ini dapat dilakukan sebagai jalan keluar bagi transaksi ekspor yang tidak dapat menghasilkan valuta asing (devisa). Karena itu dilaku¬kan pertukaran barang dangan barang yang dinilai dalam valuta asing. Transaksi semacam ini lazim disebut counter trade.
3) Bai' al sharf, yaitu jual-beli atau pertukaran antara satu mata uang asing dengan mata uang asing lain, seperti antara rupiah dengan dolar, dolar dengan yen dan sebagainya. Mata uang asing yang diperjualbelikan itu dapat berupa uang kartal (bank notes) ataupun dalam bentuk uang giral (telegrafic transfer atau mail transfer).
4) Bai' as salam adalah akad jual-beli di mana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati. Bai' as salam biasanya dilakukan untuk produk-produk pertanian jangka pendek.
Sedangkan pembagian jual beli berdasarkan harganya terbagi empat macam;
1) Bai’ al murabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
2) Bai’ al musawamah adalah jual-beli biasa, di mana penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
3) Bai' al muwadha'ah yaitu jual-beli di mana penjual melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau dengan potongan (discount). Penjualan semacam ini biasanya hanya dilakukan untuk barang-barang atau aktiva tetap yang nilai bukunya sudah sangat rendah.
4) Bai’ al-tauliyah, yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan dengan harga yang sama dengan harga pokok barang.
2. Saya sangat setuju sekali atas adanya khiyar ,karena dari sanalah kita bias mengetahui aib yang dimiliki suatu barang agar nantinya penjual dan pembeli tidak ada yang saling dirugikan.
4. ‘Konsepsi keduanya saling ta’awun karena dapat membantu orang lain dan pemilik juga akan dapat manfaat dan keuntungannya sebagaimana pengertiannya;
Ariyah (Pinjaman) yaitu meminjamkan suatu barang dari seseorang kepada orang lain secara cuma-cuma. Para fuqaha’ mendefinisikan ‘ariyah sebagai “pembolehan oleh pemilik akan miliknya untuk dimanfaatkan oleh orang lain dengan tanpa ganti (imbalan)”.begitu pula dengan al qardu
5. OPERASIONAL ISTISHNA’ DI PERBANKAN SYARI’AH
jual beli dimana seorang produsen ditugaskan untuk membuat suatu barang pesanan dari pemesan.
Istishna' sama dengan Salam, yaitu dari segi objek pesanannya yang harus dibuat atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus. Perbedaannya hanya pada system pembayarannya, yaitu Istishna' pembayaran dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir pesanan.
Biasanya digunakan untuk pembiayaan pembangunan gedung ( penyediaan barang yang baru memiliki kriteria-kriteria).
CONTOH :
Seseorang yang ingin membangun atau merenovasi rumah dapat mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu dengan cara bai' istishna'. Dalam akad bai' istishna', bank berlaku sebagai penjual yang menawarkan pembangunan / renovasi rumah. Bank lalu membeli / memberikan dana, misalkan Rp30.000.000,00 secara bertahap. Setelah rumah itu jadi, secara hukum Islam, rumah / atau hasil renovasi rumah itu masih menjadi milik bank dan sampai tahap ini akad istishna' sebenarnya telah selesai. Karena bank tidak ingin memiliki rumah tersebut, bank menjualnya kepada nasabah dengan harga dan eaktu yang disepakati, misalnya Rp39.000.000,00 dengan jangka waktu pembayaran 3 tahun. Dengan demikian bank mendapat keuntungan Rp9.000.000,00.
6.APLIKASI WADI’AH
"Giro WADIAH Bank Muamalat dalam mata uang rupiah maupun valas, pribadi ataupun perusahaan, ditujukan untuk mendukung aktivitas usaha Anda."Dengan sistem WADIAH Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasaba
CONTOH:
Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.
Keuntungan dan Fasilitas :
• Online real time di seluruh kantor Muamalat.
• Penarikan dengan cek dan Bilyet Giro Muamalat
Persyaratan :
• Setoran awal minimal Rp. 500.000,- atau USD 500
• mengisi formulir pembukaan
• melampirkan copy identitas diri dan NPWP.
AKAD TALANGAN HAJI
Pembiayaan talangan haji adalah pinjaman (qardh) dari bank syariah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana guna memperoleh kursi (seat) haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji). Dana talangan ini dijamin dengan deposit yang dimiliki nasabah.
Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Atas jasa peminjaman dana talangan ini, bank syariah memperoleh imbalan (fee/ujrah) yang besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan.
Dasar fikihnya adalah akad qardh wa ijarah, sesuai Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 tanggal 26 Juni 2002 tentang biaya pengurusan haji oleh LKS (lembaga keuangan syariah). Jadi akad qardh wa ijarah adalah gabungan dua akad, yaitu akadqardh (pinjaman) dengan akad ijarah (jasa).
Menurut kami, akad qardh wa ijarah tidak sah menjadi dasar pembiayaan talangan haji, karena dalil yang digunakan tak sesuai untuk membolehkan akad qardh wa ijarah. Sebab dalil yang ada hanya membolehkan qardh dan ijarah secara terpisah. Tak ada satupun dalil yang membolehkan qardh dan ijarah secara bersamaan dalam satu akad.
Dalam akad qardh wa ijarah, obyek akadnya adalah jasa qardh dengan mensyaratkan tambahan imbalan. Ini tidak boleh, sebab setiap qardh (pinjaman) yang mensyaratkan tambahan adalah riba, meski besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan. Kaidah fikih menyebutkan : Kullu qardhin syaratha fiihi an yazidahu fahuwa haram bighairi khilaf.(Setiap pinjaman yang mensyaratkan tambahan hukumnya haram tanpa ada perbedaan pendapat). (M. Sa’id Burnu, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyah, 8/484).
Jadi, pembiayaan talangan haji hukumnya haram. Sebab fatwa DSN tentang akad qardh wa ijarah yang mendasarinya tidak sah secara syar’i. Dengan kata lain, fatwa DSN mengenai qardh wa ijarah menurut kami keliru dan tidak halal diamalkan.
makro ekonomi tentang isu globalisasi
Benang merah yang mudah-mudahan jelas terlihat dalam seluruh pembahasan yang dilakukan dalam makalah ini adalah bahwa masa depan akan penuh dengan berbagai tantangan yang bermuara pada manajemen perubahan. Ada yang dapat diperkirakan dan diramalkan sebelumnya dengan mengamati kecenderungan-kecenderungan yang terjadi sebagai fenomena internasional,baik tingkat regional,subregional,maupun tingkat nasional. Akibatnya sangat mungkin timbul beraneka ragam tantangan yang tidak dapat diperkirakan atau diduga sebelumnya dan itu berarti menimbulkan kejutan.
1. ISU-ISU GLOBALISASI
A. Bentuk dan jenis berbagai tantangan di masa depan
Ada beberapa sorotan yang penting ketika membahas masalah globalisasi dan tantangan dimasa depan ,di antaranya:
a. Faktor-faktor terjadinya perubahan
b. Dampak globalisasi ekonomi
c. Berbagai tantangan pada tingkat nasional (Prof.DR.Sondang P.Siagian, 1998:215)
a). Faktor-faktor pemicu terjadinya perubahan
pertama, Perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat antara lain,terjadi karena:
1. Semua ilmuan yang pernah hidup sepanjang sejarah umat manusia 90% di antaranya masih hidup dewasa ini;
2. Makin rumitnya permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia menuntut para ilmuan untuk mencari,menemukan dan mengembangkan teori ilmuan baru untuk diterapkan dan memecahkan berbagai masalah baru tersebut;
3. Timbulnya tuntutan baru agar dalam permasalahan berbagai permasalahan yang dihadapi digunakan teori yang di dasarkan pada disiplin ilmu yang spesialistik;
4. Usia suatu teori yang mungkin menjadi sangat singkat karena temuan-temuan ilmiah yang baru. (Prof.DR.Sondang P.Siagian, 1998:216)
Kedua, Perkembangan tekhnologi terjadi dengan kepesatan yang belum pernah di alami oleh umat manusia sebelumnya,perkembangan tekhnologi bukan hanya berlangsung dengan pesat ,melainkan juga sangat pervasif,yaitutidak lagi segi penghidupan yang tidak di sentuh oleh dampak tekhnologi ,baik secara positif dan negatif.
Ketiga, Terjadinya proses demokratisasi dalam bidang politik supremasi hukum dan ekonomi yang mengemuka dalam bentuk tuntutan yang makin kuat dikalangan masyarakat agar berbagai haknya ,terutama yang bersifat asasi,diakui,dihargai,dan dikaitkan pula dengan pengakuan atas harkat dan martabat manusia sebagai insan yang terhormat.
1. Keempat, berkat perkembangan dan terobosan tekhnologi yang melahirkan rev olusi transfformasi ,revolusi komonikasi,revolusi informasi,dunia terasa semakin kecil sehingga di sebut suatu desa global.yang mau tidak mau masyarakat bangsa semakin terbuka. Salah satu konsekuensinya adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya yang di anut. (Prof.DR.Sondang P.Siagian, 1998:216-217 )
b). Dampak globalisasi ekonomi
Dengan berakhirnya perang dingin,runtuhnya tembok Berlin,jatuhnya pemerintah negara yang berhaluan komonis di Eropa timur ,dan bubarnya Uni Soviet sebagai suatu negara tampaknya mendorong makin besarnya daya tarik penyelenggaraan kegiatan ekonomi berdasarkan mekanisme pasar sebagai wahana untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.Daya tarik tersebut mengejawantahkan dalam paling sedikit empat fenomina ekonomi. (Prof.DR.Sondang P.Siagian, 1998:219 )
Pertama, Timbulnya kesadaran yang makin besar dimasyarakat dunia bahwa banyak permasalahan ekonomi di dunia,seperti kemiskinan dan jurang pemisah antara negara industri maju dan negara dunia ketiga,yang hanya dapat dipecahkan melalui pendekatan global pula. Kesadaran demikian ternyata mendorong kerja sama ekonomi yang bersifat multilateral.
Kedua, makin kuatnya resonansi pandangan bahwa pendekatan ideologi dan politik bukan merupakan pendekatan yang paling efektif ,untuk menanggulangi berbagai permasalahan ekonomi,melainkan dengan pembangunan ekonomi dan menyerahkan percaturan ekonomipada mekanisme pasar.
Ketiga, kerja sama ekonomi multilateral dirasakan masih perlu di lengkapi dengan kerja sama yang regional dan subregional seperti terbukti dengan makin maraknya kerja sama yang terdapat semua di bagian dunia.
Keempat, keberadaan korporasi multinasional,baik yang berasal dari negara industri maju maupun yang basis operasinya terdapat di negara yang sedang berkembang. (Prof.DR.Sondang P.Siagian, 1998:219 )
C). Tantangan pada tingkat nasional
Dapat di pastikan bahwa perkembangan politik ,ekonomi,budaya,regional,subregional mempunyai resonansi dan gaung yang kuat pada tingkat nasional diantaranya:
1. Partisipasi dalam mengatasi pengangguran ,baik yang terbuka ,terselubung,maupun musiman melalui perluasan kesempatan kerja;
2. Peningkatan mutu hidup yang dimulai dari peningkatan taraf hidup rakyat banyak;
3. Penerapan norma-norma moraldan etika dalam interaksi degan berbagai pihak,
4. Penunaian kewajiban organisasi sosial ,termasuk kepedulian pada kelestarian lingkungan hidup ,
5. Keaneka ragaman tenaga kerja ,terutama karena makin banyaknya wanita yang memasuki lapangan pekerjaan,dan banyaknya anak di bawah umur yang bekerja meskipun dilarang dalam perundang-undangan,dampak perkembangan ilmu pegetahuan dan tekhnologi dan,
6 . Kejutan lain yang tak dapat diramalkan sebelumnya. (Prof.DR.Sondang
P.Siagian,1998:220 )
2. INTERNATIONAL MONETARY FUND (IMF)
Para anggota IMF menggambarkan peran lembaga ini adalah untuk memajukan hubungan-hubungan perdagangan antar negara dengan cara menyediakan dana-dana pinjaman jangka pendek kepada negara-negara yang mengalami devisit neraca pembayaran. Perannya mulai menonjol sejak pertengahan tahun 1960-an, namun sempat goyah ketika pada tahun 1971. (Roem Topati ,1999:92)
Pasal-pasal persetujuan IMF mengatur antara lain yang penting stuktur organisasi, dan tata kerjanya, terdiri dari dewan gubernur ( Badan Pembuat keputusan, biasanya adalah para menteri keuangan atau gubernur bank central dari semua negara anggota bersidang setahun sekali), komite ttetap (Badan penasehat tingkat mentri bagi dewan gubernur, beranggotakan mentri-mentri ekonomi dan keuangan dari semua negara anggota, bersidang dua kali setahun), dewan eksekutif ( badan palaksana yang ditunjuk dan dipilih oleh dewan gubernur, terdiri dari 22 orang anggota yang berkedudukan di markas besar IMF di Washington bersidang tiga kali seminggu), dan direktur pengelola (pimpinan pelaksana harian yang dipilih dari dewan eksekutif dan bertugas sebagai ketua serta penghubung antara dewan gubernur, komite tetap dan dewan eksekutif) . (Roem Topati ,1999:92)
1. ISU-ISU GLOBALISASI
A. Bentuk dan jenis berbagai tantangan di masa depan
Ada beberapa sorotan yang penting ketika membahas masalah globalisasi dan tantangan dimasa depan ,di antaranya:
a. Faktor-faktor terjadinya perubahan
b. Dampak globalisasi ekonomi
c. Berbagai tantangan pada tingkat nasional (Prof.DR.Sondang P.Siagian, 1998:215)
a). Faktor-faktor pemicu terjadinya perubahan
pertama, Perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat antara lain,terjadi karena:
1. Semua ilmuan yang pernah hidup sepanjang sejarah umat manusia 90% di antaranya masih hidup dewasa ini;
2. Makin rumitnya permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia menuntut para ilmuan untuk mencari,menemukan dan mengembangkan teori ilmuan baru untuk diterapkan dan memecahkan berbagai masalah baru tersebut;
3. Timbulnya tuntutan baru agar dalam permasalahan berbagai permasalahan yang dihadapi digunakan teori yang di dasarkan pada disiplin ilmu yang spesialistik;
4. Usia suatu teori yang mungkin menjadi sangat singkat karena temuan-temuan ilmiah yang baru. (Prof.DR.Sondang P.Siagian, 1998:216)
Kedua, Perkembangan tekhnologi terjadi dengan kepesatan yang belum pernah di alami oleh umat manusia sebelumnya,perkembangan tekhnologi bukan hanya berlangsung dengan pesat ,melainkan juga sangat pervasif,yaitutidak lagi segi penghidupan yang tidak di sentuh oleh dampak tekhnologi ,baik secara positif dan negatif.
Ketiga, Terjadinya proses demokratisasi dalam bidang politik supremasi hukum dan ekonomi yang mengemuka dalam bentuk tuntutan yang makin kuat dikalangan masyarakat agar berbagai haknya ,terutama yang bersifat asasi,diakui,dihargai,dan dikaitkan pula dengan pengakuan atas harkat dan martabat manusia sebagai insan yang terhormat.
1. Keempat, berkat perkembangan dan terobosan tekhnologi yang melahirkan rev olusi transfformasi ,revolusi komonikasi,revolusi informasi,dunia terasa semakin kecil sehingga di sebut suatu desa global.yang mau tidak mau masyarakat bangsa semakin terbuka. Salah satu konsekuensinya adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya yang di anut. (Prof.DR.Sondang P.Siagian, 1998:216-217 )
b). Dampak globalisasi ekonomi
Dengan berakhirnya perang dingin,runtuhnya tembok Berlin,jatuhnya pemerintah negara yang berhaluan komonis di Eropa timur ,dan bubarnya Uni Soviet sebagai suatu negara tampaknya mendorong makin besarnya daya tarik penyelenggaraan kegiatan ekonomi berdasarkan mekanisme pasar sebagai wahana untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.Daya tarik tersebut mengejawantahkan dalam paling sedikit empat fenomina ekonomi. (Prof.DR.Sondang P.Siagian, 1998:219 )
Pertama, Timbulnya kesadaran yang makin besar dimasyarakat dunia bahwa banyak permasalahan ekonomi di dunia,seperti kemiskinan dan jurang pemisah antara negara industri maju dan negara dunia ketiga,yang hanya dapat dipecahkan melalui pendekatan global pula. Kesadaran demikian ternyata mendorong kerja sama ekonomi yang bersifat multilateral.
Kedua, makin kuatnya resonansi pandangan bahwa pendekatan ideologi dan politik bukan merupakan pendekatan yang paling efektif ,untuk menanggulangi berbagai permasalahan ekonomi,melainkan dengan pembangunan ekonomi dan menyerahkan percaturan ekonomipada mekanisme pasar.
Ketiga, kerja sama ekonomi multilateral dirasakan masih perlu di lengkapi dengan kerja sama yang regional dan subregional seperti terbukti dengan makin maraknya kerja sama yang terdapat semua di bagian dunia.
Keempat, keberadaan korporasi multinasional,baik yang berasal dari negara industri maju maupun yang basis operasinya terdapat di negara yang sedang berkembang. (Prof.DR.Sondang P.Siagian, 1998:219 )
C). Tantangan pada tingkat nasional
Dapat di pastikan bahwa perkembangan politik ,ekonomi,budaya,regional,subregional mempunyai resonansi dan gaung yang kuat pada tingkat nasional diantaranya:
1. Partisipasi dalam mengatasi pengangguran ,baik yang terbuka ,terselubung,maupun musiman melalui perluasan kesempatan kerja;
2. Peningkatan mutu hidup yang dimulai dari peningkatan taraf hidup rakyat banyak;
3. Penerapan norma-norma moraldan etika dalam interaksi degan berbagai pihak,
4. Penunaian kewajiban organisasi sosial ,termasuk kepedulian pada kelestarian lingkungan hidup ,
5. Keaneka ragaman tenaga kerja ,terutama karena makin banyaknya wanita yang memasuki lapangan pekerjaan,dan banyaknya anak di bawah umur yang bekerja meskipun dilarang dalam perundang-undangan,dampak perkembangan ilmu pegetahuan dan tekhnologi dan,
6 . Kejutan lain yang tak dapat diramalkan sebelumnya. (Prof.DR.Sondang
P.Siagian,1998:220 )
2. INTERNATIONAL MONETARY FUND (IMF)
Para anggota IMF menggambarkan peran lembaga ini adalah untuk memajukan hubungan-hubungan perdagangan antar negara dengan cara menyediakan dana-dana pinjaman jangka pendek kepada negara-negara yang mengalami devisit neraca pembayaran. Perannya mulai menonjol sejak pertengahan tahun 1960-an, namun sempat goyah ketika pada tahun 1971. (Roem Topati ,1999:92)
Pasal-pasal persetujuan IMF mengatur antara lain yang penting stuktur organisasi, dan tata kerjanya, terdiri dari dewan gubernur ( Badan Pembuat keputusan, biasanya adalah para menteri keuangan atau gubernur bank central dari semua negara anggota bersidang setahun sekali), komite ttetap (Badan penasehat tingkat mentri bagi dewan gubernur, beranggotakan mentri-mentri ekonomi dan keuangan dari semua negara anggota, bersidang dua kali setahun), dewan eksekutif ( badan palaksana yang ditunjuk dan dipilih oleh dewan gubernur, terdiri dari 22 orang anggota yang berkedudukan di markas besar IMF di Washington bersidang tiga kali seminggu), dan direktur pengelola (pimpinan pelaksana harian yang dipilih dari dewan eksekutif dan bertugas sebagai ketua serta penghubung antara dewan gubernur, komite tetap dan dewan eksekutif) . (Roem Topati ,1999:92)
manajemen tentang kepemimpinan
MANAJEMEN TENTANG KEPEMIMPINAN ( LEADERSHIP )
K. Kepemimpinan
Menurut stoner kepemimpinan adalah sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas. Ada tiga implikasi penting, pertama, kepemimpinan melibatkan orang lain ( bawahan atau pengikut ), kwalitas seorang pemimpin ditentukan oleh bawahan dalam menerima pengarahan dari pemimpin. Kedua, kepemimpinan merupakan pembagian yang tidak seimbang diantara para pemimpin dan anggota kelompok. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan beberapa dari kegiatan anggota kelompok dan sebaliknya anggota kelompok atau bawahan secara tidak langsung mengarahkan kegiatan pimpinan. Ketiga kepemimpinan disamping dapat mempengaruhi bawahan juga mempunyai pengaruh. Dengan kata lain seorang pimpinan tidak dapat mengatakan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan tapi juga mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintah pemimpin.
L. Pendekatan Studi Kepemimpinan
Untuk mempelajari kepemimpinan menggunakan tiga pendekatan. Pendekatan pertama bahwa kepemimpinan itu tumbuh dari bakat, kedua kepemimpinan tumbuh dari perilaku. Kedua pendekatan diatas berasumsi bahwa seseorang yang memiliki bakat yang cocok atau memperlihatkan perilaku yang sesuai akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok ( organisasi ) apapun yang ia masuki. Pendekatan yang ketiga bersandar pada pandangan situasi ( situasionar perspective ) pandangan ini berasumsi bahwa kondisi yang menentukan efektifitas pemimpin. Efektifitas pemimpin bervareasi menurut situasi tugas yang harus diselesaikan, keterampilan dan pengharapan bawahan lingkungan organisasi dan pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan. Dalam situasi yang berbeda prestasi seorang pemimpin berbeda pula, mungkin lebih baik atau lebih buruk. Pendekatan ini memunculkan pendekatan kontingensi yang menentukan efektifitas situasi gaya pemimpin.
M. Pendekatan Sifat-Sifat Kepemimpinan
Kelompok pertama yang bermaksud menjelaskan tentang aspek kepemimpinan yaitu para teoritis kesifatan. Bahwa pemimpin mempunyai sifat dan cirri tertentu.
Untuk mengenali karakteristik atau ciri pribadi dari para pemimpin, para psikolog mengadakan penelitian. Mereka berpandangan bahwa pemimpin ini dilahirkan bukan dibuat. Secara alamiah bahwa orang yang mempunyai sifat kepemimpinan adalah orang yang lebih agresif. Lebih tegas, dan lebih pandai berbicara dengan orang lain serta lebih mampu dan cepat mengambil keputusan yang akurat. Pandangan ini mempunyai implikasi bahwa jika ciri kepemimpinan dapat dikenali. Maka organisasi akan jauh lebih canggih dalam memilih pemimpin. Hanya orang-orang yang memiliki ciri-ciri kepemimpinan sajalah yang akan menjadi manajer, pejabat dan kedudukan lainnya yang tinggi.
Ukuran dalam pencarian ciri kepemimpinan menggunakan dua pendekatan 1) membandingkan bawahan dengan pemimpin 2) membandingkan ciri pemimpin yang efektif dengan yang tidak efektif.
N. Perilaku Pemimpin
1. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Perilaku pemimpin mempunyai dua aspek yaitu fungsi kepemimpinan (style leadership). Aspek yang pertama yaitu fungsi-fungsi kepemimpinan menekankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Agar berjalan efektif, seseorang harus melakukan dua fungsi utama yaitu : 1) fungsi yang berkaitan dengan pemecahan masalah dan 2) fungsi-fungsi pemeliharaan (pemecahan masalah sosial). Pada fungsi yang pertama meliputi pemberian saran pemesahan dan menawarkan informasi dan pendapat. Sedangkan pada fungsi pemeliharaan kelompok meliputi menyetujui atau memuji orang lain dalam kelompok atau membantu kelompok beroperasi lebih lancar.
2. Gaya-gaya Kepemimpinan
Pada pendekatan yang kedua memusatkan perhatian pada gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan meliputi 1) Gaya dengan orientasi tugas dan 1) Gaya berorientasi dengan karyawan. Pada gaya yang pertama pemimpin mengarahkan dan mengawasi melalui tugas-tugas yang diberikan kepada bawahannya secara tertutup, pada gaya ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Sedangkan gaya yang berorientasi pada karyawan lebih memperhatikan motivasi daripada mengawasi, disini karyawan diajak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan melalui tugas-tugas yang diberikan.
O. Teori X Dan Teori Y Dari McGregor
Douglas McGrogor mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen partisipasi. Konsep ini terkenal karena menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai bergaya kepemimpinan otoriter dan sebaiknya seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih cenderung menyukai gaya kepemimpinan demokratik.
P. Kisi-Kisi Manajerial Dari Blake Dan Mouton
Dua gaya manajemen ini mendasari dua pendekatan pada manajemen yang efektif. Pada gambar dibawah menunjukkan jaringan ( kisi-kisi ) dimana pada sumbu horizontal adalah perhatian terhadap produksi-produski sedang pada sumbu vertical adalah perhatian terhadap orang ( Karyawan ).
Q. Penelitian Di Universitas Ohio State Dan Michigan
Di universitas Ohio State, para peneliti mencoba mempelajari efektifitas dari perilaku kepemimpinan untuk menentukan mana yang paling efektif dari kedua
R. Pendekatan Situasional “ Contingency”
Pendekatan ini menggambarkan tentang gaya kepemimpian yang tergantung pada faktor situasi, karyawan, tugas, organisasi dan variabel lingkungan lainnya.
Mary Parker Follectt mengatakan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kepemimpinan yaitu 1) pemimpin, 2) bawahan 3) Situasi juga pemimpin harus berorientasi pada kelompok.
MAKALAH MANAJEMEN TENTANG KEPEMIMPINAN ( LEADERSHIP )
K. Kepemimpinan
Menurut stoner kepemimpinan adalah sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas. Ada tiga implikasi penting, pertama, kepemimpinan melibatkan orang lain ( bawahan atau pengikut ), kwalitas seorang pemimpin ditentukan oleh bawahan dalam menerima pengarahan dari pemimpin. Kedua, kepemimpinan merupakan pembagian yang tidak seimbang diantara para pemimpin dan anggota kelompok. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan beberapa dari kegiatan anggota kelompok dan sebaliknya anggota kelompok atau bawahan secara tidak langsung mengarahkan kegiatan pimpinan. Ketiga kepemimpinan disamping dapat mempengaruhi bawahan juga mempunyai pengaruh. Dengan kata lain seorang pimpinan tidak dapat mengatakan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan tapi juga mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintah pemimpin.
L. Pendekatan Studi Kepemimpinan
Untuk mempelajari kepemimpinan menggunakan tiga pendekatan. Pendekatan pertama bahwa kepemimpinan itu tumbuh dari bakat, kedua kepemimpinan tumbuh dari perilaku. Kedua pendekatan diatas berasumsi bahwa seseorang yang memiliki bakat yang cocok atau memperlihatkan perilaku yang sesuai akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok ( organisasi ) apapun yang ia masuki. Pendekatan yang ketiga bersandar pada pandangan situasi ( situasionar perspective ) pandangan ini berasumsi bahwa kondisi yang menentukan efektifitas pemimpin. Efektifitas pemimpin bervareasi menurut situasi tugas yang harus diselesaikan, keterampilan dan pengharapan bawahan lingkungan organisasi dan pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan. Dalam situasi yang berbeda prestasi seorang pemimpin berbeda pula, mungkin lebih baik atau lebih buruk. Pendekatan ini memunculkan pendekatan kontingensi yang menentukan efektifitas situasi gaya pemimpin.
M. Pendekatan Sifat-Sifat Kepemimpinan
Kelompok pertama yang bermaksud menjelaskan tentang aspek kepemimpinan yaitu para teoritis kesifatan. Bahwa pemimpin mempunyai sifat dan cirri tertentu.
Untuk mengenali karakteristik atau ciri pribadi dari para pemimpin, para psikolog mengadakan penelitian. Mereka berpandangan bahwa pemimpin ini dilahirkan bukan dibuat. Secara alamiah bahwa orang yang mempunyai sifat kepemimpinan adalah orang yang lebih agresif. Lebih tegas, dan lebih pandai berbicara dengan orang lain serta lebih mampu dan cepat mengambil keputusan yang akurat. Pandangan ini mempunyai implikasi bahwa jika ciri kepemimpinan dapat dikenali. Maka organisasi akan jauh lebih canggih dalam memilih pemimpin. Hanya orang-orang yang memiliki ciri-ciri kepemimpinan sajalah yang akan menjadi manajer, pejabat dan kedudukan lainnya yang tinggi.
Ukuran dalam pencarian ciri kepemimpinan menggunakan dua pendekatan 1) membandingkan bawahan dengan pemimpin 2) membandingkan ciri pemimpin yang efektif dengan yang tidak efektif.
N. Perilaku Pemimpin
1. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Perilaku pemimpin mempunyai dua aspek yaitu fungsi kepemimpinan (style leadership). Aspek yang pertama yaitu fungsi-fungsi kepemimpinan menekankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Agar berjalan efektif, seseorang harus melakukan dua fungsi utama yaitu : 1) fungsi yang berkaitan dengan pemecahan masalah dan 2) fungsi-fungsi pemeliharaan (pemecahan masalah sosial). Pada fungsi yang pertama meliputi pemberian saran pemesahan dan menawarkan informasi dan pendapat. Sedangkan pada fungsi pemeliharaan kelompok meliputi menyetujui atau memuji orang lain dalam kelompok atau membantu kelompok beroperasi lebih lancar.
2. Gaya-gaya Kepemimpinan
Pada pendekatan yang kedua memusatkan perhatian pada gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan meliputi 1) Gaya dengan orientasi tugas dan 1) Gaya berorientasi dengan karyawan. Pada gaya yang pertama pemimpin mengarahkan dan mengawasi melalui tugas-tugas yang diberikan kepada bawahannya secara tertutup, pada gaya ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Sedangkan gaya yang berorientasi pada karyawan lebih memperhatikan motivasi daripada mengawasi, disini karyawan diajak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan melalui tugas-tugas yang diberikan.
O. Teori X Dan Teori Y Dari McGregor
Douglas McGrogor mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen partisipasi. Konsep ini terkenal karena menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai bergaya kepemimpinan otoriter dan sebaiknya seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih cenderung menyukai gaya kepemimpinan demokratik.
P. Kisi-Kisi Manajerial Dari Blake Dan Mouton
Dua gaya manajemen ini mendasari dua pendekatan pada manajemen yang efektif. Pada gambar dibawah menunjukkan jaringan ( kisi-kisi ) dimana pada sumbu horizontal adalah perhatian terhadap produksi-produski sedang pada sumbu vertical adalah perhatian terhadap orang ( Karyawan ).
Q. Penelitian Di Universitas Ohio State Dan Michigan
Di universitas Ohio State, para peneliti mencoba mempelajari efektifitas dari perilaku kepemimpinan untuk menentukan mana yang paling efektif dari kedua
R. Pendekatan Situasional “ Contingency”
Pendekatan ini menggambarkan tentang gaya kepemimpian yang tergantung pada faktor situasi, karyawan, tugas, organisasi dan variabel lingkungan lainnya.
Mary Parker Follectt mengatakan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kepemimpinan yaitu 1) pemimpin, 2) bawahan 3) Situasi juga pemimpin harus berorientasi pada kelompok.
MAKALAH MANAJEMEN TENTANG KEPEMIMPINAN ( LEADERSHIP )
manajemen keuangan tentang LLC (limited liability company)
LLC (LIMITED LIABILITY COMPANY)
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
”Manajemen Keuangan”
Dosen Pembimbing:
SYA’DULLAH SYAROFI
Disusun Oleh:
FAIZATUL FITRIYAH C04209055
PRODI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta ridhoNya.Tidak lupa shalawat serta salam yang selalu dilimpahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dengan adanya makalah ini, penulis bertujuan agar kami sebagai mahasiswa lebih mengerti dan memahami tentang fungsi bahasa dipandang dari berbagai aspek yang beragam.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan penting dalam pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Bapak Sya’dullah Syarofi selaku dosen pembimbing,
2. Para bapak-ibu dosen fakultas Syari’ah
3. Semua pihak yang telah membantu yang tidak mungkin kami menyebutkannya satu-persatu.
.Penulis telah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dalam berbagai aspek. Adapun penulis hanya mampu berusaha meminimalisirnya sebaik mungkin. Oleh sebab itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah selanjutnya.Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.
Surabaya, 30 Oktober 2010
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Apabila kita ingin membahas hukum perseroan terbatas,maka setidaknya kita bisa memahami apa pengertian dari perseroan terbatas itu sendiri ,struktur organisasinya dan lain sebagainya . perseroan terbatas (LLC) adalah suatu persekutuan untuk menjalankan perusahaan yang mempunyai modal usaha yang terbagi atas beberapa saham yang mana tiap sekutu mengambil bagian banyak saham atau lebih. ( Drs.M.Manullang,1973:39)
Baiklah agar kita dapat mengetahui kesemuanya marilah kita fahami dalam BAB pembahasan selanjutnya .
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud perseroan terbatas?
2. Apa saja struktur organisasi perseroan terbatas?
3. Apa saja jenis-jenis perseroan terbatas terbatas?
4. Apa saja kebaikan dan keburukan perseroan terbatas?
BAB II
PEMBAHASAN
1. pengertian
perseroan terbatas (LLC) adalah suatu persekutuan untuk menjalankan perusahaan yang mempunyai modal usaha yang terbagi atas beberapa saham yang mana tiap sekutu mengambil bagian banyak saham atau lebih. ( Drs.M.Manullang,1973:39)
DASAR HUKUM PERSEROAN TERBATAS (Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007 tenteng perseroan terbatas)
Secara khusus badan usaha perseroan terbatas diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007, yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007. Sebelum UUPT Nomor 1 Tahun 1995 yang diperlakukan sejak 7 maret 1996 (setelah di undangkan) sampai dengan 15 Agustus 2007, UUPT Tahun 1995 tersebut sebagai pengganti ketentuan tentang perseroan terbatas yang di atur dalam KUHD pasal 36 sampai dengan pasal 56 dan segala perubahannya(terakhir dengan UU No.4 Tahun 1971 yang mengubah sistem hak suara para pemegang saham yang di atur dalam pasal 54 KUHD dan ordonansi perseroan Indonesia atas saham Ordonantie op de Indonesische Maatschappij Op Aandeelen (IMA) di undangkan dalam Staatsblad 1993 No.569 Jo 717. (http://click-gtg.blogspot.com/2008/06/status-badan-hukum-perseruan-terbatas.html) di akses pada hari senin 01-11-2010 jam 15:45
PT=SUBYEK HUKUM
PT merupakan perusahaan yang oleh Undang-Undang dinyatakan sebagai badan hukum. Dengan status yang demikian itu, PT menjadi subyek hukum dengan menjadi pendukung hak dan kewajiban, sebagai badan hukum, PT memiliki kedudukan mandiri (Persona Standi In Judicio) yang tidak tergantung pada pemegang sahamnya. Dalam PT hanya organ yang dapat mewakili PT atau perseroan yang menjalanlkan perusahaan. Hal ini berarti PT dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau utang (ia bertindak dengan perantara pengurusnya). Walaupun suatu badan hukum itu bukanlah seorang manusia yang mempunyai pikiran atau kehendak, akan tetapi menurut hukum ia dapat di anggap mempunyai kehendak. Menurut teori yang lezim di anut, kehendak dari persero pengurus yang bertindak atas nama PT, pertanggung jawabannya terletak pada PT dengan semua harta bendanya.
(http://or http://www.google.com/search?ie=UTF8&sourcied=navclien&gfns=1&q=hukum+perseroan+terbatas). Di akses pada hari senin 01-11-2010 jam 15:45
Apabila dalam perusahaan perseorangan,pemilik bertanggung jawab sepenuhnya atas hutang-hutang perusahaan, maka dalam perseroan terbatas tiap sekutu atau pemegang saham hanya bertanggung jawab secara terbatas yaitu untuk menyetor penuh jumlah yang disebutkan dalam tiap-tiap saham saja. Jadi yang dimaksud dengan perkataan terbatas bukanlah modal perseroan sebagai mana menurut pendapat orang banyak .Yang di maksud dengan terbatas adalah pertanggungan jawab tersebut.Jadi denagan perkataan lain ,kreditor-kriditor perseroan terbatas tak dapat langsung menagih pada pemegang-pemegang saham ,melainkan hanya pada perseroan terbatas itu. (Drs.M.Manullang,1973:39)
Dalam undang-undang tidak ditetapkan beberapa orang sedikit-sedikitnya dengan syah dapat mendirikan sebuah perseroan terbatas. Dengan demikian hanya dua orang saja sudah dapat mendirikan sebuah P.T. Tetapi harus di ingat bahwa apabila beberapa orang hendak mendirikan sebuah perseroan terbatas,haruslah mendirikannya dengan membuat sebuah akte notaris. Akte notaris tersebut merupakan akte pendirian,memuat antara lain nama perseroan terbatas. besarnya modal perseroan dll.Akte pendirian ini kemudian dikirim kepada menteri kehakiman untuk di mintai pengesahannya. Apabila kehakiman tidak keberatan terhadap isi akte itu disyahkan umumnya menteri kehakiman baru mengesahkan berdirinya sebuah perseroan terbats apabila akte tersebut memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Tujuan perseroan yang di cantumkan dalam anggaran dasar tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
2. Menyebutkan berapa jumlah modal perseroan.
3. Bahwa para pendiri telah menempatkan sedikit-sedikitnya seperlima dari modal perseroan.
4. Perseroan terbatas berkedudukan di indonesia.
5. Sebelum pengesahan diperoleh seper sepuluh dari modal perseroan harus sudah di setor.
Jadi sebuah perseroan terbatas baru syah berdirinya jikalau didirikan dengan akte notaris,yang mana akte tersebut sudah disetujui oleh mentri kehakiman. (Drs.M.Manullang,1973:40)
2. Struktur organisasi perseroan terbatas
A. DI INDONESIA
Dalam sebuah P.T. di Indonesia kekuasaan yang tertinggi terletak pada para pemegang saham. Para pemegang sahamlah yang memilih direksi dan komisaris-komisaris,dan umumnya para pemegang saham pulalah yang menentukan gaji para direksi.Direksi inilah yang mengadakan hubungan dengan pihak-pihak ketiga,mereka masing-masing atau bersama-sama memegang hak mewakili P.T.,mengadakan perjanjian dan sebagainya selain dari pada itu para direktur inilah memelihara kekayaan P.T., dan merekalah yang mempertanggung jawabkan tentang jalannya perusahaan. (Drs.M.Manullang,1973:45)
Sedangkan struktur organisasinya yaitu:
a. Rapat umum pemegang saham. Hal ini merupakan kekuasaan yang tertinggi dalam jalannya sebuah P.T.,Demikianlah dalam praktek sehari-hari,tetapi KUHD tak banyak memberikan peraturan mengenai rapat umum pemegang saham ini,mengadakan rapat umum sahampun tak diharuskan oleh KUHD kita jadi apakah mengadakan rapat umum pemegang saham tersebut merupakan suatu keharusan atau tidak kita harus melihatnya pada akte pendirian dari P.T. yang bersangkutan.
b. Direksi atau pengurus. Sifat khusus dari sebuah perseroan terbatas jika dibandingkan dengan bentuk-bentuk badan usaha lain ialah bahwa pimpinan dipisahkan dari pemilik.Jadi tidak seperti pada perusahaan perseroan dimana pemilik adalah orang yang sama dengan pengurus. Pemilik suatu perseroan terbatas adalah pemegang saham.Sedangkan pengurus di pegang oleh orang lain,yang berhubungan dengan kecakapannya dan pengetahuannya cocok untuk pemegang jabatan ini.
c. Komisaris. Apakah komosaris ada dalam sebuah P.T.atau tidak harus dilihat dalam akte sebuah perseroan terbatas. Menurut hukum dagang komisaris harus ada,itu harus sudah dicantumkan dalam akte pendirian . Demikian pula tugas komisaris harus d jelaskan dalam akte tersebut.
3. JENIS PERSEROAN TERBATAS
1. Perseroan terbatas umum.
Ialah jenis perseroan terbatas yang kebutuhan modalnya diperoleh dengan menjual surat-surat saham di bursa,ini berarti bahwa siapa sajapun dapat membuli saham dari perseroan yang bersangkutan.
2. Perseroan terbatas perseorangan.
4.KEBAIKAN DAN KEBURUKAN PERSEROAN TERBATAS
1. Tanggung jawab yang terbatas dari pada pemegang saham.
2. Pemilik dan pengusaha adalah terpisah atau sama lain.
3. Mudah dalam mendapatkan modal.
4. Kehidupan sebuah perseroan terbatas lebih terjamin.
5. Terdapatnya efficiency di dalam pimpinan.
Sedangkan keburukannya:
1. Besarnya pajak.
2. Ongkos organisasi yang sangat besar.
3. Ongkos pendirian yang besar.
4. Kesulitan dalam hal pimpinan.
5. Tidak terjaminnya rahasia.
6. Kurangnya perhatian pemegang saham terhadap perusahaan.
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
** perseroan terbatas adalah suatu persekutuan untuk menjalankan perusahaan yang mempunyai modal usaha yang terbagi atas beberapa saham yang mana tiap sekutu mengambil bagian banyak saham atau lebih. ( Drs.M.Manullang,1973:39)
** Struktur organisasi perseroan terbatas yaitu rapat umum pemegang saham,direksi atau pengurus,komisaris.
** jenis-jenis perseroan terbatas antara lain perseroan terbatas umum,perseroan terbatas perseorangan
** kebaikan dan keburukan perseroan terbatas
1. Tanggung jawab yang terbatas dari pada pemegang saham.
2. Pemilik dan pengusaha adalah terpisah atau sama lain.
3. Mudah dalam mendapatkan modal.
4. Kehidupan sebuah perseroan terbatas lebih terjamin.
5. Terdapatnya efficiency di dalam pimpinan.
Sedangkan keburukannya:
1. Besarnya pajak.
2. Ongkos organisasi yang sangat besar.
3. Ongkos pendirian yang besar.
4. Kesulitan dalam hal pimpinan.
5. Tidak terjaminnya rahasia.
6. Kurangnya perhatian pemegang saham terhadap perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Manullang.1973,pengantar ekonomi perusahaan,Ghalia Indonesia.Jakarta
http://or http://www.google.com/search?ie=UTF8&sourcied=navclien&gfns=1&q=hukum+perseroan+terbatas
http://click-gtg.blogspot.com/2008/06/status-badan-hukum-perseruan-terbatas.html
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
”Manajemen Keuangan”
Dosen Pembimbing:
SYA’DULLAH SYAROFI
Disusun Oleh:
FAIZATUL FITRIYAH C04209055
PRODI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta ridhoNya.Tidak lupa shalawat serta salam yang selalu dilimpahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dengan adanya makalah ini, penulis bertujuan agar kami sebagai mahasiswa lebih mengerti dan memahami tentang fungsi bahasa dipandang dari berbagai aspek yang beragam.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan penting dalam pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Bapak Sya’dullah Syarofi selaku dosen pembimbing,
2. Para bapak-ibu dosen fakultas Syari’ah
3. Semua pihak yang telah membantu yang tidak mungkin kami menyebutkannya satu-persatu.
.Penulis telah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dalam berbagai aspek. Adapun penulis hanya mampu berusaha meminimalisirnya sebaik mungkin. Oleh sebab itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah selanjutnya.Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.
Surabaya, 30 Oktober 2010
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Apabila kita ingin membahas hukum perseroan terbatas,maka setidaknya kita bisa memahami apa pengertian dari perseroan terbatas itu sendiri ,struktur organisasinya dan lain sebagainya . perseroan terbatas (LLC) adalah suatu persekutuan untuk menjalankan perusahaan yang mempunyai modal usaha yang terbagi atas beberapa saham yang mana tiap sekutu mengambil bagian banyak saham atau lebih. ( Drs.M.Manullang,1973:39)
Baiklah agar kita dapat mengetahui kesemuanya marilah kita fahami dalam BAB pembahasan selanjutnya .
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud perseroan terbatas?
2. Apa saja struktur organisasi perseroan terbatas?
3. Apa saja jenis-jenis perseroan terbatas terbatas?
4. Apa saja kebaikan dan keburukan perseroan terbatas?
BAB II
PEMBAHASAN
1. pengertian
perseroan terbatas (LLC) adalah suatu persekutuan untuk menjalankan perusahaan yang mempunyai modal usaha yang terbagi atas beberapa saham yang mana tiap sekutu mengambil bagian banyak saham atau lebih. ( Drs.M.Manullang,1973:39)
DASAR HUKUM PERSEROAN TERBATAS (Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007 tenteng perseroan terbatas)
Secara khusus badan usaha perseroan terbatas diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007, yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007. Sebelum UUPT Nomor 1 Tahun 1995 yang diperlakukan sejak 7 maret 1996 (setelah di undangkan) sampai dengan 15 Agustus 2007, UUPT Tahun 1995 tersebut sebagai pengganti ketentuan tentang perseroan terbatas yang di atur dalam KUHD pasal 36 sampai dengan pasal 56 dan segala perubahannya(terakhir dengan UU No.4 Tahun 1971 yang mengubah sistem hak suara para pemegang saham yang di atur dalam pasal 54 KUHD dan ordonansi perseroan Indonesia atas saham Ordonantie op de Indonesische Maatschappij Op Aandeelen (IMA) di undangkan dalam Staatsblad 1993 No.569 Jo 717. (http://click-gtg.blogspot.com/2008/06/status-badan-hukum-perseruan-terbatas.html) di akses pada hari senin 01-11-2010 jam 15:45
PT=SUBYEK HUKUM
PT merupakan perusahaan yang oleh Undang-Undang dinyatakan sebagai badan hukum. Dengan status yang demikian itu, PT menjadi subyek hukum dengan menjadi pendukung hak dan kewajiban, sebagai badan hukum, PT memiliki kedudukan mandiri (Persona Standi In Judicio) yang tidak tergantung pada pemegang sahamnya. Dalam PT hanya organ yang dapat mewakili PT atau perseroan yang menjalanlkan perusahaan. Hal ini berarti PT dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau utang (ia bertindak dengan perantara pengurusnya). Walaupun suatu badan hukum itu bukanlah seorang manusia yang mempunyai pikiran atau kehendak, akan tetapi menurut hukum ia dapat di anggap mempunyai kehendak. Menurut teori yang lezim di anut, kehendak dari persero pengurus yang bertindak atas nama PT, pertanggung jawabannya terletak pada PT dengan semua harta bendanya.
(http://or http://www.google.com/search?ie=UTF8&sourcied=navclien&gfns=1&q=hukum+perseroan+terbatas). Di akses pada hari senin 01-11-2010 jam 15:45
Apabila dalam perusahaan perseorangan,pemilik bertanggung jawab sepenuhnya atas hutang-hutang perusahaan, maka dalam perseroan terbatas tiap sekutu atau pemegang saham hanya bertanggung jawab secara terbatas yaitu untuk menyetor penuh jumlah yang disebutkan dalam tiap-tiap saham saja. Jadi yang dimaksud dengan perkataan terbatas bukanlah modal perseroan sebagai mana menurut pendapat orang banyak .Yang di maksud dengan terbatas adalah pertanggungan jawab tersebut.Jadi denagan perkataan lain ,kreditor-kriditor perseroan terbatas tak dapat langsung menagih pada pemegang-pemegang saham ,melainkan hanya pada perseroan terbatas itu. (Drs.M.Manullang,1973:39)
Dalam undang-undang tidak ditetapkan beberapa orang sedikit-sedikitnya dengan syah dapat mendirikan sebuah perseroan terbatas. Dengan demikian hanya dua orang saja sudah dapat mendirikan sebuah P.T. Tetapi harus di ingat bahwa apabila beberapa orang hendak mendirikan sebuah perseroan terbatas,haruslah mendirikannya dengan membuat sebuah akte notaris. Akte notaris tersebut merupakan akte pendirian,memuat antara lain nama perseroan terbatas. besarnya modal perseroan dll.Akte pendirian ini kemudian dikirim kepada menteri kehakiman untuk di mintai pengesahannya. Apabila kehakiman tidak keberatan terhadap isi akte itu disyahkan umumnya menteri kehakiman baru mengesahkan berdirinya sebuah perseroan terbats apabila akte tersebut memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Tujuan perseroan yang di cantumkan dalam anggaran dasar tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
2. Menyebutkan berapa jumlah modal perseroan.
3. Bahwa para pendiri telah menempatkan sedikit-sedikitnya seperlima dari modal perseroan.
4. Perseroan terbatas berkedudukan di indonesia.
5. Sebelum pengesahan diperoleh seper sepuluh dari modal perseroan harus sudah di setor.
Jadi sebuah perseroan terbatas baru syah berdirinya jikalau didirikan dengan akte notaris,yang mana akte tersebut sudah disetujui oleh mentri kehakiman. (Drs.M.Manullang,1973:40)
2. Struktur organisasi perseroan terbatas
A. DI INDONESIA
Dalam sebuah P.T. di Indonesia kekuasaan yang tertinggi terletak pada para pemegang saham. Para pemegang sahamlah yang memilih direksi dan komisaris-komisaris,dan umumnya para pemegang saham pulalah yang menentukan gaji para direksi.Direksi inilah yang mengadakan hubungan dengan pihak-pihak ketiga,mereka masing-masing atau bersama-sama memegang hak mewakili P.T.,mengadakan perjanjian dan sebagainya selain dari pada itu para direktur inilah memelihara kekayaan P.T., dan merekalah yang mempertanggung jawabkan tentang jalannya perusahaan. (Drs.M.Manullang,1973:45)
Sedangkan struktur organisasinya yaitu:
a. Rapat umum pemegang saham. Hal ini merupakan kekuasaan yang tertinggi dalam jalannya sebuah P.T.,Demikianlah dalam praktek sehari-hari,tetapi KUHD tak banyak memberikan peraturan mengenai rapat umum pemegang saham ini,mengadakan rapat umum sahampun tak diharuskan oleh KUHD kita jadi apakah mengadakan rapat umum pemegang saham tersebut merupakan suatu keharusan atau tidak kita harus melihatnya pada akte pendirian dari P.T. yang bersangkutan.
b. Direksi atau pengurus. Sifat khusus dari sebuah perseroan terbatas jika dibandingkan dengan bentuk-bentuk badan usaha lain ialah bahwa pimpinan dipisahkan dari pemilik.Jadi tidak seperti pada perusahaan perseroan dimana pemilik adalah orang yang sama dengan pengurus. Pemilik suatu perseroan terbatas adalah pemegang saham.Sedangkan pengurus di pegang oleh orang lain,yang berhubungan dengan kecakapannya dan pengetahuannya cocok untuk pemegang jabatan ini.
c. Komisaris. Apakah komosaris ada dalam sebuah P.T.atau tidak harus dilihat dalam akte sebuah perseroan terbatas. Menurut hukum dagang komisaris harus ada,itu harus sudah dicantumkan dalam akte pendirian . Demikian pula tugas komisaris harus d jelaskan dalam akte tersebut.
3. JENIS PERSEROAN TERBATAS
1. Perseroan terbatas umum.
Ialah jenis perseroan terbatas yang kebutuhan modalnya diperoleh dengan menjual surat-surat saham di bursa,ini berarti bahwa siapa sajapun dapat membuli saham dari perseroan yang bersangkutan.
2. Perseroan terbatas perseorangan.
4.KEBAIKAN DAN KEBURUKAN PERSEROAN TERBATAS
1. Tanggung jawab yang terbatas dari pada pemegang saham.
2. Pemilik dan pengusaha adalah terpisah atau sama lain.
3. Mudah dalam mendapatkan modal.
4. Kehidupan sebuah perseroan terbatas lebih terjamin.
5. Terdapatnya efficiency di dalam pimpinan.
Sedangkan keburukannya:
1. Besarnya pajak.
2. Ongkos organisasi yang sangat besar.
3. Ongkos pendirian yang besar.
4. Kesulitan dalam hal pimpinan.
5. Tidak terjaminnya rahasia.
6. Kurangnya perhatian pemegang saham terhadap perusahaan.
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
** perseroan terbatas adalah suatu persekutuan untuk menjalankan perusahaan yang mempunyai modal usaha yang terbagi atas beberapa saham yang mana tiap sekutu mengambil bagian banyak saham atau lebih. ( Drs.M.Manullang,1973:39)
** Struktur organisasi perseroan terbatas yaitu rapat umum pemegang saham,direksi atau pengurus,komisaris.
** jenis-jenis perseroan terbatas antara lain perseroan terbatas umum,perseroan terbatas perseorangan
** kebaikan dan keburukan perseroan terbatas
1. Tanggung jawab yang terbatas dari pada pemegang saham.
2. Pemilik dan pengusaha adalah terpisah atau sama lain.
3. Mudah dalam mendapatkan modal.
4. Kehidupan sebuah perseroan terbatas lebih terjamin.
5. Terdapatnya efficiency di dalam pimpinan.
Sedangkan keburukannya:
1. Besarnya pajak.
2. Ongkos organisasi yang sangat besar.
3. Ongkos pendirian yang besar.
4. Kesulitan dalam hal pimpinan.
5. Tidak terjaminnya rahasia.
6. Kurangnya perhatian pemegang saham terhadap perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Manullang.1973,pengantar ekonomi perusahaan,Ghalia Indonesia.Jakarta
http://or http://www.google.com/search?ie=UTF8&sourcied=navclien&gfns=1&q=hukum+perseroan+terbatas
http://click-gtg.blogspot.com/2008/06/status-badan-hukum-perseruan-terbatas.html
**tokoh-tokoh filsafat islam
TOKOH-TOKOH FILSAFAT ISLAM
A. Tokoh Filsafat Islam, diantranya adalah :
1. Al Ghazali :
Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad Al Ghazali, lahir di Thus, Persi, 1059. karya-karyanya diantaranya adalah Maqasid al Falasifa (Maksud Filsafat) dan Tahasut Al Falasifa (kerancuan filsafat) karya ini menyerang secara sarkasme terhadap filosof. Latar belakangnya adalah kecenderungan para filsafat menjadi pemikir bebas yang cenderung menolak paham Islam dan mengabaikan dasar ritual ibadat yang menurut mereka tidak pantas bagi pencapaian intelektual.
Tahun 1095 Al Ghazali mengalami krisis pribadi, kemudian keluar dari jabatan guru besar sebagian menyebut beliau adalah Rektor Universitas dan meninggalkan Baghdad, kemudian menjalani hidup Sufi dan merantau ke Damaskus, Kairo, Mekah dan Madinah. Setelah berhasil mengatasi krisis, mulai menulis karya Sufistik -Ihya Ulum Al Din (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama), ini adalah kitab moral terbesar dan karya Master Piece-nya. Al Ghazali walaupun Sufi dari literatur tidak tercatat bahwa beliau merupakan anggota salah satu tarekat. Ada tharekat Al Ghazaliyah.. didirikan oleh pengikutnya bukan didirikan oleh Al Ghazali sendiri secara langsung. Al Ghazali dianggap para sarjana latin seperti AL Farabi dan Ibnu Sina sebagai filosof peri-patetik dan Neo Platonis.
2. Al Farabi
Al Farabi adalah filosof terbesar muslim Neo Platonis pertama yang besar dan dijuluki guru kedua (al Muallim Al Tsani) wafat. 950 M. Guru pertAmanya adalah Aristoteles (Al Muallim Al Awwal). Menurut Ibna Sina, bahwa Al Farabilah yang membantu Ibnu Sina memahami ajaran metafisika Aristoteles. Al Farabi lahir di Desa Wasij wilayah Farab - Persia, tahun 870M. Al Farabi juga disebut-sebut sebagai musikus handal. Kitabmusik karyanya Buku Besar Tentang Musik (Kitab Al Musiq Kabir).
3. Ibn Sina
Ibn Sina (980-1037), Ibn Sina adalah filosof dan ahli kedokteran. Sepeti filosof lain pada jamannya ia percaya bahwa manusia punya tubuh dan jiwa. Ibn Sina membagi tiga bagian jiwa manusia : Jiwa alami (nabati), jiwa hewani (hayawani) dan jiwa rasional, Tiap bagiannya mempunyai tujuannya (entelechy) masing-masing dan mengatur daya-daya yang melakukan khusus. Buku-buku karangan Ibn Sina kebanyakan tentang ilmu kedokteran diantaranya yang populer : Al Qanun fi al Tibb (buku kedokteran ditulis 14 jilid, ditulis saat usia 16 tahun).
4. Al-Kindi
Lahir di Kufah sekitar pada tahun (185H/ 801M).
5. Al-Razi
Lahir di Rhogee, dekat dengan Teheran, Ripublik Islam Iran, pada tanggal 1 Sya’ban (251H / 865M).
6. Ibnu Miskawah
Lahir di kota Rayy Iran pada tahun (330H/ 941M) dan wafat di Asfahan pada tanggal 9 Shafar 421H/ 16 Februari 1030M.
7. Ikhwan Al-Shafa
Lahir di tengah-tengah komunitas sunni sekitar abad ke-4 H / 10 M. di Basrah.
8. Ibnu Bajjah
Di lahirkan di Saragossa (Spanyol) pada akhir abad ke-5 H / 11 M.
9. Ibnu Thufail
Lahir di Cadix, propensi Granada Spanyol, pada tahun 506 H/ 1110M.
10. Ibnu Rusyd
Dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510H / 1126M. sekitar lima belas tahun wafatnya Al-Ghazali.
Sumber; Judul Buku: Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya
Karangan: Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, MA.
Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2007.
Judul Buku: Filsafat Umum
Karangan: Muzairi, M, Ag.
Penerbit: Teras, Y
A. Tokoh Filsafat Islam, diantranya adalah :
1. Al Ghazali :
Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad Al Ghazali, lahir di Thus, Persi, 1059. karya-karyanya diantaranya adalah Maqasid al Falasifa (Maksud Filsafat) dan Tahasut Al Falasifa (kerancuan filsafat) karya ini menyerang secara sarkasme terhadap filosof. Latar belakangnya adalah kecenderungan para filsafat menjadi pemikir bebas yang cenderung menolak paham Islam dan mengabaikan dasar ritual ibadat yang menurut mereka tidak pantas bagi pencapaian intelektual.
Tahun 1095 Al Ghazali mengalami krisis pribadi, kemudian keluar dari jabatan guru besar sebagian menyebut beliau adalah Rektor Universitas dan meninggalkan Baghdad, kemudian menjalani hidup Sufi dan merantau ke Damaskus, Kairo, Mekah dan Madinah. Setelah berhasil mengatasi krisis, mulai menulis karya Sufistik -Ihya Ulum Al Din (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama), ini adalah kitab moral terbesar dan karya Master Piece-nya. Al Ghazali walaupun Sufi dari literatur tidak tercatat bahwa beliau merupakan anggota salah satu tarekat. Ada tharekat Al Ghazaliyah.. didirikan oleh pengikutnya bukan didirikan oleh Al Ghazali sendiri secara langsung. Al Ghazali dianggap para sarjana latin seperti AL Farabi dan Ibnu Sina sebagai filosof peri-patetik dan Neo Platonis.
2. Al Farabi
Al Farabi adalah filosof terbesar muslim Neo Platonis pertama yang besar dan dijuluki guru kedua (al Muallim Al Tsani) wafat. 950 M. Guru pertAmanya adalah Aristoteles (Al Muallim Al Awwal). Menurut Ibna Sina, bahwa Al Farabilah yang membantu Ibnu Sina memahami ajaran metafisika Aristoteles. Al Farabi lahir di Desa Wasij wilayah Farab - Persia, tahun 870M. Al Farabi juga disebut-sebut sebagai musikus handal. Kitabmusik karyanya Buku Besar Tentang Musik (Kitab Al Musiq Kabir).
3. Ibn Sina
Ibn Sina (980-1037), Ibn Sina adalah filosof dan ahli kedokteran. Sepeti filosof lain pada jamannya ia percaya bahwa manusia punya tubuh dan jiwa. Ibn Sina membagi tiga bagian jiwa manusia : Jiwa alami (nabati), jiwa hewani (hayawani) dan jiwa rasional, Tiap bagiannya mempunyai tujuannya (entelechy) masing-masing dan mengatur daya-daya yang melakukan khusus. Buku-buku karangan Ibn Sina kebanyakan tentang ilmu kedokteran diantaranya yang populer : Al Qanun fi al Tibb (buku kedokteran ditulis 14 jilid, ditulis saat usia 16 tahun).
4. Al-Kindi
Lahir di Kufah sekitar pada tahun (185H/ 801M).
5. Al-Razi
Lahir di Rhogee, dekat dengan Teheran, Ripublik Islam Iran, pada tanggal 1 Sya’ban (251H / 865M).
6. Ibnu Miskawah
Lahir di kota Rayy Iran pada tahun (330H/ 941M) dan wafat di Asfahan pada tanggal 9 Shafar 421H/ 16 Februari 1030M.
7. Ikhwan Al-Shafa
Lahir di tengah-tengah komunitas sunni sekitar abad ke-4 H / 10 M. di Basrah.
8. Ibnu Bajjah
Di lahirkan di Saragossa (Spanyol) pada akhir abad ke-5 H / 11 M.
9. Ibnu Thufail
Lahir di Cadix, propensi Granada Spanyol, pada tahun 506 H/ 1110M.
10. Ibnu Rusyd
Dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510H / 1126M. sekitar lima belas tahun wafatnya Al-Ghazali.
Sumber; Judul Buku: Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya
Karangan: Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, MA.
Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2007.
Judul Buku: Filsafat Umum
Karangan: Muzairi, M, Ag.
Penerbit: Teras, Y
fungsi uang dalam perekonomian
Secara umum, uang memiliki fungsi sebagai perantara untuk pertukaran barang dengan barang, juga untuk menghindarkan perdagangan dengan cara barter. Secara lebih rinci, fungsi uang dibedalan menjadi dua: fungsi asli dan fungsi turunan.
Fungsi asli uang ada tiga, yaitu sebagai alat tukar, sebagai satuan hitung, dan sebagai penyimpan nilai.
Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat mempermudah pertukaran. Orang yang akan melakukan pertukaran tidak perlu menukarkan dengan barang, tetapi cukup menggunakan uang sebagai alat tukar. Kesulitan-kesulitan pertukaran dengan cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.
Uang juga berfungsi sebagai satuan hitung (unit of account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukan nilai berbagai macam barang/jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa (alat penunjuk harga). Sebagai alat satuan hitung, uang berperan untuk memperlancar pertukaran.
Selain itu, uang berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (valuta) karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang.
Selain ketiga hal di atas, uang juga memiliki fungsi lain yang disebut sebagai fungsi turunan. Fungsi turunan itu antara lain uang sebagai alat pembayaran, sebagai alat pembayaran utang, sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal), dan alat untuk meningkatkan status sosial.
Menurut konsep Ekonomi Islam, uang adalah uang, bukan capital, sementara dalam konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu jelas. Misalnya dalam buku “Money, Interest and Capital” karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai uang dan capital secara bergantian. Sedangkan dalam konsep ekonomi Syariah uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept dan merupakan public goods. Capital bersifat stock concept dan merupakan private goods. Uang yang mengalir adalah public goods, sedangkan yang mengendap merupakan milik seseorang dan menjadi milik pribadi (private good).
Islam, telah lebih dahulu mengenal konsep public goods, sedangkan dalam ekonomi konvensional konsep tersebut baru dikenal pada tahun 1980-an seiring dengan berkembangnya ilmu ekonomi lingkungan yang banyal membicarakan masalah externalities, public goods dan sebagainya. Konsep publics goods tercermin dalam sabda Rasulullah SAW, yakni “Tidaklah kalian berserikat dalam tiga hal, kecuali air, api, dan rumput.”
Persamaan fungsi uang dalam sistem Ekonomi Islam dan Konvensional adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan nilai (unit of account). Perbedaannya adalah ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi motif money demand for speculation, yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi perdagangan. Jauh sebelumnya, Imam al-Ghazali telah memperingatkan bahwa “Memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang.”
Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang yang lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai mejadi komoditi dapat kita rasakan sekarang. “Bubble Gum Economic” telah meletus, dan resesi ekonomi global pun menyapa seluruh dunia
Makalah Kepemimpinan dalam Manajemen Pendidikan
Jul 14, '08 5:03 AM
for everyone
KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN
Oleh: Tono Kartono, S.Pd.
A. Latar Belakang Masalah
Menurut kodrat serta irodatnya bahwa manusia dilahirkan untuk menjadi pemimpin. Sejak Adam diciptakan sebagai manusia pertama dan diturunkan ke Bumi, Ia ditugasi sebagai Khalifah fil ardhi. Sebagaimana termaktub dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat”; “Sesungguhnya Aku akan mengangkat Adam menjadi Khalifah di muka Bumi”.
Menurut Bachtiar Surin yang dikutif oleh Maman Ukas bahwa “Perkataan Khalifah berarti penghubung atau pemimpin yang diserahi untuk menyampaikan atau memimpin sesuatu”.[1]
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa manusia telah dikaruniai sifat dan sekaligus tugas sebagai seorang pemimpin. Pada masa sekarang ini setiap individu sadar akan pentingnya ilmu sebagai petunjuk/alat/panduan untuk memimpin umat manusia yang semakin besar jumlahnya serta komplek persoalannya. Atas dasar kesadaran itulah dan relevan dengan upaya proses pembelajaran yang mewajibkan kepada setiap umat manusia untuk mencari ilmu. Dengan demikian upaya tersebut tidak lepas dengan pendidikan, dan tujuan pendidikan tidak akan tercapai secara optimal tanpa adanya manajemen atau pengelolaan pendidikan yang baik, yang selanjutnya dalam kegiatan manajemen pendidikan diperlukan adanya pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin.
B. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi masalahnya sebagai berikut :
a. Hakikat pemimpin
b. Tipe-tipe kepemimpinan
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan.dalam manajemen pendidikan.
C. Tujuan Penulisan Makalah
Sesuai dengan permasalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penulisan ini diarahkan untuk :
a. Untuk mengetahui hakikat pemimpin
b. Untuk mengetahui tipe-tipe kepemimpinan
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan dalam manajemen pendidikan.
D. Sistematika Penulisan
Sebagai langkah akhir dalam penulisan makalah ini, maka klasifikasi sistematikan penulisannya sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II : Dibahas tentang tinjauan hakikat pemimpin, tipe-tipe kepemimpinan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan dalam manajemen pendidikan.
Bab III : Merupakan bab terakhir dalam penulisan makalah ini yang berisikan tentang kesimpulan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN
A. Hakikat Pemimpin
“Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan.”[2]
Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Pada tahap pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan bimbingan yang jelas, agar bawahan dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
4
Dengan demikian kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama di antara pemimpin dan anggotanya. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan anggota dan juga dapat memberikan pengaruh, dengan kata lain para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, tetapi juga dapat mempengnaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Sehingga terjalin suatu hubungan sosial yang saling berinteraksi antara pemimpin dengan bawahan, yang akhirnya tejadi suatu hubungan timbal balik. Oleh sebab itu bahwa pemimpin diharapakan memiliki kemampuan dalam menjalankan kepemimpinannya, kareana apabila tidak memiliki kemampuan untuk memimpin, maka tujuan yang ingin dicapai tidak akan dapat tercapai secara maksimal.
B. Tipe-Tipe Kepemimpinan
Dalam setiap realitasnya bahwa pemimpin dalam melaksanakan proses kepemimpinannya terjadi adanya suatu permbedaan antara pemimpin yang satu dengan yang lainnya, hal sebagaimana menurut G. R. Terry yang dikutif Maman Ukas, bahwa pendapatnya membagi tipe-tipe kepemimpinan menjadi 6, yaitu :
1. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam system kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan.
2. Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership). Segala sesuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau media non pribadi baik rencana atau perintah juga pengawasan.
3. TIpe kepemimpinan otoriter (autoritotian leadership). Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
4. Tipe kepemimpinan demokratis (democratis leadership). Pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan bersama. Agar setiap anggota turut bertanggung jawab, maka seluruh anggota ikut serta dalam segala kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usahan pencapaian tujuan.
5. Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership). Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti halnya seorang bapak kepada anaknya.
6. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership). Biasanya timbul dari kelompok orang-orang yang informal di mana mungkin mereka berlatih dengan adanya system kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan di antara yang ada dalam kelempok tersebut menurut bidang keahliannya di mana ia ikur berkecimpung.[3]
Selanjutnya menurut Kurt Lewin yang dikutif oleh Maman Ukas mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Otokratis, pemimpin yang demikian bekerja kerang, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
2. Demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang pelaksanaan tujuannya. Agar setiap anggota turut serta dalam setiap kegiatan-kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan.
3. Laissezfaire, pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan diterangkan pada bawahannya, untuk menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif, semua pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para bawahannya, sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat memberikan kesempatan pada para bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan.[4]
Berdasarkan dari pendapat tersebut di atas, bahwa pada kenyataannya tipe kepemimpinan yang otokratis, demokratis, dan laissezfaire, banyak diterapkan oleh para pemimpinnya di dalam berbagai macama organisasi, yang salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Dengan melihat hal tersebut, maka pemimpin di bidang pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan yang sesuai dengan harapan atau tujuan, baik itu harapan dari bawahan, atau dari atasan yang lebih tinggi, posisinya, yang pada akhirnya gaya atau tipe kepemimpinan yang dipakai oleh para pemimpin, terutama dalam bidang pendidikan benar-benar mencerminkan sebagai seorang pemimpinan yang profesional.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pemimpin Dalam Manajemen Pendidikan
Dalam melaksanakan aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut sebagaimana dikemukakan oleh H. Jodeph Reitz (1981) yang dikutif Nanang Fattah, sebagai berikut :
1. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
2. Harapan dan perilaku atasan.
3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.
4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
6. Harapan dan perilaku rekan.[5]
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan manusiawi.
Selanjutnya peranan seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut :
1. Sebagai pelaksana (executive)
2. Sebagai perencana (planner)
3. Sebagai seorangahli (expert)
4. Sebagai mewakili kelompok dalam tindakannya ke luar (external group representative)
5. Sebagai mengawasi hubungan antar anggota-anggota kelompok (controller of internal relationship)
6. Bertindak sebagai pemberi gambaran/pujian atau hukuman (purveyor of rewards and punishments)
7. Bentindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator and mediator)
8. Merupakan bagian dari kelompok (exemplar)
9. Merupakan lambing dari pada kelompok (symbol of the group)
10. Pemegang tanggung jawab para anggota kelompoknya (surrogate for individual responsibility)
11. Sebagai pencipta/memiliki cita-cita (ideologist)
12. Bertindak sebagai seorang aya (father figure)
13. Sebagai kambing hitam (scape goat).[6]
Berdasarkan dari peranan pemimpin tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan harus memiliki peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga bahwa pemimpin memiliki tugas yang embannya, sebagaimana menurut M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut :
1. Menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan keinginan kelompoknya.
2. Dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai.
3. Meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan.[7]
Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas yang harus dilaksanaknya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses di mana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.
Untuk keberhasilan dalam pencapaian suatu tujuan diperlukan seorang pemimpian yang profesional, di mana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin. Di samping itu pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.
Tipe-tipe kepemimpinan pada umumnya adalah tipe kepemimpinan pribadi, Tipe kepemimpinan non pribadi, tipe kepemimpinan otoriter, tipe kepemimpinan demokratis, tipe kepemimpinan paternalistis, tipe kepemimpinan menurut bakat. Disamping tipe-tipe kepemimpinan tersebut juga ada pendapat yang mengemukakan menjadi tiga tipe antara lain : Otokratis, Demokratis, dan Laisezfaire. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pemimpin meliputi ; kepribadian (personality), harapan dan perilaku atasan, karakteristik, kebutuhan tugas, iklim dan kebijakan organisasi, dan harapan dan perilaku rekan. Yang selanjutnya bahwa factor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kesuksesan pemimpin dalam melaksanakan aktivitasnya.
11
Tugas pemimpin dalam kepemimpinannya meliputi ; menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok, dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai, meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan.Pemimpin yang professional adalah pemimpin yang memahami akan tugas dan kewajibannya, serta dapat menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
B. Saran-saran
Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut :
1. Hendaknya para pemimpin, khususnya pemimpin dalam bidang pendidikan dalam melaksanakan aktivitasnya kepemimpinannya dalam mempengaruhi para bawahannya berdasarkan pada kriteria-kriteria kepemimpinan yang baik.
2. Dalam membuat suatu rencana atau manajemen pendidikan hendaknya para pemimpin memahami keadaan atau kemampuan yang dimiliki oleh para bawahannya, dan dalam pembagian pemberian tugas sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
3. Pemimpin hendaknya memahami betul akan tugasnya sebagai seorang pemimpin.
4. Dalam melaksanakan akvititasnya baik pemimpin ataupun yang dipimpin menjalin suatu hubungan kerjsama yang saling mendukung untuk tercapainya tujuan organisasi atau instnasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004).
Burhanuddin, Analisis Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Malang : Bumi Aksara, 1994).
Dadang Sulaeman dan Sunaryo, Psikologi Pendidikan, (Bandung : IKIP Bandung, 1983).
I.Nyoman Bertha, Filsafat dan Teori Pendidikan, (Bandung : FIP IKIP Bandung, 1983).
M. Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Mutiara Sumber-Sumber Benih Kecerdasan, 1981).
Maman Suherman, Pengembangan Sarana Belajar, (Jakarta : Karunia, 1986).
Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa Promo, 1999).
Marsetio Donosepoetro, Manajemen dalam Pengertian dan Pendidikan Berpikir, (Surabaya : 1982).
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996).
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional, (Bandung : Angkasa, 1983).
Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Konteporer, (Bandung : Alfabeta, 2005).
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995.
13
________________________________________
[1] Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa Promo, 1999) h. 253.
[2] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996) h. 88.
[3] Maman Ukas, Op. cit., h. 261-262.
[4] Ibid, h. 262-263.
[5] Nanag Fattah, Op. cit., h. 102..
[6] M. Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Mutiara Sumber-Sumber Benih Kecerdasan, 1981) h. …
[7] Ibid, h. 38-39.
Fungsi asli uang ada tiga, yaitu sebagai alat tukar, sebagai satuan hitung, dan sebagai penyimpan nilai.
Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat mempermudah pertukaran. Orang yang akan melakukan pertukaran tidak perlu menukarkan dengan barang, tetapi cukup menggunakan uang sebagai alat tukar. Kesulitan-kesulitan pertukaran dengan cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.
Uang juga berfungsi sebagai satuan hitung (unit of account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukan nilai berbagai macam barang/jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa (alat penunjuk harga). Sebagai alat satuan hitung, uang berperan untuk memperlancar pertukaran.
Selain itu, uang berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (valuta) karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang.
Selain ketiga hal di atas, uang juga memiliki fungsi lain yang disebut sebagai fungsi turunan. Fungsi turunan itu antara lain uang sebagai alat pembayaran, sebagai alat pembayaran utang, sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal), dan alat untuk meningkatkan status sosial.
Menurut konsep Ekonomi Islam, uang adalah uang, bukan capital, sementara dalam konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu jelas. Misalnya dalam buku “Money, Interest and Capital” karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai uang dan capital secara bergantian. Sedangkan dalam konsep ekonomi Syariah uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept dan merupakan public goods. Capital bersifat stock concept dan merupakan private goods. Uang yang mengalir adalah public goods, sedangkan yang mengendap merupakan milik seseorang dan menjadi milik pribadi (private good).
Islam, telah lebih dahulu mengenal konsep public goods, sedangkan dalam ekonomi konvensional konsep tersebut baru dikenal pada tahun 1980-an seiring dengan berkembangnya ilmu ekonomi lingkungan yang banyal membicarakan masalah externalities, public goods dan sebagainya. Konsep publics goods tercermin dalam sabda Rasulullah SAW, yakni “Tidaklah kalian berserikat dalam tiga hal, kecuali air, api, dan rumput.”
Persamaan fungsi uang dalam sistem Ekonomi Islam dan Konvensional adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan nilai (unit of account). Perbedaannya adalah ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi motif money demand for speculation, yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi perdagangan. Jauh sebelumnya, Imam al-Ghazali telah memperingatkan bahwa “Memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang.”
Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang yang lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai mejadi komoditi dapat kita rasakan sekarang. “Bubble Gum Economic” telah meletus, dan resesi ekonomi global pun menyapa seluruh dunia
Makalah Kepemimpinan dalam Manajemen Pendidikan
Jul 14, '08 5:03 AM
for everyone
KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN
Oleh: Tono Kartono, S.Pd.
A. Latar Belakang Masalah
Menurut kodrat serta irodatnya bahwa manusia dilahirkan untuk menjadi pemimpin. Sejak Adam diciptakan sebagai manusia pertama dan diturunkan ke Bumi, Ia ditugasi sebagai Khalifah fil ardhi. Sebagaimana termaktub dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat”; “Sesungguhnya Aku akan mengangkat Adam menjadi Khalifah di muka Bumi”.
Menurut Bachtiar Surin yang dikutif oleh Maman Ukas bahwa “Perkataan Khalifah berarti penghubung atau pemimpin yang diserahi untuk menyampaikan atau memimpin sesuatu”.[1]
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa manusia telah dikaruniai sifat dan sekaligus tugas sebagai seorang pemimpin. Pada masa sekarang ini setiap individu sadar akan pentingnya ilmu sebagai petunjuk/alat/panduan untuk memimpin umat manusia yang semakin besar jumlahnya serta komplek persoalannya. Atas dasar kesadaran itulah dan relevan dengan upaya proses pembelajaran yang mewajibkan kepada setiap umat manusia untuk mencari ilmu. Dengan demikian upaya tersebut tidak lepas dengan pendidikan, dan tujuan pendidikan tidak akan tercapai secara optimal tanpa adanya manajemen atau pengelolaan pendidikan yang baik, yang selanjutnya dalam kegiatan manajemen pendidikan diperlukan adanya pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin.
B. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi masalahnya sebagai berikut :
a. Hakikat pemimpin
b. Tipe-tipe kepemimpinan
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan.dalam manajemen pendidikan.
C. Tujuan Penulisan Makalah
Sesuai dengan permasalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penulisan ini diarahkan untuk :
a. Untuk mengetahui hakikat pemimpin
b. Untuk mengetahui tipe-tipe kepemimpinan
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan dalam manajemen pendidikan.
D. Sistematika Penulisan
Sebagai langkah akhir dalam penulisan makalah ini, maka klasifikasi sistematikan penulisannya sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II : Dibahas tentang tinjauan hakikat pemimpin, tipe-tipe kepemimpinan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan dalam manajemen pendidikan.
Bab III : Merupakan bab terakhir dalam penulisan makalah ini yang berisikan tentang kesimpulan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN
A. Hakikat Pemimpin
“Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan.”[2]
Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Pada tahap pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan bimbingan yang jelas, agar bawahan dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
4
Dengan demikian kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama di antara pemimpin dan anggotanya. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan anggota dan juga dapat memberikan pengaruh, dengan kata lain para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, tetapi juga dapat mempengnaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Sehingga terjalin suatu hubungan sosial yang saling berinteraksi antara pemimpin dengan bawahan, yang akhirnya tejadi suatu hubungan timbal balik. Oleh sebab itu bahwa pemimpin diharapakan memiliki kemampuan dalam menjalankan kepemimpinannya, kareana apabila tidak memiliki kemampuan untuk memimpin, maka tujuan yang ingin dicapai tidak akan dapat tercapai secara maksimal.
B. Tipe-Tipe Kepemimpinan
Dalam setiap realitasnya bahwa pemimpin dalam melaksanakan proses kepemimpinannya terjadi adanya suatu permbedaan antara pemimpin yang satu dengan yang lainnya, hal sebagaimana menurut G. R. Terry yang dikutif Maman Ukas, bahwa pendapatnya membagi tipe-tipe kepemimpinan menjadi 6, yaitu :
1. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam system kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan.
2. Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership). Segala sesuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau media non pribadi baik rencana atau perintah juga pengawasan.
3. TIpe kepemimpinan otoriter (autoritotian leadership). Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
4. Tipe kepemimpinan demokratis (democratis leadership). Pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan bersama. Agar setiap anggota turut bertanggung jawab, maka seluruh anggota ikut serta dalam segala kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usahan pencapaian tujuan.
5. Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership). Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti halnya seorang bapak kepada anaknya.
6. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership). Biasanya timbul dari kelompok orang-orang yang informal di mana mungkin mereka berlatih dengan adanya system kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan di antara yang ada dalam kelempok tersebut menurut bidang keahliannya di mana ia ikur berkecimpung.[3]
Selanjutnya menurut Kurt Lewin yang dikutif oleh Maman Ukas mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Otokratis, pemimpin yang demikian bekerja kerang, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
2. Demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang pelaksanaan tujuannya. Agar setiap anggota turut serta dalam setiap kegiatan-kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan.
3. Laissezfaire, pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan diterangkan pada bawahannya, untuk menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif, semua pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para bawahannya, sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat memberikan kesempatan pada para bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan.[4]
Berdasarkan dari pendapat tersebut di atas, bahwa pada kenyataannya tipe kepemimpinan yang otokratis, demokratis, dan laissezfaire, banyak diterapkan oleh para pemimpinnya di dalam berbagai macama organisasi, yang salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Dengan melihat hal tersebut, maka pemimpin di bidang pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan yang sesuai dengan harapan atau tujuan, baik itu harapan dari bawahan, atau dari atasan yang lebih tinggi, posisinya, yang pada akhirnya gaya atau tipe kepemimpinan yang dipakai oleh para pemimpin, terutama dalam bidang pendidikan benar-benar mencerminkan sebagai seorang pemimpinan yang profesional.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pemimpin Dalam Manajemen Pendidikan
Dalam melaksanakan aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut sebagaimana dikemukakan oleh H. Jodeph Reitz (1981) yang dikutif Nanang Fattah, sebagai berikut :
1. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
2. Harapan dan perilaku atasan.
3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.
4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
6. Harapan dan perilaku rekan.[5]
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan manusiawi.
Selanjutnya peranan seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut :
1. Sebagai pelaksana (executive)
2. Sebagai perencana (planner)
3. Sebagai seorangahli (expert)
4. Sebagai mewakili kelompok dalam tindakannya ke luar (external group representative)
5. Sebagai mengawasi hubungan antar anggota-anggota kelompok (controller of internal relationship)
6. Bertindak sebagai pemberi gambaran/pujian atau hukuman (purveyor of rewards and punishments)
7. Bentindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator and mediator)
8. Merupakan bagian dari kelompok (exemplar)
9. Merupakan lambing dari pada kelompok (symbol of the group)
10. Pemegang tanggung jawab para anggota kelompoknya (surrogate for individual responsibility)
11. Sebagai pencipta/memiliki cita-cita (ideologist)
12. Bertindak sebagai seorang aya (father figure)
13. Sebagai kambing hitam (scape goat).[6]
Berdasarkan dari peranan pemimpin tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan harus memiliki peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga bahwa pemimpin memiliki tugas yang embannya, sebagaimana menurut M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut :
1. Menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan keinginan kelompoknya.
2. Dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai.
3. Meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan.[7]
Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas yang harus dilaksanaknya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses di mana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.
Untuk keberhasilan dalam pencapaian suatu tujuan diperlukan seorang pemimpian yang profesional, di mana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin. Di samping itu pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.
Tipe-tipe kepemimpinan pada umumnya adalah tipe kepemimpinan pribadi, Tipe kepemimpinan non pribadi, tipe kepemimpinan otoriter, tipe kepemimpinan demokratis, tipe kepemimpinan paternalistis, tipe kepemimpinan menurut bakat. Disamping tipe-tipe kepemimpinan tersebut juga ada pendapat yang mengemukakan menjadi tiga tipe antara lain : Otokratis, Demokratis, dan Laisezfaire. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pemimpin meliputi ; kepribadian (personality), harapan dan perilaku atasan, karakteristik, kebutuhan tugas, iklim dan kebijakan organisasi, dan harapan dan perilaku rekan. Yang selanjutnya bahwa factor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kesuksesan pemimpin dalam melaksanakan aktivitasnya.
11
Tugas pemimpin dalam kepemimpinannya meliputi ; menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok, dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai, meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan.Pemimpin yang professional adalah pemimpin yang memahami akan tugas dan kewajibannya, serta dapat menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
B. Saran-saran
Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut :
1. Hendaknya para pemimpin, khususnya pemimpin dalam bidang pendidikan dalam melaksanakan aktivitasnya kepemimpinannya dalam mempengaruhi para bawahannya berdasarkan pada kriteria-kriteria kepemimpinan yang baik.
2. Dalam membuat suatu rencana atau manajemen pendidikan hendaknya para pemimpin memahami keadaan atau kemampuan yang dimiliki oleh para bawahannya, dan dalam pembagian pemberian tugas sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
3. Pemimpin hendaknya memahami betul akan tugasnya sebagai seorang pemimpin.
4. Dalam melaksanakan akvititasnya baik pemimpin ataupun yang dipimpin menjalin suatu hubungan kerjsama yang saling mendukung untuk tercapainya tujuan organisasi atau instnasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004).
Burhanuddin, Analisis Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Malang : Bumi Aksara, 1994).
Dadang Sulaeman dan Sunaryo, Psikologi Pendidikan, (Bandung : IKIP Bandung, 1983).
I.Nyoman Bertha, Filsafat dan Teori Pendidikan, (Bandung : FIP IKIP Bandung, 1983).
M. Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Mutiara Sumber-Sumber Benih Kecerdasan, 1981).
Maman Suherman, Pengembangan Sarana Belajar, (Jakarta : Karunia, 1986).
Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa Promo, 1999).
Marsetio Donosepoetro, Manajemen dalam Pengertian dan Pendidikan Berpikir, (Surabaya : 1982).
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996).
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional, (Bandung : Angkasa, 1983).
Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Konteporer, (Bandung : Alfabeta, 2005).
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995.
13
________________________________________
[1] Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa Promo, 1999) h. 253.
[2] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996) h. 88.
[3] Maman Ukas, Op. cit., h. 261-262.
[4] Ibid, h. 262-263.
[5] Nanag Fattah, Op. cit., h. 102..
[6] M. Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Mutiara Sumber-Sumber Benih Kecerdasan, 1981) h. …
[7] Ibid, h. 38-39.
=*ushul fiqh tentang qiyas
Qiyas
Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al Qur’an dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain, Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum.[16]
Dengan demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula.
Umpamanya hukum meminum khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam Al Qur’an yaitu hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah Swt:
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Qs.5:90)
Haramnya meminum khamr berdasar illat hukumnya adalah memabukan. Maka setiap minuman yang terdapat di dalamnya illat sama dengan khamar dalam hukumnya maka minuman tersebut adalah haram.[17]
Berhubung qiyas merupakan aktivitas akal, maka beberapa ulama berselisih faham dengan ulama jumhur. Pandangan ulama mengenai qiyas ini terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar hukum pada hal-hal yang tidak jelas nashnya baik dalam Al Qur’an, hadits, pendapat shahabt maupun ijma ulama.
2. Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak menggunakan qiyas. Mazhab Zhahiri tidak mengakui adalanya illat nash dan tidak berusaha mengetahui sasaran dan tujuan nash termasuk menyingkap alasan-alasannya guna menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai dengan illat. Sebaliknya, mereka menetapkan hukum hanya dari teks nash semata.
3. Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang berusaha berbagai hal karena persamaan illat. Bahkan dalam kondisi dan masalah tertentu, kelompok ini menerapkan qiyas sebagai pentakhsih dari keumuman dalil Al Qur’an dan hadits.[18]
Kehujjahan Qiyas
Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat hukum dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syar’i.[19]
Diantara ayat Al Qur’an yang dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah:
“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan. (Qs.59:2)
Dari ayat di atas bahwasanya Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk ‘mengambil pelajaran’, kata I’tibar di sini berarti melewati, melampaui, memindahkan sesuatu kepada yang lainnya. Demikian pula arti qiyas yaitu melampaui suatu hukum dari pokok kepada cabang maka menjadi (hukum) yang diperintahkan. Hal yang diperintahkan ini mesti diamalkan. Karena dua kata tadi ‘i’tibar dan qiyas’ memiliki pengertian melewati dan melampaui.[20]
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Qs.4:59)
Ayat di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan ‘kembali kepada Allah dan Rasul’ (dalam masalah khilafiyah), tiada lain adalah perintah supaya menyelidiki tanda-tanda kecenderungan, apa yang sesungguhnya yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Hal ini dapat diperoleh dengan mencari illat hukum, yang dinamakan qiyas.[21]
Sementara diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini berdasar pada hadits Muadz ibn Jabal, yakni ketetapan hukum yang dilakukan oleh Muadz ketika ditanya oleh Rasulullah Saw, diantaranya ijtihad yang mencakup di dalamnya qiyas, karena qiyas merupakan salah satu macam ijtihad.[22]
Sedangkan dalil yang ketiga mengenai qiyas adalah ijma’. Bahwasanya para shahabat Nabi Saw sering kali mengungkapkan kata ‘qiyas’. Qiyas ini diamalkan tanpa seorang shahabat pun yang mengingkarinya. Di samping itu, perbuatan mereka secara ijma’ menunjukkan bahwa qiyas merupakan hujjah dan waji b diamalkan.
Umpamanya, bahwa Abu Bakar ra suatu kali ditanya tentang ‘kalâlah’ kemudian ia berkata: “Saya katakan (pengertian) ‘kalâlah’ dengan pendapat saya, jika (pendapat saya) benar maka dari Allah, jika salah maka dari syetan. Yang dimaksud dengan ‘kalâlah’ adalah tidak memiliki seorang bapak maupun anak”. Pendapat ini disebut dengan qiyas. Karena arti kalâlah sebenarnya pinggiran di jalan, kemudian (dianalogikan) tidak memiliki bapak dan anak.[23]
Dalil yang keempat adalah dalil rasional. Pertama, bahwasanya Allah Swt mensyariatkan hukum tak lain adalah untuk kemaslahatan. Kemaslahatan manusia merupakan tujuan yang dimaksud dalam menciptakan hukum. Kedua, bahwa nash baik Al Qur’an maupun hadits jumlahnya terbatas dan final. Tetapi, permasalahan manusia lainnya tidak terbatas dan tidak pernah selesai. Mustahil jika nash-nash tadi saja yang menjadi sumber hukum syara’. Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara’ yang tetap berjalan dengan munculnya permasalahan-permasalahan yang baru. Yang kemudian qiyas menyingkap hukum syara’ dengan apa yang terjadi yang tentunya sesuai dengan syariat dan maslahah.[24]
Rukun Qiyas
Qiyas memiliki rukun yang terdiri dari empat hal:
1. Asal (pokok), yaitu apa yang terdapat dalam hukum nashnya. Disebut dengan al-maqis alaihi.
2. Fara’ (cabang), yaitu sesuatu yang belum terdapat nash hukumnya, disebut pula al-maqîs.
3. Hukm al-asal, yaitu hukum syar’i yang terdapat dalam dalam nash dalam hukum asalnya. Yang kemudian menjadi ketetapan hukum untuk fara’.
4. Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asal atau dasar qiyas yang dibangun atasnya.[25
http://or http://www.google.com/search?ie=UTF-8&oe=UTF-8&sourceid=navclient&gfns=1&q=hukum+perseroan+terbatas
http://or http gawam.wordpress.com/2008/09/28/ijma-dan-qiyas-adalah-juga-sumber-hukum-islam/
Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al Qur’an dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain, Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum.[16]
Dengan demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula.
Umpamanya hukum meminum khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam Al Qur’an yaitu hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah Swt:
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Qs.5:90)
Haramnya meminum khamr berdasar illat hukumnya adalah memabukan. Maka setiap minuman yang terdapat di dalamnya illat sama dengan khamar dalam hukumnya maka minuman tersebut adalah haram.[17]
Berhubung qiyas merupakan aktivitas akal, maka beberapa ulama berselisih faham dengan ulama jumhur. Pandangan ulama mengenai qiyas ini terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar hukum pada hal-hal yang tidak jelas nashnya baik dalam Al Qur’an, hadits, pendapat shahabt maupun ijma ulama.
2. Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak menggunakan qiyas. Mazhab Zhahiri tidak mengakui adalanya illat nash dan tidak berusaha mengetahui sasaran dan tujuan nash termasuk menyingkap alasan-alasannya guna menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai dengan illat. Sebaliknya, mereka menetapkan hukum hanya dari teks nash semata.
3. Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang berusaha berbagai hal karena persamaan illat. Bahkan dalam kondisi dan masalah tertentu, kelompok ini menerapkan qiyas sebagai pentakhsih dari keumuman dalil Al Qur’an dan hadits.[18]
Kehujjahan Qiyas
Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat hukum dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syar’i.[19]
Diantara ayat Al Qur’an yang dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah:
“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan. (Qs.59:2)
Dari ayat di atas bahwasanya Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk ‘mengambil pelajaran’, kata I’tibar di sini berarti melewati, melampaui, memindahkan sesuatu kepada yang lainnya. Demikian pula arti qiyas yaitu melampaui suatu hukum dari pokok kepada cabang maka menjadi (hukum) yang diperintahkan. Hal yang diperintahkan ini mesti diamalkan. Karena dua kata tadi ‘i’tibar dan qiyas’ memiliki pengertian melewati dan melampaui.[20]
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Qs.4:59)
Ayat di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan ‘kembali kepada Allah dan Rasul’ (dalam masalah khilafiyah), tiada lain adalah perintah supaya menyelidiki tanda-tanda kecenderungan, apa yang sesungguhnya yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Hal ini dapat diperoleh dengan mencari illat hukum, yang dinamakan qiyas.[21]
Sementara diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini berdasar pada hadits Muadz ibn Jabal, yakni ketetapan hukum yang dilakukan oleh Muadz ketika ditanya oleh Rasulullah Saw, diantaranya ijtihad yang mencakup di dalamnya qiyas, karena qiyas merupakan salah satu macam ijtihad.[22]
Sedangkan dalil yang ketiga mengenai qiyas adalah ijma’. Bahwasanya para shahabat Nabi Saw sering kali mengungkapkan kata ‘qiyas’. Qiyas ini diamalkan tanpa seorang shahabat pun yang mengingkarinya. Di samping itu, perbuatan mereka secara ijma’ menunjukkan bahwa qiyas merupakan hujjah dan waji b diamalkan.
Umpamanya, bahwa Abu Bakar ra suatu kali ditanya tentang ‘kalâlah’ kemudian ia berkata: “Saya katakan (pengertian) ‘kalâlah’ dengan pendapat saya, jika (pendapat saya) benar maka dari Allah, jika salah maka dari syetan. Yang dimaksud dengan ‘kalâlah’ adalah tidak memiliki seorang bapak maupun anak”. Pendapat ini disebut dengan qiyas. Karena arti kalâlah sebenarnya pinggiran di jalan, kemudian (dianalogikan) tidak memiliki bapak dan anak.[23]
Dalil yang keempat adalah dalil rasional. Pertama, bahwasanya Allah Swt mensyariatkan hukum tak lain adalah untuk kemaslahatan. Kemaslahatan manusia merupakan tujuan yang dimaksud dalam menciptakan hukum. Kedua, bahwa nash baik Al Qur’an maupun hadits jumlahnya terbatas dan final. Tetapi, permasalahan manusia lainnya tidak terbatas dan tidak pernah selesai. Mustahil jika nash-nash tadi saja yang menjadi sumber hukum syara’. Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara’ yang tetap berjalan dengan munculnya permasalahan-permasalahan yang baru. Yang kemudian qiyas menyingkap hukum syara’ dengan apa yang terjadi yang tentunya sesuai dengan syariat dan maslahah.[24]
Rukun Qiyas
Qiyas memiliki rukun yang terdiri dari empat hal:
1. Asal (pokok), yaitu apa yang terdapat dalam hukum nashnya. Disebut dengan al-maqis alaihi.
2. Fara’ (cabang), yaitu sesuatu yang belum terdapat nash hukumnya, disebut pula al-maqîs.
3. Hukm al-asal, yaitu hukum syar’i yang terdapat dalam dalam nash dalam hukum asalnya. Yang kemudian menjadi ketetapan hukum untuk fara’.
4. Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asal atau dasar qiyas yang dibangun atasnya.[25
http://or http://www.google.com/search?ie=UTF-8&oe=UTF-8&sourceid=navclient&gfns=1&q=hukum+perseroan+terbatas
http://or http gawam.wordpress.com/2008/09/28/ijma-dan-qiyas-adalah-juga-sumber-hukum-islam/
konsep emanasi alfarobi
KONSEP EMANASI AL-FARABY: TINJAUAN METAFISIS DAN FILOSOFIS REALITAS WUJUD
Peradaban Islam dan kebudayaan Yunani merupakan dua hal yang sangat sulit untuk dipisahkan. Pilar-pilar peradaban Islam yang berhasil melahirkan filsuf, dokter, astronom, ahli matematika hingga hukum berkelas dunia tidak bisa dilepaskan begitu saja dari jasa-jasa ilmuan yang berasal dari kebudayaan pra-Islam, seperti kebudayaan Yunani, Persia dan India. Kebudayaan Yunani telah memberikan andil yang sangat besar bagi bangunan peradaban Islam klasik.
Filsafat sebagai khazanah Islam telah membuktikan diri sebagai lokomotif utama bagi gerakan pengetahuan yang kemudian menjadi fondasi bagi peradaban Islam. Keterbukaan umat Islam terhadap khazanah klasik pra-Islam memberikan ruang bagi proses penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani, Persia dan India. Proses penerjemahan ini memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan pengetahuan dalam dunia Islam. Filsafat dalam hal ini menjadi bidang yang cukup digandrungi oleh sebagian intelektual Islam pada masa itu.
Dalam tulisan ini, salah satu bagian penting dari sejumlah pemikiran filsafat Islam akan sedikit penulis bahas, yaitu mengenai Pemikiran Metafisis dan Filosofis Al Faraby tentang Realitas Wujud secara Emanasi.
Al Faraby adalah sebagai penerus tradisi intelektual Al Kindi dengan segala kompetensi dan kreativitas berpikirnya serta tingkat sofistikasi yang tinggi dia mencoba memperkenalkan teorinya yang sangat kontroversi dikalangan filosof saat itu yaitu mengenai Bagaimana Pemikiran Metafisis dan Realitas Wujud secara Emanasi?
Sekilas Riwayat Hidup, Karya dan Pandangan Filsafatnya
Al Farabi Nama lengkapnya adalah Abunasr Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Auzalagh yang biasa di singkat Al-Farabi (870 – 950 M). Beliau adalah seorang, Muslim keturunan Parsi, yang dilahirkan di Wasij, Distrik Farab (Turkestan). Sebutkan Al-Farabi diambil dari nama kota Farab, di mana ia dilahirkan pada tahun 257 H (870 M). Ayahnya bernama Muhammad Ibn Auzalgh adalah seorang Jendral Panglima Perang Parsi. Ayahnya adalah seorang Iran dan kawin dengan wanita Turkestan. Kemudian ia menjadi Perwira tentara Turkestan. Karena itu, Al-Farabi dikatakan berasal keturunan Turkestan dan kadang-kadang juga dikatakan dari keturunan Iran.
Sejak kecilnya, Al-Farabi suka belajar dan ia mempunyai kecakapan luar biasa dalam lapangan bahasa. Bahasa-bahasa yang dikuasainya antara lain ialah bahasa-bahasa Iran, Turkestan, dan Kurdistan.
Kendatipun Al Farabi adalah seorang tokoh terkemuka dikalangan para filosof Muslim, namun informasi tentang dirinya sangatlah terbatas. Ia tidak merekam liku-liku kehidupannya begitu juga para muridnya.
Menurut beberapa Literatur, Al-Farabi dalam usia 40 tahun meninggalkan negerinya untuk menuju ke Baghdad, pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan pada masanya untuk belajar antara lain pada Abu Bisyr bin Mattius seorang kristen, beliau belajar tentang ilmu logika dan filsafat serta belajar Kaidah-kaidah bahasa Arab kepada Abu Bakar Al Saraj. Selama berada di Baghdad ia memusatkan perhatiannya kepada ilmu logika.
Nampaknya pada waktu pertama datang di Baghdad hanya sedikit saja bahasa Arab yang telah dikuasainya. la sendiri mengatakan bahwa belajar ilmu nahwu (tata bahasa Arab) pada Abu Bakar As-Saraj sebab imbalan pelajaran logika yang diberikan oleh Al-Farabi kepadanya.
Sesudah itu ia pindah ke Harran salah satu pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil untuk berguru pada Yuhanna bin Jilan. Tetapi tidak lama kemudian ia meninggalkan kota itu untuk kembali ke Baghdad dan untuk mendalami filsafat sesudah ia menguasai ilmu mantik (logika), dan di Baghdad ia berdiam selama 30 tahun.
Selama di Baghdad ia memakai waktu¬nya untuk mengarang, berdiskusi, memberikan pelajaran dan mengulas buku-buku fil¬safat. Muridnya yang terkenal pada masa ini adalah Yahya Ibnu Ady, filosof Kristen.
Pada tahun 330 H (941 M), ia pindah ke Damsyik/Damaskus, dan di sini ia mendapat kedudukan yang baik dari Saifudaulah, Khalifah Dinasti Hamdan di Halab (Aleppo), sehingga ia diajak turut serta dalam suatu pertempuran untuk merebut kota Damsyik, kemudian ia menetap di kota ini sampai wafatnya pada tahun 337 H (950 M) pada usia 80 tahun.
Sebagaimana filosof Yunani beliau menguasai berbagai disiplin ilmu. Hal tersebut sangat memungkinkan karena dukungan ketekunan, kerajinan dan kerdasan beliau. Di pihak lain pada masa itu belum ada pemilahan antara buku-buku sains dan filsafat. Maka ketika membaca satu buku akan bersentuhan langsung dengan kedua ilmu tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan atas karya-karya tulisnya, beliau adalah menguasai disiplin Ilmu Matematika, Kimia, Astronomi, Musik, Ilmu Alam, Logika, Filsafat, Bahasa dan lain-lain.
Sebagian besar karangan-karangan al-Farabi terdiri dari ulasan dan penjelasan terhadap filsafat Aristoteles, Plato, dan Galenus, dalam bidang¬-bidang logika, fisik dan metafisika. Meskipun banyak tokoh filsafat yang diulas fikirannya, namun ia lebih terkenal sebagai pengulas Aristoteles.
Al Farabi benar-benar memahami filsafat Aristoteles yang dijuluki Al Mu’allim Al Awwal (guru Pertama), sehingga dengan demikian tidak mengherankan bila Ibnu Sina yang menyandang predikat Al Syeich Al Rais (Kyai Utama) pernah mempelajari buku Metafisika karangan Aristoteles dari empat kali, tetap belum juga mengerti maksudnya. Namun setelah ia mambaca karangan Al-Farabi mendapatkan kunci dalam memahami filsafatnya Aristoteles dari bukunya Al Farabi yang berjudul “Fi Aghradhi Ma’ba’d Al Thabi’at” (Intisari Buku Metafisika).
Sementara beliau dalam dunia intelektual Islam mendapatkan kehormatan dengan julukan Al Mu’allim Al Tsany (guru kedua). Penilaian ini didasarkan dengan jasanya sebagai penafsir yang baik dari logika Aristoteles.
Dengan demikian maka beliau dianggap sebagai yang paling terpelajar dan tajam dari para komentator karya Aristoteles. Karangan beliau tidak kurang dari 128 buah kitab, yang terbanyak ialah mengenai filsafat Yunani. Dalam karyanya Ihsan ul-Ulum (Ecyclopaedia of Science) beliau memberikan suatu tinjauan umum dari segala sains. Buku ini terkenal di Barat sebagai De kientfis dari terjemahan Latin oleh Gerard Cremona.
Di antara karangan-karangannya ialah :
1. Aghadlu ma Ba’da at-Thabi’ah.
2. Al-Jam’u baina Ra’yai al-Hakimain (Mempertemukan Pendapat Kedua Filosof-, Maksunyad Plato dan Aristoteles).
3. Tahsil as-Sa’adah (Mencari Kebahagiaan).
4. ‘Uyun ul-Masail (Pokok-pokok Persoalan).
5. Ara’yu Ahl-il Madinah al-Fadilah (Pikiran-pikiran Penduduk Kota Negeri Utama).
6. Ih-sha’u al-Ulum (Statistik Ilmu).
7. Maqolat fi Ma’any al ‘Aql
8. Ihsa’ Al Ulum
9. Fushul Al Hukm
10. Al Siayat Al Madaniyyat
11. Risalat Al Aql dan lain-lain.
Dalam buku Ih-sha’u al-Ulum (Statistik Ilmu). Al-Farabi membicarakan macam-macam ilmu dan bagian-bagianya, yaitu ilmu-ilmu bahasa (ilm al-lisan), ilmu manti ilmu matematika (at-taalim), ilmu fisika (al-ilm at-tabi’i), ilmu ketuhan (al-ilm al-Ilahi), ilmu kekotaan (politik, al-ilm al-Madan), ilmu fiqih (ilm al-fiqh), dan ilmu kalam. Nampaknya ilmu-ilmu tersebut telah ditemukan oleh orang-orang sebelumnya. Hanya saja Al-Farabi menambahkan dua cabang ilmu lagi, yaitu ilmu fiqh dan ilmu kalam, sebagai ilmu-ilmu keislaman yang mendapat perhatian besar pada masanya.
Al Farabi dan Rekonsiliasi Filsafat
Masalah kefilsafatan sebenarnya telah dibahas dan dicari pemecahannya sejak manusia mampu menggunakan akal pikirannya. Antara persoalan-persoalan, filsafat yaitu masalah ketuhanan yang termasuk dalam pembahasan metafisika.
Kemudian pemikiran tentang ketuhanan yang dilanjutkan oleh para pemikir berikutnya dari masing-masing filosof atau tiap-tiap aliran merumuskan konsepsi ketuhanan yang sesuai dengan keyakinannya, di antara pemikiran itu ada yang saling bertentangan atau berbeda pendapat, tetapi ada pula yang saling melengkapi.
Setelah sampai pada periode filsafat Islam, dalam hal ini Al-Farabi juga mengemukakan konsepsi ketuhanan, tetapi yang didasarkan pada ajaran agama Islam, yang kemudian dibahas menuju pemikiran filsafat.
Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat, Aristoteles dan Neo-Platonisme dengan pikiran keislaman yang jelas dari corak aliran Syi’ah Imamiah. Misalnya dalam soal mantik dan filsafat fisika ia mengikuti Aristoteles, dalam soal etika dan politik ia mengikuti Plato dan dalam metafisika ia mengikuti Plotinus. Selain itu al-Farabi adalah seorang filosof sinkretisme (pemaduan) yang percaya akan kesatuan (ketunggalan) filsafat.
Usaha pemaduan sebenarnya sudah lama dimulai sebelum munculnya Al Farabi dan telah mendapat pengaruh luas dalam lapangan filsafat, terutama sejak adanya aliran neo-Platonisme. Namun usaha AI-Farabi lebih lagi, karena ia bukan saja mempertemukan aneka aliran filsafat yang bermacam-macam tetapi ia juga berkeyakinan bahwa aliran-aliran tersebut pada hakikatnya satu meskipun berbeda-beda corak dan macamnya. Pendirianya ini nampak jelas pada karangan-karanganya, terutama dalam bukunya yang berjudul: Al Jam’u Baina Ra’yai Al-Hakimain (Penggabungan F-ikiran Kedua Filosof, Plato dan Aristoteles).
Filsafat Metafisika Al Faraby
Sebelum Al Faraby muncul, persoalan persoalan filsafat yang penting telah dibahas dan dicarikan pemecahannya terutama oleh para filosof yunani, meskipun terkadang pemecahannya saling berlawanan. Yang tentunya Al faraby juga ikut terlibat di dalamnya. Diantara persoalan yang muncul saat itu adalah masalah “ Esa dan Berbilang”. Dan hubungannya satu dengan yang lain.
Persoalan ini dibahas oleh filsafat yunani atas landasan fisiska semata-mata akan tetapi dalam aliran Iskandariyah (Neo-Platonisme) dan filsafat Islam persoalan tersebut dipindahkan kepada landasan agama. Meskipun dalam mempertemukan kedua aliran tersebut caranya sama namun tujuan jauh berbeda. Tujuan Aliran Iskandariyah dan filsafat Islam ialah membentuk sususnan alam yang dapat mempertemukan hasil-hasil dengan ketentuan-ketentuan agama. Dan dalam hal ini soal “Esa dan Terbilang” menjadi dasar utama bagi bangunan filsafat Keseluruhan.
Pemikiran Tentang Tuhan
(a) Hakekat Tuhan.
Sebelum membicarakan tentang hakikat Tuhan dan sifat-sifat-Nya, ia terlebih dahulu memberi wujud yang ada kepada dua bagian yaitu:
1. Wujud yang mumkin, atau wujud yang nyata karena lainnya (wajibul-wujud lighairihi), seperti wujud cahaya yang tidak akan ada, kalau sekiranya tidak ada matahari. Cahaya itu sendiri menurut tabiatnya bisa wujud dan bisa tidak wujud. Atau dengan perkataan lain cahaya adalah wujud yang mumkin, maka cahaya tersebut menjadi wujud yang nyata (wajib) karena matahari. Wujud yang mumkin tersebut menjadi bukti adanya sebab yang pertama (Tuhan), karena segala yang mumkin harus berakhir kepada sesuatu wujud yang nyata dan yang pertama kali ada. Bagaimanapun juga panjangnya rangkaian wujud yang mumkin itu, namun tetap membutuhkan kepada sesuatu yang memberinya sifat wujud, karena sesuatu yang mumkin tidak bisa memberi wujud kepada dirinya sendiri.
2. Wujud Yang Nyata dengan sendirinya (Wajibul-wujud li Dzatihi). Wujud ini adalah wujud yang tabiatnya itu sendiri menghendaki wujud-Nya, yaitu wujud yang apabila diperkirakan tidak ada, maka akan timbul kemuslihatan sama sekali. la adalah sebab yang pertama bagi semua wujud. Wujud yang wajib tersebut dinamakan Tuhan (Allah).
Tuhan adalah wujud yang sempurna, ada tanpa sesuatu sebab, kalau ada sebab bagi-Nya, maka adanya Tuhan tidak sempurna lagi, berarti ada Tuhan bergantung kepada sebab yang lain. Tuhan adalah wujud yang mulia yang tidak berawal dan tidak berakhir, sebagai sebab pertama berarti Tuhan tidak ada yang mengawali, Tuhan juga wujud yang paling mulia, karena tidak memerlukan yang lain. Lain halnya dengan wujud yang mungkin (makhluk) yang terdiri dari Dzat dan bentuk, pada Tuhan tidak demiki adanya.
Apabila Tuhan terdiri dari unsur-unsur, maka dengan sendirinya akan terdapat susunan, bagian-bagian pada substansi-Nya. Jadi Tuhan adalah substansi yang tiada bermula, sudah ada dengan sendirinya dan akan ada untuk selamanya.
Karena itu ia adalah substansi yang azali, yang ada dari semula dan selalu ada. Substansinya itu sendiri telah cukup jadi sebab bagi keabadi wujud-Nya[17].
Tuhan Maha Esa, Maha Sempuma, karena kesempumaan wujud Tuhan tak ada yang menyamai, maka wujudnya tak mungkin terdapat pada selain Tuhan, tidak ada yang seperti wujudnya. Dan tiada sekutu bagi dirinya.
Tuhan itu Maha Esa, tidak terbatas dalam segala sesuatunya, bila terdapat hal-hal yang membatasi maka berarti Tuhan tidak Esa lagi. Tuhan tidak dapat dirumuskan sama sekali dengan batasan yang akan memberi pengertian pada manusia, sebab suatu batasan berarti suatu penyusunan yang akan menggunakan golongan dan pembedaan atau digunakan pengertian Dzat dan bentuk, seperti memberi definisi kepada sesuatu benda atau barang. Lain halnya dengan benda sebagaimana juga manusia, yang dapat diberi definisi sehingga dapat.diketahui pengertian tentang manusia. Pada manusia dapat didefinisikan sebagai hewan yang berakal, hewan menunjukkan golongan, sedangkan berakal menunjukkan perbedaan yang ada dari golongan. Namun Tidak demikian dengan Tuhan yang Mutlak, sebagai substansi, oleh sebab itu definisi tentang Tuhan mustahillah dapat dirumuskan. Suatu rumus definisi tentang Tuhan berarti akan menghilangkan keesaan Tuhan, hal dikemukakan oleh Al-Farabi dalam pendapatnya.
Karena Tuhan itu tunggal sama sekali, maka batasan (definisi) tentang Dia tidak dapat diberikan sama sekali. Karena batasan berarti suatu penyusunan yaitu dengan memakai spesies dan differentia (an nau wal fasl) atau dengan memakai hule dan form seperti halnya denga jauhar (benda) sedangkan kesemua itu adalah mustahil bagi Tuhan.
Maka dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian tentang Tuhan menurut pendapat Al Farabi adalah, Tuhan adalah wujud yang wajib, wujud yang wajib itu merupakan sebab yang pertama dari dari segala wujud yang mumkin (makhluq), oleh karena itu Tuhan adalah substansi yang Azali. Karena Tuhan Maha Sempurna tidak ada yang lebih sempurna kecuali wujud-Nya, sehingga tidak perlu sekutu bagi-Nya. Tuhan Maha Esa, Maha Sempurna, maka keesaan dan kesempurnaan wujud-Nya tidak mungkin diwujudkan dalam definisi sebagaimana benda sebab suatu definisi akan menghilangkan ke Esaan dan kesempurnaan wujud Tuhan, Tuhan tidak lagi substansi yang tidak terbatas karena definisi akan membatasi Tuhan yang Mutlak.
(b) Sifat Tuhan
Dalam metafisikanya tentang ketuhanan Al Farabi hendak menunjukkan keesaan Tuhan dan ketunggalan-Nya. Bahwa Sifat Tuhan tidak berbeda dari Dzat-Nya. Karena Tuhan adalah Tunggal. Hal ini sejalan dengan Mu’tazilah yakni sifat Allah tidak berbeda dengan Dzat-Nya. Dengan kata lain ketika sifat sifat Allah itu berbeda dengan substansi-Nya atau diberi sifat yang wujud sendiri dan kemudian melekatkanya pada Allah maka sifat-sifat tersebut menjadi qodim pula sebagaimana substansiya yang bersifat qodim.
Hal ini akan membawa paham ta’addud al qudama’ (berbilangnya yang qodim). Yang mana hal tersebut tidak boleh terjadi pada Dzat Allah yang Maha Esa. Karena yang bersifat qodim itu hanya Allah maka ketika ada sesuatu yang qodim Ia mesti Allah.
Untuk tahu dan yakin tentang Essensi dan wujud tuhan menurut Al Faraby tidak perlu menambahkan sifat sifat tertentu pada pada Dzat Nya. Hal tersebut disebabkan karena pengetahuan tentang Dzat Tuhan lebih nyata dan yakin dari pengertahuan kita terhadap selain Nya. Sebab Tuhan adalah wujud yang paling sempurna maka pengetahuan tentang Dia adalah pengetahuan yang paling sempurna pula.
Allah bagi Al Farabi adalah ‘Aql murni. Ia Esa ada-Nya dan yang menjadi obyek pemikiran-Nya hanya substansi-Nya. Ia tidak memerlukan sesuatu yang lain untuk memikirkan substansi-Nya. Tetapi cukup substansi-Nya sendiri. Jadi Allah adalah ‘Aql, ‘Aqil dan Ma’qul (Akal, substansi yang berpikir, dan substansi yang dipikirkan).
Demikian juga Allah Maha Tahu, Ia tidak membutuhkan sesuatu diluar Dzat-Nya untuk untuk tahu bahkan cukup dengan substansi-Nya saja. Jadi Allah adalah ilmu, substansi yang mengetahui, dan substansi yang diketahui (Ilm’, ‘Alim, dan Ma’lum).
Tentang Asma’ Al Husna, Menurut Al Faraby kita boleh saja menyebutkan nama-nama tersebut sebanyak yang kita inginkan tetapi nama tersebut tidak menunjukkan adanya bagian-bagian pada Dzat Allah atau sifat yang berbeda dari Dzat Nya.
(c) Pembuktian Adanya Tuhan
Dalam membuktikan adanya Tuhan ada beberapa dalil yang dapat digunakan sebagai dalil ontologi dalil teleologi dan dalil kosmologi. Para pemikir Yunani menggunakan dalil-dalil tersebut (ontologi, teleologi dan kosmologi) untuk sampai kepada kesimpulan tentang adanya Tuhan. Hal seperti itu diikuti pula oleh para pemikir Islam. Di antara dalil yang banyak dipakai adalah dalil ciptaan atau dalil kosmologi menurut istilah meta¬fisika.
Dalil kosmologi melihat alam sebagai makhluk suatu akibat yang terakhir dalam rangkaian sebab dan akibat. Dengan melalui rentetan sebab akibat yang berdiri sendiri-sendiri, tetapi dalam hal ini ada hubungannya sebagai sebab-sebab dan akibat-akibat pada akhimya hubungan sebab akibat akan berhenti satu sebab yang pertama, karena pada dasarnya kita tidak dapat memikirkan adanya rentetan sebab akibat yang tidak berkesudahan (berkeputusan).
Selanjutnya, sebab pertama yang dicapai oleh rentetan sebab akibat itu dengan sendirinya bukan merupakan akibat. Jadi sebab pertama itu merupakan kesudahan dari rentetan hubungan sebab dan akibat. Al Farabi dalam membuktikan adanya Tuhan menggunakan dalil penciptaan ini. Bertitik tolak dari kenyataan yang disentuh dengan pancaindera (makhluk) untuk kemudian sampai kepada pangkal pertama atau dari wujud yang nungkin kepada wujud yang Wajib.
Pangkal pertama dari wujud yang mungkin ini tidak dapat. ditangkap dengan pancaindera. Jelasnya Al Farabi menggunakan dalilnya atas dasar pemikiran mungkin dan wajib. Menurut Al Farabi “setiap sesuatu yang ada dasamya ada kemungkinan adanya” dan “ada pula wajib adanya”.
Kemungkinkan adanya itu hendaklah ia mempunyai illat yang tampil mengutamakan adanya itu lalu memutuskan adanya dan kemudian mengadakanya ke alam wujud ini. Dan illat-illat ini tidaklah mungkin beredar dalam lingkungan yang tidak berakhir (vicious circle). Tetapi ia itu hendaklah berhenti pada satu titik “adanya” wajibul wujud “Allah” yang Illat itu tidak ada dalam mewujudkannya.
Segala sesuatu yang ada, pada dasarnya hanya mempunyai dua keadaan pertama ada sebagai kemungkinan disebut wujud yang mungkin, ada sebagai keharusan disebut dengan wujud yang wajib. Dalam keadaan yang pertama adanya ditentukan oleh adanya yang lain, dan keadaan kedua, adanya tanpa sesuatu yang lain atau ada dengan sendirinya dan Sebagai keharusan.
Wujud yang mungkin, adanya dapat disebabkan oleh wujud yang mungkin lainnya. Sebagai contoh suatu buah sebagai wujud yang mungkin buah itu merupakan akibat dari sebab perkawinan antara serbuk sari jantan dan sebuk sari betina yang ada pada pohon, pohon tersebut juga sebagai Wujud yang mungkin dari sebab biji buah yang ditanam. Dari rentetan tersebut tidaklah mungkin terjadi perputaran yang melingkar atau sebab akibat yang tanpa berkesudahan.
Suatu rangkaian yang kejadian pada akhirnya akan berhenti suatu titik akhir yaitu berkesudahan pada wujud yang wajib. Sebagai sebab pertama dari segala wujud yang mungkin. Wujud yang mungkin ditentukan oleh sebab yang lain, wujud yang wajib itu sendiri, yang disebut dengan Tuhan (Allah). Pembuktian dengan kosmologi seperti yang dilakukan oleh Al Farabi termasuk dalil sederhana mudah dimengerti, tetapi kelemahan dalil ini berpangkal suatu keyakinan yang mengharuskan adanya Tuhannya. Jadi merupakan peloncatan pikiran dari kesimpulan adanya sebab pertama atau wujud wajib yang harus diyakininya, bahwa sebab pertama itu adalah Tuhan.
Teory Emanasi (Al Faidl) Al Faraby
Emanasi adalah teori tentang keluarnya sesuatu yang wujud mumkin (alam makhluk) dari Dzat yang wajibul wujub (Dzat yang Mesti Adanya/Tuhan). Teori Emanasi disebut juga teori “urut-urutan wujud”
Teori ini sebenamya terdapat pula dalam paham Neo-Platon. Perbedaan antara keduanya yaitu terletak uraian Al-Farabi yang ilmiah. Menurut teori emanasi Al-Farabi disebutkan bahwa Tuhan itu Esa sama sekali. Karena itu yang keluar dari pada Nya juga satu wujud saja, emanasi itu timbul karena pengetahuan (ilmu) Tuhan terhadap Dzat-Nya satu. Kalau apa yang keluar itu pun berbilang pula. Dasar adanya emanasi tersebut ialah karena dalam pemikiran Tuhan dan pemikiran akal terdapat kekuatan emanasi dan penciptaan. Dalam alam manusia sendiri apabila kita memikirkan sesuatu, maka tergeraklah kekuatan badan untuk mengusahakan terlaksananya atau wujudnya.
Wujud pertama yang keluar dari Tuhan disebut Akal Pertama, mengandung dua segi. Pertama segi hakikatnya sendiri (tabi’at, wahiyya) yaitu wujud yang mumkin. Kedua segi lain yaitu wujudnya yang nyata yang terjadi karena adanya Tuhan sebagai Dzat yang menjadikan. Sekalipun akal pertama tersebut satu (tunggal), namun pada dirinya terdapat bagian-bagian yaitu adanya dua segi tersebut yang menjadi obyek pemikirannya. Dengan adanya segi-segi ini, maka dapat dibenarkan adanya bilangan pada alam sejak dari Akal Pertama.
Dari pemikiran Akal pertama dalam kedudukannya sebagai wujud yang wajib (yang nyata) karena Tuhan, dan sebagai wujud yang mengetahui dirinya maka keluarlah Akal Kedua. Dari pemikiran Akal Pertama dalam kedudukannya sebagai wujud yang mumkin dan mengetahui dirinya, timbullah langit pertama atau benda lanjut terjauh (as-sama al-ula; al¬al-a’la) dengan jiwanya sama sekali jiwa langit tersebut. Jadi dari dua obyek pengetahuan yaitu dirinya dan wujudnya yang mumkin keluarlah dua macam makhluk tersebut yaitu bendanya benda langit dan jiwanya
Dari Akal Kedua timbullah Akal Ketiga dan langit kedua atau bintang-bintang tetap (al-kawakib ats-tsabitah) beserta jiwa dengan cara yang sama seperti yang terjadi pada Akal Pertama.
Dari Akal Ketiga keluarlah Akal Keempat dan planet Satumus (Zuhal), juga beserta jiwanya.
Dari Akal Keempat keluarlah Akal Kelima dan planet Yupiter (al-Musytara) beserta jiwanya.
Dari Akal Kelima keluarlah Akal Keenam dan planet Mars (Madiah) beserta jiwanya. Dari Akal Keenam keluarlah Akal Ketujuh dan matahari (as-Syams) beserta jiwanya. Dari Akal Ketujuh keluarlah Akal Kedelapan dan planet Venus. (az-Zuharah) juga beserta jiwanya.
Dari Akal Kedelapan keluarlah Akal Kesembilan dan planet Mercurius (‘Utarid) beserta jiwanya pula. Dari Akal Kesembilan keluarlah Akal Kesepuluh dan bulan (Qamar). Dengan demikian maka dari satu akal keluarlah satu akal dan satu planet beserta jiwanya.
Dari Akal Kesepuluh sesuai dengan dua seginya yaitu wajibul-wujud karena Tuhan maka keluarlah manusia beserta jiwanya. Dan dari segi dirinya yang merupakan wujud yang mumkin, maka keluarlah empat unsur dengan perantaraan benda-benda langit. Dan di akal ke X ini dayanya sudah lemah sehingga sudah tidak bisa menghasilkan akal yang sejenisnya.
Jumlah akal dibataskan kepada bilangan sepuluh, hal ini sesuaikan dengan bintang yang berjumlah sembilan di mana untuk tiap-tiap ¬akal diperlukan satu planet pula, kecuali akal pertama yang tidak disertai satu planet ketika keluar dari Tuhan.
Stuktur Emanasi Al Faraby saat itu dipengaruhi oleh temuan saintis yang pada saat itu jumlah bintang adalah sembilan, karena jumlah benda-benda angkasa menurut Aristoteles ada tujuh. Kemudian al-Farabi menambah dua lagi yaitu benda yang terjauh (al-falak al-aqsha) dan bintang-bintang tetap (al-kawakib ats-tsabitah), yang diambil dari Ptolomey (atau Caldius Ptolomaeus) seorang ahli astronomi dan ahli bumi Mesir, yang hidup pada pertengahan abad ke dua Masehi.
Demikianlah, maka jumlah akal ada sepuluh, sembilan di antaranya mengurus benda-benda langit yang sembilan, dan akal kesepuluh yaitu Bulan mengawasi dan mengurangi kehidupan di bumi. Akal-akal tidak berbeda, tetapi merupakan pikiran selamanya. Kalau pada Tuhan yaitu wujud yang pertama, hanya terdapat satu obyek pemikiran yaitu Dzat-Nya, maka pada akal-akal tersebut terdapat dua obyek pemikiran, yaitu Dzat yang wajibul-wujud dan diri akal-akal itu senditi.
Namun menurut hemat penulis, sekiranya Al Faraby hidup di jaman ini maka tentu saja ia akan membutuhkan banyak sekali akal, sebanyak planet yang ditemukan saintis sekarang.
Untuk lebih jelasnya penulis membuatkan tabel Teori Emanasi oleh Al Faraby:
Tabel Teori Emanasi oleh Al Faraby
(Subyek)
Akal yang ke- Sifat Berpikir Tentang Keterangan
Allah Sebagai Wajib Al Wujud, Menghasilkan Dirinya sendiri sebagai Mumkin Al Wujud, Menghasilkan
I Mumkin Wujud Akal II Langit Pertama Masing-Masing akan mengurusi Satu Planet
II Sda Akal III Bintang-bintang
III Sda Akal IV Saturnus
IV Sda Akal V Yupiter
V Sda Akal VI Mars
VI Sda Akal VII Matahari
VII Sda Akal VIII Venus
VIII Sda Akal IX Merkurius
IX Sda Akal X Bulan
X Sda Bumi, Roh, Materi pertama yang menjadi keempat unsur: Udara, Air, Api, Tanah. Akal ke X tidak lagi memancarkan akal-akal berikutnya, Karena kekuatannya sudah lemah
Dari beberapa uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Hakekat wujud menurut Al Faraby adalah terbagi menjadi dua bagian yaitu: Pertama Wujud yang mumkin, atau wujud yang nyata karena lainnya (wajibul-wujud lighairihi), Wujud yang mumkin tersebut menjadi bukti adanya sebab yang pertama (Tuhan), karena segala yang mumkin harus berakhir kepada sesuatu wujud yang nyata dan yang pertama kali ada. Dan Kedua Wujud Yang Nyata dengan sendirinya (Wajibul-wujud li Dzatihi). Wujud ini adalah wujud yang tabiatnya itu sendiri menghendaki wujud-Nya, la adalah sebab yang pertama bagi semua wujud. Wujud yang wajib tersebut dinamakan Tuhan (Allah).
2. Pengertian tentang Tuhan menurut pendapat Al Farabi adalah, Tuhan adalah wujud yang wajib, wujud yang wajib itu merupakan sebab yang pertama dari dari segala wujud yang mumkin (makhluq), oleh karena itu Tuhan adalah substansi yang Azali. Karena Tuhan Maha Sempurna tidak ada yang lebih sempurna kecuali wujud-Nya, sehingga tidak perlu sekutu bagi-Nya. Tuhan Maha Esa, Maha Sempurna, maka keesaan dan kesempurnaan wujud-Nya tidak mungkin diwujudkan dalam definisi sebagaimana benda sebab suatu definisi akan menghilangkan ke Esaan dan kesempurnaan wujud Tuhan, Tuhan tidak lagi substansi yang tidak terbatas karena definisi akan membatasi Tuhan yang Mutlak.
3. Emanasi adalah teori tentang keluarnya sesuatu yang wujud mumkin (alam makhluk) dari Dzat yang wajibul wujub (Dzat yang Mesti Adanya/Tuhan). Teori Emanasi disebut juga teori “urut-urutan wujud”
Peradaban Islam dan kebudayaan Yunani merupakan dua hal yang sangat sulit untuk dipisahkan. Pilar-pilar peradaban Islam yang berhasil melahirkan filsuf, dokter, astronom, ahli matematika hingga hukum berkelas dunia tidak bisa dilepaskan begitu saja dari jasa-jasa ilmuan yang berasal dari kebudayaan pra-Islam, seperti kebudayaan Yunani, Persia dan India. Kebudayaan Yunani telah memberikan andil yang sangat besar bagi bangunan peradaban Islam klasik.
Filsafat sebagai khazanah Islam telah membuktikan diri sebagai lokomotif utama bagi gerakan pengetahuan yang kemudian menjadi fondasi bagi peradaban Islam. Keterbukaan umat Islam terhadap khazanah klasik pra-Islam memberikan ruang bagi proses penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani, Persia dan India. Proses penerjemahan ini memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan pengetahuan dalam dunia Islam. Filsafat dalam hal ini menjadi bidang yang cukup digandrungi oleh sebagian intelektual Islam pada masa itu.
Dalam tulisan ini, salah satu bagian penting dari sejumlah pemikiran filsafat Islam akan sedikit penulis bahas, yaitu mengenai Pemikiran Metafisis dan Filosofis Al Faraby tentang Realitas Wujud secara Emanasi.
Al Faraby adalah sebagai penerus tradisi intelektual Al Kindi dengan segala kompetensi dan kreativitas berpikirnya serta tingkat sofistikasi yang tinggi dia mencoba memperkenalkan teorinya yang sangat kontroversi dikalangan filosof saat itu yaitu mengenai Bagaimana Pemikiran Metafisis dan Realitas Wujud secara Emanasi?
Sekilas Riwayat Hidup, Karya dan Pandangan Filsafatnya
Al Farabi Nama lengkapnya adalah Abunasr Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Auzalagh yang biasa di singkat Al-Farabi (870 – 950 M). Beliau adalah seorang, Muslim keturunan Parsi, yang dilahirkan di Wasij, Distrik Farab (Turkestan). Sebutkan Al-Farabi diambil dari nama kota Farab, di mana ia dilahirkan pada tahun 257 H (870 M). Ayahnya bernama Muhammad Ibn Auzalgh adalah seorang Jendral Panglima Perang Parsi. Ayahnya adalah seorang Iran dan kawin dengan wanita Turkestan. Kemudian ia menjadi Perwira tentara Turkestan. Karena itu, Al-Farabi dikatakan berasal keturunan Turkestan dan kadang-kadang juga dikatakan dari keturunan Iran.
Sejak kecilnya, Al-Farabi suka belajar dan ia mempunyai kecakapan luar biasa dalam lapangan bahasa. Bahasa-bahasa yang dikuasainya antara lain ialah bahasa-bahasa Iran, Turkestan, dan Kurdistan.
Kendatipun Al Farabi adalah seorang tokoh terkemuka dikalangan para filosof Muslim, namun informasi tentang dirinya sangatlah terbatas. Ia tidak merekam liku-liku kehidupannya begitu juga para muridnya.
Menurut beberapa Literatur, Al-Farabi dalam usia 40 tahun meninggalkan negerinya untuk menuju ke Baghdad, pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan pada masanya untuk belajar antara lain pada Abu Bisyr bin Mattius seorang kristen, beliau belajar tentang ilmu logika dan filsafat serta belajar Kaidah-kaidah bahasa Arab kepada Abu Bakar Al Saraj. Selama berada di Baghdad ia memusatkan perhatiannya kepada ilmu logika.
Nampaknya pada waktu pertama datang di Baghdad hanya sedikit saja bahasa Arab yang telah dikuasainya. la sendiri mengatakan bahwa belajar ilmu nahwu (tata bahasa Arab) pada Abu Bakar As-Saraj sebab imbalan pelajaran logika yang diberikan oleh Al-Farabi kepadanya.
Sesudah itu ia pindah ke Harran salah satu pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil untuk berguru pada Yuhanna bin Jilan. Tetapi tidak lama kemudian ia meninggalkan kota itu untuk kembali ke Baghdad dan untuk mendalami filsafat sesudah ia menguasai ilmu mantik (logika), dan di Baghdad ia berdiam selama 30 tahun.
Selama di Baghdad ia memakai waktu¬nya untuk mengarang, berdiskusi, memberikan pelajaran dan mengulas buku-buku fil¬safat. Muridnya yang terkenal pada masa ini adalah Yahya Ibnu Ady, filosof Kristen.
Pada tahun 330 H (941 M), ia pindah ke Damsyik/Damaskus, dan di sini ia mendapat kedudukan yang baik dari Saifudaulah, Khalifah Dinasti Hamdan di Halab (Aleppo), sehingga ia diajak turut serta dalam suatu pertempuran untuk merebut kota Damsyik, kemudian ia menetap di kota ini sampai wafatnya pada tahun 337 H (950 M) pada usia 80 tahun.
Sebagaimana filosof Yunani beliau menguasai berbagai disiplin ilmu. Hal tersebut sangat memungkinkan karena dukungan ketekunan, kerajinan dan kerdasan beliau. Di pihak lain pada masa itu belum ada pemilahan antara buku-buku sains dan filsafat. Maka ketika membaca satu buku akan bersentuhan langsung dengan kedua ilmu tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan atas karya-karya tulisnya, beliau adalah menguasai disiplin Ilmu Matematika, Kimia, Astronomi, Musik, Ilmu Alam, Logika, Filsafat, Bahasa dan lain-lain.
Sebagian besar karangan-karangan al-Farabi terdiri dari ulasan dan penjelasan terhadap filsafat Aristoteles, Plato, dan Galenus, dalam bidang¬-bidang logika, fisik dan metafisika. Meskipun banyak tokoh filsafat yang diulas fikirannya, namun ia lebih terkenal sebagai pengulas Aristoteles.
Al Farabi benar-benar memahami filsafat Aristoteles yang dijuluki Al Mu’allim Al Awwal (guru Pertama), sehingga dengan demikian tidak mengherankan bila Ibnu Sina yang menyandang predikat Al Syeich Al Rais (Kyai Utama) pernah mempelajari buku Metafisika karangan Aristoteles dari empat kali, tetap belum juga mengerti maksudnya. Namun setelah ia mambaca karangan Al-Farabi mendapatkan kunci dalam memahami filsafatnya Aristoteles dari bukunya Al Farabi yang berjudul “Fi Aghradhi Ma’ba’d Al Thabi’at” (Intisari Buku Metafisika).
Sementara beliau dalam dunia intelektual Islam mendapatkan kehormatan dengan julukan Al Mu’allim Al Tsany (guru kedua). Penilaian ini didasarkan dengan jasanya sebagai penafsir yang baik dari logika Aristoteles.
Dengan demikian maka beliau dianggap sebagai yang paling terpelajar dan tajam dari para komentator karya Aristoteles. Karangan beliau tidak kurang dari 128 buah kitab, yang terbanyak ialah mengenai filsafat Yunani. Dalam karyanya Ihsan ul-Ulum (Ecyclopaedia of Science) beliau memberikan suatu tinjauan umum dari segala sains. Buku ini terkenal di Barat sebagai De kientfis dari terjemahan Latin oleh Gerard Cremona.
Di antara karangan-karangannya ialah :
1. Aghadlu ma Ba’da at-Thabi’ah.
2. Al-Jam’u baina Ra’yai al-Hakimain (Mempertemukan Pendapat Kedua Filosof-, Maksunyad Plato dan Aristoteles).
3. Tahsil as-Sa’adah (Mencari Kebahagiaan).
4. ‘Uyun ul-Masail (Pokok-pokok Persoalan).
5. Ara’yu Ahl-il Madinah al-Fadilah (Pikiran-pikiran Penduduk Kota Negeri Utama).
6. Ih-sha’u al-Ulum (Statistik Ilmu).
7. Maqolat fi Ma’any al ‘Aql
8. Ihsa’ Al Ulum
9. Fushul Al Hukm
10. Al Siayat Al Madaniyyat
11. Risalat Al Aql dan lain-lain.
Dalam buku Ih-sha’u al-Ulum (Statistik Ilmu). Al-Farabi membicarakan macam-macam ilmu dan bagian-bagianya, yaitu ilmu-ilmu bahasa (ilm al-lisan), ilmu manti ilmu matematika (at-taalim), ilmu fisika (al-ilm at-tabi’i), ilmu ketuhan (al-ilm al-Ilahi), ilmu kekotaan (politik, al-ilm al-Madan), ilmu fiqih (ilm al-fiqh), dan ilmu kalam. Nampaknya ilmu-ilmu tersebut telah ditemukan oleh orang-orang sebelumnya. Hanya saja Al-Farabi menambahkan dua cabang ilmu lagi, yaitu ilmu fiqh dan ilmu kalam, sebagai ilmu-ilmu keislaman yang mendapat perhatian besar pada masanya.
Al Farabi dan Rekonsiliasi Filsafat
Masalah kefilsafatan sebenarnya telah dibahas dan dicari pemecahannya sejak manusia mampu menggunakan akal pikirannya. Antara persoalan-persoalan, filsafat yaitu masalah ketuhanan yang termasuk dalam pembahasan metafisika.
Kemudian pemikiran tentang ketuhanan yang dilanjutkan oleh para pemikir berikutnya dari masing-masing filosof atau tiap-tiap aliran merumuskan konsepsi ketuhanan yang sesuai dengan keyakinannya, di antara pemikiran itu ada yang saling bertentangan atau berbeda pendapat, tetapi ada pula yang saling melengkapi.
Setelah sampai pada periode filsafat Islam, dalam hal ini Al-Farabi juga mengemukakan konsepsi ketuhanan, tetapi yang didasarkan pada ajaran agama Islam, yang kemudian dibahas menuju pemikiran filsafat.
Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat, Aristoteles dan Neo-Platonisme dengan pikiran keislaman yang jelas dari corak aliran Syi’ah Imamiah. Misalnya dalam soal mantik dan filsafat fisika ia mengikuti Aristoteles, dalam soal etika dan politik ia mengikuti Plato dan dalam metafisika ia mengikuti Plotinus. Selain itu al-Farabi adalah seorang filosof sinkretisme (pemaduan) yang percaya akan kesatuan (ketunggalan) filsafat.
Usaha pemaduan sebenarnya sudah lama dimulai sebelum munculnya Al Farabi dan telah mendapat pengaruh luas dalam lapangan filsafat, terutama sejak adanya aliran neo-Platonisme. Namun usaha AI-Farabi lebih lagi, karena ia bukan saja mempertemukan aneka aliran filsafat yang bermacam-macam tetapi ia juga berkeyakinan bahwa aliran-aliran tersebut pada hakikatnya satu meskipun berbeda-beda corak dan macamnya. Pendirianya ini nampak jelas pada karangan-karanganya, terutama dalam bukunya yang berjudul: Al Jam’u Baina Ra’yai Al-Hakimain (Penggabungan F-ikiran Kedua Filosof, Plato dan Aristoteles).
Filsafat Metafisika Al Faraby
Sebelum Al Faraby muncul, persoalan persoalan filsafat yang penting telah dibahas dan dicarikan pemecahannya terutama oleh para filosof yunani, meskipun terkadang pemecahannya saling berlawanan. Yang tentunya Al faraby juga ikut terlibat di dalamnya. Diantara persoalan yang muncul saat itu adalah masalah “ Esa dan Berbilang”. Dan hubungannya satu dengan yang lain.
Persoalan ini dibahas oleh filsafat yunani atas landasan fisiska semata-mata akan tetapi dalam aliran Iskandariyah (Neo-Platonisme) dan filsafat Islam persoalan tersebut dipindahkan kepada landasan agama. Meskipun dalam mempertemukan kedua aliran tersebut caranya sama namun tujuan jauh berbeda. Tujuan Aliran Iskandariyah dan filsafat Islam ialah membentuk sususnan alam yang dapat mempertemukan hasil-hasil dengan ketentuan-ketentuan agama. Dan dalam hal ini soal “Esa dan Terbilang” menjadi dasar utama bagi bangunan filsafat Keseluruhan.
Pemikiran Tentang Tuhan
(a) Hakekat Tuhan.
Sebelum membicarakan tentang hakikat Tuhan dan sifat-sifat-Nya, ia terlebih dahulu memberi wujud yang ada kepada dua bagian yaitu:
1. Wujud yang mumkin, atau wujud yang nyata karena lainnya (wajibul-wujud lighairihi), seperti wujud cahaya yang tidak akan ada, kalau sekiranya tidak ada matahari. Cahaya itu sendiri menurut tabiatnya bisa wujud dan bisa tidak wujud. Atau dengan perkataan lain cahaya adalah wujud yang mumkin, maka cahaya tersebut menjadi wujud yang nyata (wajib) karena matahari. Wujud yang mumkin tersebut menjadi bukti adanya sebab yang pertama (Tuhan), karena segala yang mumkin harus berakhir kepada sesuatu wujud yang nyata dan yang pertama kali ada. Bagaimanapun juga panjangnya rangkaian wujud yang mumkin itu, namun tetap membutuhkan kepada sesuatu yang memberinya sifat wujud, karena sesuatu yang mumkin tidak bisa memberi wujud kepada dirinya sendiri.
2. Wujud Yang Nyata dengan sendirinya (Wajibul-wujud li Dzatihi). Wujud ini adalah wujud yang tabiatnya itu sendiri menghendaki wujud-Nya, yaitu wujud yang apabila diperkirakan tidak ada, maka akan timbul kemuslihatan sama sekali. la adalah sebab yang pertama bagi semua wujud. Wujud yang wajib tersebut dinamakan Tuhan (Allah).
Tuhan adalah wujud yang sempurna, ada tanpa sesuatu sebab, kalau ada sebab bagi-Nya, maka adanya Tuhan tidak sempurna lagi, berarti ada Tuhan bergantung kepada sebab yang lain. Tuhan adalah wujud yang mulia yang tidak berawal dan tidak berakhir, sebagai sebab pertama berarti Tuhan tidak ada yang mengawali, Tuhan juga wujud yang paling mulia, karena tidak memerlukan yang lain. Lain halnya dengan wujud yang mungkin (makhluk) yang terdiri dari Dzat dan bentuk, pada Tuhan tidak demiki adanya.
Apabila Tuhan terdiri dari unsur-unsur, maka dengan sendirinya akan terdapat susunan, bagian-bagian pada substansi-Nya. Jadi Tuhan adalah substansi yang tiada bermula, sudah ada dengan sendirinya dan akan ada untuk selamanya.
Karena itu ia adalah substansi yang azali, yang ada dari semula dan selalu ada. Substansinya itu sendiri telah cukup jadi sebab bagi keabadi wujud-Nya[17].
Tuhan Maha Esa, Maha Sempuma, karena kesempumaan wujud Tuhan tak ada yang menyamai, maka wujudnya tak mungkin terdapat pada selain Tuhan, tidak ada yang seperti wujudnya. Dan tiada sekutu bagi dirinya.
Tuhan itu Maha Esa, tidak terbatas dalam segala sesuatunya, bila terdapat hal-hal yang membatasi maka berarti Tuhan tidak Esa lagi. Tuhan tidak dapat dirumuskan sama sekali dengan batasan yang akan memberi pengertian pada manusia, sebab suatu batasan berarti suatu penyusunan yang akan menggunakan golongan dan pembedaan atau digunakan pengertian Dzat dan bentuk, seperti memberi definisi kepada sesuatu benda atau barang. Lain halnya dengan benda sebagaimana juga manusia, yang dapat diberi definisi sehingga dapat.diketahui pengertian tentang manusia. Pada manusia dapat didefinisikan sebagai hewan yang berakal, hewan menunjukkan golongan, sedangkan berakal menunjukkan perbedaan yang ada dari golongan. Namun Tidak demikian dengan Tuhan yang Mutlak, sebagai substansi, oleh sebab itu definisi tentang Tuhan mustahillah dapat dirumuskan. Suatu rumus definisi tentang Tuhan berarti akan menghilangkan keesaan Tuhan, hal dikemukakan oleh Al-Farabi dalam pendapatnya.
Karena Tuhan itu tunggal sama sekali, maka batasan (definisi) tentang Dia tidak dapat diberikan sama sekali. Karena batasan berarti suatu penyusunan yaitu dengan memakai spesies dan differentia (an nau wal fasl) atau dengan memakai hule dan form seperti halnya denga jauhar (benda) sedangkan kesemua itu adalah mustahil bagi Tuhan.
Maka dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian tentang Tuhan menurut pendapat Al Farabi adalah, Tuhan adalah wujud yang wajib, wujud yang wajib itu merupakan sebab yang pertama dari dari segala wujud yang mumkin (makhluq), oleh karena itu Tuhan adalah substansi yang Azali. Karena Tuhan Maha Sempurna tidak ada yang lebih sempurna kecuali wujud-Nya, sehingga tidak perlu sekutu bagi-Nya. Tuhan Maha Esa, Maha Sempurna, maka keesaan dan kesempurnaan wujud-Nya tidak mungkin diwujudkan dalam definisi sebagaimana benda sebab suatu definisi akan menghilangkan ke Esaan dan kesempurnaan wujud Tuhan, Tuhan tidak lagi substansi yang tidak terbatas karena definisi akan membatasi Tuhan yang Mutlak.
(b) Sifat Tuhan
Dalam metafisikanya tentang ketuhanan Al Farabi hendak menunjukkan keesaan Tuhan dan ketunggalan-Nya. Bahwa Sifat Tuhan tidak berbeda dari Dzat-Nya. Karena Tuhan adalah Tunggal. Hal ini sejalan dengan Mu’tazilah yakni sifat Allah tidak berbeda dengan Dzat-Nya. Dengan kata lain ketika sifat sifat Allah itu berbeda dengan substansi-Nya atau diberi sifat yang wujud sendiri dan kemudian melekatkanya pada Allah maka sifat-sifat tersebut menjadi qodim pula sebagaimana substansiya yang bersifat qodim.
Hal ini akan membawa paham ta’addud al qudama’ (berbilangnya yang qodim). Yang mana hal tersebut tidak boleh terjadi pada Dzat Allah yang Maha Esa. Karena yang bersifat qodim itu hanya Allah maka ketika ada sesuatu yang qodim Ia mesti Allah.
Untuk tahu dan yakin tentang Essensi dan wujud tuhan menurut Al Faraby tidak perlu menambahkan sifat sifat tertentu pada pada Dzat Nya. Hal tersebut disebabkan karena pengetahuan tentang Dzat Tuhan lebih nyata dan yakin dari pengertahuan kita terhadap selain Nya. Sebab Tuhan adalah wujud yang paling sempurna maka pengetahuan tentang Dia adalah pengetahuan yang paling sempurna pula.
Allah bagi Al Farabi adalah ‘Aql murni. Ia Esa ada-Nya dan yang menjadi obyek pemikiran-Nya hanya substansi-Nya. Ia tidak memerlukan sesuatu yang lain untuk memikirkan substansi-Nya. Tetapi cukup substansi-Nya sendiri. Jadi Allah adalah ‘Aql, ‘Aqil dan Ma’qul (Akal, substansi yang berpikir, dan substansi yang dipikirkan).
Demikian juga Allah Maha Tahu, Ia tidak membutuhkan sesuatu diluar Dzat-Nya untuk untuk tahu bahkan cukup dengan substansi-Nya saja. Jadi Allah adalah ilmu, substansi yang mengetahui, dan substansi yang diketahui (Ilm’, ‘Alim, dan Ma’lum).
Tentang Asma’ Al Husna, Menurut Al Faraby kita boleh saja menyebutkan nama-nama tersebut sebanyak yang kita inginkan tetapi nama tersebut tidak menunjukkan adanya bagian-bagian pada Dzat Allah atau sifat yang berbeda dari Dzat Nya.
(c) Pembuktian Adanya Tuhan
Dalam membuktikan adanya Tuhan ada beberapa dalil yang dapat digunakan sebagai dalil ontologi dalil teleologi dan dalil kosmologi. Para pemikir Yunani menggunakan dalil-dalil tersebut (ontologi, teleologi dan kosmologi) untuk sampai kepada kesimpulan tentang adanya Tuhan. Hal seperti itu diikuti pula oleh para pemikir Islam. Di antara dalil yang banyak dipakai adalah dalil ciptaan atau dalil kosmologi menurut istilah meta¬fisika.
Dalil kosmologi melihat alam sebagai makhluk suatu akibat yang terakhir dalam rangkaian sebab dan akibat. Dengan melalui rentetan sebab akibat yang berdiri sendiri-sendiri, tetapi dalam hal ini ada hubungannya sebagai sebab-sebab dan akibat-akibat pada akhimya hubungan sebab akibat akan berhenti satu sebab yang pertama, karena pada dasarnya kita tidak dapat memikirkan adanya rentetan sebab akibat yang tidak berkesudahan (berkeputusan).
Selanjutnya, sebab pertama yang dicapai oleh rentetan sebab akibat itu dengan sendirinya bukan merupakan akibat. Jadi sebab pertama itu merupakan kesudahan dari rentetan hubungan sebab dan akibat. Al Farabi dalam membuktikan adanya Tuhan menggunakan dalil penciptaan ini. Bertitik tolak dari kenyataan yang disentuh dengan pancaindera (makhluk) untuk kemudian sampai kepada pangkal pertama atau dari wujud yang nungkin kepada wujud yang Wajib.
Pangkal pertama dari wujud yang mungkin ini tidak dapat. ditangkap dengan pancaindera. Jelasnya Al Farabi menggunakan dalilnya atas dasar pemikiran mungkin dan wajib. Menurut Al Farabi “setiap sesuatu yang ada dasamya ada kemungkinan adanya” dan “ada pula wajib adanya”.
Kemungkinkan adanya itu hendaklah ia mempunyai illat yang tampil mengutamakan adanya itu lalu memutuskan adanya dan kemudian mengadakanya ke alam wujud ini. Dan illat-illat ini tidaklah mungkin beredar dalam lingkungan yang tidak berakhir (vicious circle). Tetapi ia itu hendaklah berhenti pada satu titik “adanya” wajibul wujud “Allah” yang Illat itu tidak ada dalam mewujudkannya.
Segala sesuatu yang ada, pada dasarnya hanya mempunyai dua keadaan pertama ada sebagai kemungkinan disebut wujud yang mungkin, ada sebagai keharusan disebut dengan wujud yang wajib. Dalam keadaan yang pertama adanya ditentukan oleh adanya yang lain, dan keadaan kedua, adanya tanpa sesuatu yang lain atau ada dengan sendirinya dan Sebagai keharusan.
Wujud yang mungkin, adanya dapat disebabkan oleh wujud yang mungkin lainnya. Sebagai contoh suatu buah sebagai wujud yang mungkin buah itu merupakan akibat dari sebab perkawinan antara serbuk sari jantan dan sebuk sari betina yang ada pada pohon, pohon tersebut juga sebagai Wujud yang mungkin dari sebab biji buah yang ditanam. Dari rentetan tersebut tidaklah mungkin terjadi perputaran yang melingkar atau sebab akibat yang tanpa berkesudahan.
Suatu rangkaian yang kejadian pada akhirnya akan berhenti suatu titik akhir yaitu berkesudahan pada wujud yang wajib. Sebagai sebab pertama dari segala wujud yang mungkin. Wujud yang mungkin ditentukan oleh sebab yang lain, wujud yang wajib itu sendiri, yang disebut dengan Tuhan (Allah). Pembuktian dengan kosmologi seperti yang dilakukan oleh Al Farabi termasuk dalil sederhana mudah dimengerti, tetapi kelemahan dalil ini berpangkal suatu keyakinan yang mengharuskan adanya Tuhannya. Jadi merupakan peloncatan pikiran dari kesimpulan adanya sebab pertama atau wujud wajib yang harus diyakininya, bahwa sebab pertama itu adalah Tuhan.
Teory Emanasi (Al Faidl) Al Faraby
Emanasi adalah teori tentang keluarnya sesuatu yang wujud mumkin (alam makhluk) dari Dzat yang wajibul wujub (Dzat yang Mesti Adanya/Tuhan). Teori Emanasi disebut juga teori “urut-urutan wujud”
Teori ini sebenamya terdapat pula dalam paham Neo-Platon. Perbedaan antara keduanya yaitu terletak uraian Al-Farabi yang ilmiah. Menurut teori emanasi Al-Farabi disebutkan bahwa Tuhan itu Esa sama sekali. Karena itu yang keluar dari pada Nya juga satu wujud saja, emanasi itu timbul karena pengetahuan (ilmu) Tuhan terhadap Dzat-Nya satu. Kalau apa yang keluar itu pun berbilang pula. Dasar adanya emanasi tersebut ialah karena dalam pemikiran Tuhan dan pemikiran akal terdapat kekuatan emanasi dan penciptaan. Dalam alam manusia sendiri apabila kita memikirkan sesuatu, maka tergeraklah kekuatan badan untuk mengusahakan terlaksananya atau wujudnya.
Wujud pertama yang keluar dari Tuhan disebut Akal Pertama, mengandung dua segi. Pertama segi hakikatnya sendiri (tabi’at, wahiyya) yaitu wujud yang mumkin. Kedua segi lain yaitu wujudnya yang nyata yang terjadi karena adanya Tuhan sebagai Dzat yang menjadikan. Sekalipun akal pertama tersebut satu (tunggal), namun pada dirinya terdapat bagian-bagian yaitu adanya dua segi tersebut yang menjadi obyek pemikirannya. Dengan adanya segi-segi ini, maka dapat dibenarkan adanya bilangan pada alam sejak dari Akal Pertama.
Dari pemikiran Akal pertama dalam kedudukannya sebagai wujud yang wajib (yang nyata) karena Tuhan, dan sebagai wujud yang mengetahui dirinya maka keluarlah Akal Kedua. Dari pemikiran Akal Pertama dalam kedudukannya sebagai wujud yang mumkin dan mengetahui dirinya, timbullah langit pertama atau benda lanjut terjauh (as-sama al-ula; al¬al-a’la) dengan jiwanya sama sekali jiwa langit tersebut. Jadi dari dua obyek pengetahuan yaitu dirinya dan wujudnya yang mumkin keluarlah dua macam makhluk tersebut yaitu bendanya benda langit dan jiwanya
Dari Akal Kedua timbullah Akal Ketiga dan langit kedua atau bintang-bintang tetap (al-kawakib ats-tsabitah) beserta jiwa dengan cara yang sama seperti yang terjadi pada Akal Pertama.
Dari Akal Ketiga keluarlah Akal Keempat dan planet Satumus (Zuhal), juga beserta jiwanya.
Dari Akal Keempat keluarlah Akal Kelima dan planet Yupiter (al-Musytara) beserta jiwanya.
Dari Akal Kelima keluarlah Akal Keenam dan planet Mars (Madiah) beserta jiwanya. Dari Akal Keenam keluarlah Akal Ketujuh dan matahari (as-Syams) beserta jiwanya. Dari Akal Ketujuh keluarlah Akal Kedelapan dan planet Venus. (az-Zuharah) juga beserta jiwanya.
Dari Akal Kedelapan keluarlah Akal Kesembilan dan planet Mercurius (‘Utarid) beserta jiwanya pula. Dari Akal Kesembilan keluarlah Akal Kesepuluh dan bulan (Qamar). Dengan demikian maka dari satu akal keluarlah satu akal dan satu planet beserta jiwanya.
Dari Akal Kesepuluh sesuai dengan dua seginya yaitu wajibul-wujud karena Tuhan maka keluarlah manusia beserta jiwanya. Dan dari segi dirinya yang merupakan wujud yang mumkin, maka keluarlah empat unsur dengan perantaraan benda-benda langit. Dan di akal ke X ini dayanya sudah lemah sehingga sudah tidak bisa menghasilkan akal yang sejenisnya.
Jumlah akal dibataskan kepada bilangan sepuluh, hal ini sesuaikan dengan bintang yang berjumlah sembilan di mana untuk tiap-tiap ¬akal diperlukan satu planet pula, kecuali akal pertama yang tidak disertai satu planet ketika keluar dari Tuhan.
Stuktur Emanasi Al Faraby saat itu dipengaruhi oleh temuan saintis yang pada saat itu jumlah bintang adalah sembilan, karena jumlah benda-benda angkasa menurut Aristoteles ada tujuh. Kemudian al-Farabi menambah dua lagi yaitu benda yang terjauh (al-falak al-aqsha) dan bintang-bintang tetap (al-kawakib ats-tsabitah), yang diambil dari Ptolomey (atau Caldius Ptolomaeus) seorang ahli astronomi dan ahli bumi Mesir, yang hidup pada pertengahan abad ke dua Masehi.
Demikianlah, maka jumlah akal ada sepuluh, sembilan di antaranya mengurus benda-benda langit yang sembilan, dan akal kesepuluh yaitu Bulan mengawasi dan mengurangi kehidupan di bumi. Akal-akal tidak berbeda, tetapi merupakan pikiran selamanya. Kalau pada Tuhan yaitu wujud yang pertama, hanya terdapat satu obyek pemikiran yaitu Dzat-Nya, maka pada akal-akal tersebut terdapat dua obyek pemikiran, yaitu Dzat yang wajibul-wujud dan diri akal-akal itu senditi.
Namun menurut hemat penulis, sekiranya Al Faraby hidup di jaman ini maka tentu saja ia akan membutuhkan banyak sekali akal, sebanyak planet yang ditemukan saintis sekarang.
Untuk lebih jelasnya penulis membuatkan tabel Teori Emanasi oleh Al Faraby:
Tabel Teori Emanasi oleh Al Faraby
(Subyek)
Akal yang ke- Sifat Berpikir Tentang Keterangan
Allah Sebagai Wajib Al Wujud, Menghasilkan Dirinya sendiri sebagai Mumkin Al Wujud, Menghasilkan
I Mumkin Wujud Akal II Langit Pertama Masing-Masing akan mengurusi Satu Planet
II Sda Akal III Bintang-bintang
III Sda Akal IV Saturnus
IV Sda Akal V Yupiter
V Sda Akal VI Mars
VI Sda Akal VII Matahari
VII Sda Akal VIII Venus
VIII Sda Akal IX Merkurius
IX Sda Akal X Bulan
X Sda Bumi, Roh, Materi pertama yang menjadi keempat unsur: Udara, Air, Api, Tanah. Akal ke X tidak lagi memancarkan akal-akal berikutnya, Karena kekuatannya sudah lemah
Dari beberapa uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Hakekat wujud menurut Al Faraby adalah terbagi menjadi dua bagian yaitu: Pertama Wujud yang mumkin, atau wujud yang nyata karena lainnya (wajibul-wujud lighairihi), Wujud yang mumkin tersebut menjadi bukti adanya sebab yang pertama (Tuhan), karena segala yang mumkin harus berakhir kepada sesuatu wujud yang nyata dan yang pertama kali ada. Dan Kedua Wujud Yang Nyata dengan sendirinya (Wajibul-wujud li Dzatihi). Wujud ini adalah wujud yang tabiatnya itu sendiri menghendaki wujud-Nya, la adalah sebab yang pertama bagi semua wujud. Wujud yang wajib tersebut dinamakan Tuhan (Allah).
2. Pengertian tentang Tuhan menurut pendapat Al Farabi adalah, Tuhan adalah wujud yang wajib, wujud yang wajib itu merupakan sebab yang pertama dari dari segala wujud yang mumkin (makhluq), oleh karena itu Tuhan adalah substansi yang Azali. Karena Tuhan Maha Sempurna tidak ada yang lebih sempurna kecuali wujud-Nya, sehingga tidak perlu sekutu bagi-Nya. Tuhan Maha Esa, Maha Sempurna, maka keesaan dan kesempurnaan wujud-Nya tidak mungkin diwujudkan dalam definisi sebagaimana benda sebab suatu definisi akan menghilangkan ke Esaan dan kesempurnaan wujud Tuhan, Tuhan tidak lagi substansi yang tidak terbatas karena definisi akan membatasi Tuhan yang Mutlak.
3. Emanasi adalah teori tentang keluarnya sesuatu yang wujud mumkin (alam makhluk) dari Dzat yang wajibul wujub (Dzat yang Mesti Adanya/Tuhan). Teori Emanasi disebut juga teori “urut-urutan wujud”
Langganan:
Postingan (Atom)